2. EVEN

313 45 4
                                    

Di penjara, ia berteman dengan seorang perempuan yang bernama Sammy. Hukumannya lebih ringan, hanya tiga tahun. Karena hubungannya sangat dekat, saat Sammy keluar dari penjara, ia masih sering datang mengunjungi Plan. Dan saat ia keluar dari penjara, Sammy adalah orang pertama yang menjemputnya dan memberinya tumpangan untuk tinggal.

Untuk sementara, Plan bekerja dengan Sammy di sebuah bar. Bagi para eks napi, mereka tak punya banyak pilihan pekerjaan terutama di tengah masyarakat yang masih konvesional dan judgemental dan ketakutan.

Dengan keterampilannya, Plan berhasil menjadi seorang bartender dan Sammy yang belajar darinya menyusul dua bulan kemudian. Mereka bekerja pada sebuah bar yang sama yang dimiliki oleh Phi Gong. Sang pemilik  yang sudah tahu latar belakang mereka tak keberatan menerima mereka. Terlebih, mereka tak macam-macam dan membuat bar selalu ramai sebab racikan minumannya yang terkenal enak.

Pada suatu malam, Mean dan Tonnaam mengunjungi bar itu. Mereka kaget saat melihat Plan ada di sana sebagai staf yang bekerja di sana. Mereka memanggil salah satu pelayan untuk memastikan bahwa yang mereka lihat benar adanya. Setelah pasti dan tahu, mereka pun hanya diam dan setidaknya sekarang urusan mereka sudah selesai. Saat Plan mengakui dan masuk ke penjara, Mean sudah merasa sangat puas.

Mean pergi ke kamar mandi. Ia tanpa sengaja mendengar seseorang meminta tolong di luar belakang bar dan Mean jelas mendengar bahwa itu adalah suara wanita. Mean keluar dan melihat Plan tengah diseret beberapa orang lelaki dengan keadaan dirinya yang hampir telanjang.

"Woi, lepaskan dia! Berani mengeroyok perempuan!" teriak Mean dan mereka terlibat perkelahian. Satu lawan lima orang, seolah mustahil Mean akan menang tapi tidak begitu kenyataannya. Ia memenangkan perkelahian itu dan lima orang itu terkapar babak belur di berbagai penjuru.

Mean mendekati Plan yang terduduk di pojok dengan tubuh yang gemetaran. Ia memberikan jasnya untuk menutupi tubuhnya, tapi Plan dengan cepat menangkisnya sambil berteriak memohon untuk tidak menganggunya. Rupanya ia masih kaget.

"Mereka sudah pingsan. Tutupi tubuhmu dengan jaket itu!" sahut Mean. Plan kaget. Ia hapal dengna suara itu. Ia mengangkat kepalanya dan melihat Mean tengah menatapnya. Plan menerima jaket itu dan ia menutupi tubuhnya. Mean berbalik dan berjalan menjauhi Plan.

"Tunggu sebentar!" ujar Plan. Ia masih pada posisinya. Mean menoleh kepadanya dengan wajah dingin.

"Aku tahu kau membenciku, tapi terima kasih. Dan aku tak mau berhutang budi kepadamu. Jadi, aku akan bayar yang sudah kau lakukan kepadaku," ujar Plan lagi.

Mean mengernyitkan alisnya. Ia mendekati Plan dengan senyuman sinis di wajahnya.

"Seorang mantan napi paling banter hanya bisa bayar dengan tubuhnya!" ucapan Mean cukup sinis dan membuat Plan tersinggung sebenarnya. Plan mengepalkan tangannya.

"Baiklah! Sesudah itu, kita tak ada urusan dan impas, bukan?" tanya Plan dengan nada sedih yang ditahan.
Mean mengernyitkan alisnya lagi.

"Eh, kau benar-benar akan melakukannya," sindir Mean. Plan meneguk ludah.

"Baiklah, kutantang kau," sahut Mean.

"Ikut denganku," ujar Mean dan Plan mengikuti Mean ke mobilnya. Mean melajukan mobilnya ke sebuah hotel dan mereka kemudian memasuki sebuah kamar dan melakukannya di sana.

Selama Mean menindihnya, Plan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan menahan rintihannya dengan menggigit bibirnya. Entah kenapa Mean melakukannya. Yang jelas rasa bencinya yang kuat kepada perempuan itu membuatnya begitu.

Dua belas babak mereka lewati malam itu dan setelah selesai dan Mean tertidur lelap karena kelelahan, Plan menuruni ranjang dan berjalan meringis menahan sakit di antara selangkangannya itu. Ia menangis di sepanjang perjalanan pulang dan bahkan saat mandi.

Tiga bulan sudah berlalu sejak kejadian itu. Mean tak pernah datang ke bar tempat bekerja Plan lagi. Ia lebih memilih bar lain daripada bertemu lagi dengan Plan.

Tiga bulan juga waktu yang cukup untuk memberitahu Plan bahwa ia tengah mengandung anak Mean. Karena alasan itulah, Plan mengundurkan diri dari pekerjaannya dan posisinya digantikan oleh Yacht.

Berkat rekomendasi dari Gong, Plan mendapatkan pekerjaan sebagai pemasak di sebuah perusahaan katering menengah yang menyuplai makanan mereka ke sekolah-sekolah dan beberapa perusahaan termasuk kantin kantor imigrasi.

Pada suatu hari, Perth yang biasa menggantarkan makanan ke kantor imigrasi sakit dan Plan yang tengah hamil besar, enam bulan, terpaksa menggantikan posisi Perth. Ia menurunkan makanan dengan Est dan Meen.

Plan berjalan menuju ke dalam kantin dan langsung menemui staf ya g bertanggungjawab yang bernama Phi Gem. Gem membawa kuitansi dan menyetorkannya kepada atasan, sementara itu, Meen, Est, dan Plan menunggu duduk di salah satu kursi kantin itu.

Ia tak menyadari sepasang mata sipit mengawasi dirinya dalam keadaan kaget. Tak lama Gem kembali kepada mereka dan Plan serta yang lainnya kemudiam wai dan pamit. Mean ynag sejak tadi berdiri di dekat pintu lift meneguk ludah. Kebetulan ia berada di kantin untuk menemui Dream, kekasihnya saat ini.

"Mean, kau kenapa?" tanya Dream yang duduk di depan Mean tetapi merasa Mean tak memberi perhatian kepadanya. Ia merasa pikiran Mean tengah terokupasi oleh sesuatu.

"Uhm, ah, maaf, aku sedang memikirkan pekerjaan. Kau berkata sesuatu. Bisa kau ulangi?" Mean mengalihkan. Dream tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia kemudian menjelaskan kembali yang ia katakan baru saja.

Mean mulai sering memikirkan Pkan dengan keadaan perutnya yang besar itu. Diam-diam, Mean menyelidiki Plan. Dari hasil investigasi, ia menemukan bahwa usia kehamilan Plan adalah enam bulan. Itu waktu yang sama saat mereka bercinta dulu.

Mean tahu bahwa sang jabang bayi berjenis kelamin lelaki sebab ia memiliki catatan itu dari klinik kecil tempat Plan memeriksakan diri.

Ia dan Plan terlalu sering berpapasan bahkna tanpa Plan menyadarinya. Di kantin, di pasar tradisional saat ia tawar-menawar dengan penjual khusus barang-barang untuk bayi. Saat itu ia tengah mengantar ibunya yang kekurangan makanan untuk diberikan kepada biksu sebagai merit. Ia juga bertemu Plan di dekat klinik kecil, tempat Plan memeriksakan kehamilannya  saat mobil yang ia setiri dan membawa Dream di dalamnya tiba-tiba mogok.

Bahkan, saking penasarannya, akhirnya Mean mendatangi apartemen Plan yang sangat kecil itu di daerah yang agak kumuh sebenarnya. Ia sangat sedih. Jika memang anak yang dikandung Plan adalah anaknya, ia tak bisa membiarkan Plan dan anaknya tinggal di sana, di daerah yang suram itu.

Padahal dulu Plan adalah seseorang yang terkenal dan dengan keturunan bangsawan pula dan kemudian berakhir di balik jeruji besi karena kasus ibunya dan ia sekarang hidup benar-benar hanya mengandalkan dirinya sendiri. Ia bisa saja kembali kepada keluarganya, tapi ia tak melakukan itu dan Mean tak mengerti alasannya. Meski ia tahu bahwa ayah Plan mengamuk dan mencoretnya dari keluarga, tapi, mungkin itu hanya kemarahan semata. Bagi Mean, hubungan itu bisa diperbaiki.

Malam itu hujan lebat. Mean tengah berada di dalam apartemen Plan. Dia mengamati ruangan yang hanya tujuh langkah kakinya itu. Begitu masuk, di depan dia langsung ranjang kecil dan meja kecil serta alas duduk. Sebalah kanannya kamar mandi dan sebelah kirinya dapur ynag sangat minimalis. Itu tidak cocok untuk keluarga khusunya karena ventilasi yang sangat minim.

Plan belum pulang saat itu sehingga Mean leluasa untuk melihat buku harian Plan dan membaca semuanya dan kemudian ia barulah paham bagaimana kelamnya kehidupannya.

Ia juga paham mengapa Plan menutup kedua wajahnya saat bercinta dengannya dan semakin jelas bahwa anak yang dikandung Plan adalah jelas anaknya.

Bersambung








Track 3 Short Stories Mean and Plan CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang