2. CLOSER

351 42 4
                                    

Mean badung. Ketertarikannya kepada Plan semakin menjadi. Diam-diam, ia  sering mengamati Plan dengan lebih intens. Ia juga sering datang ke Gym dan menonton Plan latihan voli.

Suatu hari, Plan pingsan karena cedera. Bola dari kelompok lawan latihannya tak sengaja mengenai kepalanya dan ia langsung terjungkal. Beberapa temannya membawanya ke klinik dan meninggalkannya dengan dokter klinik.

Mean mengambil kesempatan ini untuk melihatnya diam-diam. Ia memasuki klinik tepat setelah sang dokter keluar karena ada panggilan dari wakil kepala sekolah. Itu tentunya setelah ia memastikan bahwa Plan tengah beristirahat tidur.

Mean masuk ke dalam klinik dan membuka tirai penutup sehingga ia bisa dengan jelas melihat Plan yang sekarang tidur dan terlihat lebih tenang. Mean tersenyum. Ia sangat terpukau akan Plan. Ia sangat imut dan terlihat begitu menawan saat ia memejamkan matanya. Bulu matanya lentik. Pipinya sangat mulus, putih dan agak gembil. Bibirnya penuh, sungguh menantang dan terlihat begitu nikmat di mata Mean.

Ia duduk di tepi ranjang dan perlahan tangannya menjulur ke pipinya itu dan membelainya dengan lembut. Ia mencondongkan wajahnya dan mendaratkan bibirnya di bibir Plan dan menciumnya lembut. Plan masih pada posisinya. Ia masih mengagumi keindahan wajah sang atlet voli itu sampai mengambil beberapa foto di dalam kamera hpnya dan sampai akhirnya ia harus menghentikan kegiatannya sebab ia mendengar langkah kaki menuju ke klinik disertai obrolan. Ia dengan cepat bersembunyi di balik pintu dan membiarkan Perth dan sang dokter memasuki ruangan. Saat mereka masuk, Mean dengan cepat keluar dari sana.

Mean berbaring di ranjangnya. Ia membuka fail foto pada kameranya dan menatap foto-foto Plan yang tengah tertidur hasil jepretannya. Ia tersenyum. Ia juga mrmbuka IG Plan dan menikmati beberapa video yang pelatihnya ambil saat mereks latihan atau saat mereka berinteraksi dengan bahagianya di lapangan.

Mean semakin menggila. Sungguh Neen si seksi tak lagi menggoda berahinya. Si sintal dengan bibir penuh itu lebih menggoda imannya. Ia bahkan sering bermain solo sambil berfantasi dengan si atlet voli yang berbulu mata lentik itu.

Kesempatan datang saat Poan datang sekali lagi ke rumahnya. Kali ini bukan karena ulang tahun, melainkan karena Noon satu kelompok dengan Plan dan ia harus mengerjakan tugas untuk presentasi. Saat Mean membuka pintu rumah, ia kaget sakaligus bahagia sebab gadis yang kini menjadi fantasinya itu ada tepat di depannya.

"Kau ada janji dengan Phi Noon?" Mean membuka pintu lebih lebar, membiarkan Plan masuk. Plan mengangguk sambil memasuki rumah.

"Tunggu saja dulu di kamarnya. Ia sedang jemput ayah dan ibuku di bandara," sahut Mean.

"Hah? Kenapa tak bilang?" Plan kaget sambil mengecek HPnya. Tidak ada pesan dari Noon tentang apapun.

"Tidak ada pesan!" ujar Plan menegaskan.

"Iya, mendadak. Aku seharusnya menjemput mereka, tapi tadi aku sedang ujian kelas bahasa Jerman, jadi tak bisa. Plan hanya mengangguk.

"Tunggu saja! Phi Noon sudah menyiapkan semuanya di ruang belajar. Kubawa kau ke sana," ujar Mean lagi.

"Makasih," ujar Plan dan ia berjalan mengikuti Mean. Mereka masuk ke ruang belajar. Beberapa buku untuk membuat bahan presentasi sudah tergeletak di atad meja. Plan langsung menarik salah satu kursi dan duduk di sana.

"Kau mau minum apa?" tanya Mean lagi. Ia berbicara dengan jarak yang sangat dekat dan ini membuat Plan tak nyaman. Plan juga tengah berusaha menenangkan dirinya.  Siapa bilang perasaannya tak bergetar saat melihat Mean. Ia juga diam-diam menyukai Mean.

Ia juga sadar ia tak boleh melakukan itu terlebih hubungannya dengan Perth baru saja usai. Memang tak ada yang tahu sebab mereka memang berpisah baik-baik. Alasannya satu, Perth akan pindah ke Jepang, ikut dengan ibunya dan mereka tak mau LDR jadi memilih berpisah. Akhir tahun ini, Perth akan pergi dan itu hanya tinggal dua minggu lagi.

Selain itu, Plan juga sudah berjanji kepada Noon bahwa ia tak akan mendekati Mean apapun alasannya. Jadi, tentu saja saat mereka hanya berduaan seperti ini, ia harus menahan dirinya.

"Apa saja, oke," jawab Plan.

"Oke. Aku oke?" tanya Mean sambil mengangkat kedua alisnya dan tersenyum. Plan membelalakkan matanya lalu menggelengkan kepadanya.

"O, suka sekali lihat ekspresi marahmu," ujar Mean lagi sambil terkekeh dan kemudian keluar dari ruang belajar. Sekali lagi Plan hanya menggelengkan kepalanya sambil mengerling. Ia tahu Mean tengah menggodanya. Ia membuka bukunya dan memulai menulis tugas yang bisa ia lakukan sambil menunggu Noon.

Tak lama kemudian Mean kembali dengan minuman dan kudapan dsn menyimpannya di atas meja.

"Baiklah! Silakan!" ujar Mean sambil menunjuk makanan.

"Terima kasih," sahut Plan sambil melihat sebentar dan kemudian kembali pada pekerjaannya. Mean diam pada posisinya selama beberapa waktu, mengamati Poan yang berfokus pads pekerjaannya. Yang diamati tentu saja sadar dan ia berusaha dengan cepat menyelesaikan bagiannya.

Setelah hampir tiga perempat jam Mean berdiri di sana, akhirnya ia harus keluar dari ruangan sebab bunyi telepon mengganggunya. Ia pamit dan Plan hanya melirik dan menganggukkan kepalanya.

"Akhirnya!" lirih Plan kepada dirinya sendiri sambil mengelus dada. Ia kembali pada pekerjaannya. Setelah selesai, ia pikir, ia akan meninggalkan pekerjaannya dan kemudian pulang. Ia baru saja selesai dan ia merasa harus pergi ke kamar kecil yang entah ada di mana.

Plan keluar dari ruangan setelah ia berbenah dan ia berjalan di lorong celingukan.

"Mau ke mana?" Mean tiba-tiba sudah ada di belakangnya dan jaraknya sangat dekat. Saking dekatnya, ia harus memundurkan tubuhnya.

"Kamar kecil," ujar Plan.

"Ah! Di sini," ujar Mean dan membawa Plan ke sebuah ruangan. Plan mengikutinya. Ia masuk ke kamar itu tanpa tahu bahwa itu adalah kamar Mean. Dan Mean dengan cepat menutupnya dan menghalangi pintu.

Plan yang kaget karena sadar itu bukan kamar kecil menoleh dan menganga.

"Kakakmu akan segera pulang! Minggir! Aku benar-benar harus ke kamar kecil," ujar Pkan dengan nads kesal. Ia sadar Mean menjebaknya.

"Kakakku masih di bandara karena pesawatnya delay dan ia minta aku mengatakannya kepadamu. Ia bilang Hpmu tak bisa dikontak. Dan untuk kamar kecil, kau bisa gunakan kamar kecil kamarku. Ada di sana," ujar Mean menunjuk pada satu ruangan. Plan menoleh  ke arah ruangan yang ditunjuk dan dengan cepat berjalan ke sana sebab ia memang tak kuat lagi menahannya.

Tak lama ia keluar dan Mean masih berdiri di balik pintu menghalanginya.

"Kau tahu aku tertarik kepadamu," ujar Mean sambil melipat tangannya di di dadanya dan menatap Plan tajam di hadapannya.

"Aku sudah punya pacar." Plan berbohong. Ia baru saja putus dengan Perth.

"Aku juga!" sahut Mean. Tangannya menarik Plan dengan cepat dan Plan tak berontak. Ia hanya menatap Mean.

"Aku sudah berjanji kepada kakakmu agar aku tak bermain-main denganmu," lirih Plan.

"Aku juga sudab berjanji kepada kakakku agar aku tak mendekati dirimu," ujar Mean lagi sambil tersenyum.

"Kenapa selalu mengulang kata-kataku?" Plan menatap Mean dengan kesal.

"Karena kita ada di posisi yang sama," bisik Mean dengan nada suara yang bergetar.

Keduanya diam sebentar dan kemudian saling menyunggingkan senyuman dan wajah mereka berdekatan lalu mereka berciuman hangat yang lama kelamaan menjadi intens dan panas.

Mean mendorong Plan pelan menuju ranjang dan mereka mulai merebah sambil melepas pakaian mereka satu demi satu. Mereka bercumbu cukup lama di atas ranjang Mean.

Bersambung



Track 3 Short Stories Mean and Plan CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang