Mean berdiri di depan pintu kamar Plan. Ia lalu mengetuknya perlahan. Beberapa kali ia mengetuk pintu itu, tetapi tidak ada jawaban. Akhirnya, Mean kembali ke kamarnya. Plan di dalam kamarnya, berdiri di balik pintu, menahan tangisnya.
"Maafkan aku! Aku sangat mencintaimu. Jika aku melakukannya denganmu malam ini, kau hanya akan anggap ini sebagai sebuah perpisahan. Aku tak ingin melakukan seks denganmu. Aku ingin bercinta denganmu. Maafkan aku, Mean," desah Plan pada dirinya sendiri. Ia menyenderkan tubuhnya pada pintu dan membekap mulutnya menangis.
Keesokan harinya, Plan menulis pesan. Ia harus pulang duluan mengambil penerbangan terpagi sebab ia ada wawancara dan ini mendadak. Ia sangat berterima kasih kepada si pewawancara sebab jika tak ada alasan itu, ia akan bingung berhadapan dengan Mean, khususnya, karena matanya masih bengkak dan merah.
Sejak itu, mereka tak pernah bertemu lagi. Mean kini menyesali semuanya. Dua tahun lalu, saat ia putus dengan Dream, ia terbang ke Thailand dan mencari Plan di hotel yang katanya tempat ia bekerja. Sayangnya, Plan sudah berhenti dan ia katanya pergi ke luar negeri untuk melanjutkan sekolahnya.
Mean harus gigit jari. Ia memutuskan untuk tak membuka hatinya kepada siapapun untuk sementara waktu.
Pada suatu hari setelah tiga tahun, Mean pergi ke Jepang untuk perjalanan bisnis. Ia berangkat ke Tokyo untuk menemui klien baru dengan pengacara perusahaannya Yacht dan Perth. Setelah tiga hari di sana, mereka diajak minum bersama di sebuah klub malam yang cukup terkenal di daerah Distrik Kabukicho dan mereka para pebisnis Jepang ini menyuguhi mereka dengan perempuan pendamping yang ternyata berasal dari Asia Tenggara pula, seperti Filipina, Myanmar, dan bahkan Thailand sendiri.
Perth dan Yacht menikmati suguhannya meski tidak sampai kebablasan masuk hotel. Namun tidak dengan Mean. Setelah usai minum dan berbicara, Mean memilih keluar dari klub sejenak dengan alasan mencari udara segar dan merokok. Tentu saja ini hanya alasan. Mean bukan seorang perokok.
Ia berjalan menyusuri jejeran klub malam sampai akhirnya berada di sebuah ujung jalan. Ia berdiri sejenak lalu mengabari Perth dan Yacht bahwa ia akan pulang ke hotel.
Setelah itu, ia menyeberang jalan dan berjalan lagi beberapa blok. Ia tengah memeriksa GPS saat hampir akan berbelok dan bertabrakan dengan seorang perempuan Jepang dan kopi yang ia bawa tumpah membasahi baju Mean.
Dengan segera ia meminta maaf dan ia berbicara dengan bahasa Inggris yang terbata-bata yang intinya ingin membersihkan baju Mean di apartemennya yang ada di seberang jalan.
Awalnya Mean menolak. Namun, ia merasakan panas dan lengket pada bagian perutnya. Jadi, ia mengiyakan.
Mean mengikuti perempuan yang bernama Mei Moritaka itu dan dalam perjalanannya, ia menjelaskan bahwa ia adalah mahasiswa pasca sarjana dan ia tinggal dengan temannya, jadi Mean tak perlu khawatir atau curiga atau ketakutan bahwa ia akan melakukan sesuatu yang buruk kepadanya.
Mean hanya menganggukkan kepala. Mereka sampai di apartemen dan saat Mei mempersilakan masuk, teman apartemennya keluar dari kamar dan Mean membelalakkan matanya.
"Plaaan!" Mean kaget.
Wajah Plan juga tak kalah kagetnya. Sementara itu, Mei terlihat bingung.
"Ada yang aku tak tahu?" tanya Mei kepada Plan dalam bahasa Jepang.
"Teman lamaku di Thailand," sahut Plan dalam bahasa Jepang juga.
"Aaah, sungguh kebetulan!" ujar Mei sambil menggaruk kepalanya pelan.
Mei mempersilakan Mean duduk dan ia menjelaskan yang terjadi kepada mereka kepada Plan dan dengan cepat, ia memahami situasinya.
Mean membuka bajunya di kamar Plan. Plan mengobati luka pada bagian perut yang terkena panas itu sementara Mei mencuci baju kotor Mean dan membeli kaos dalam untuk sementara Mean pakai serta toga kopi.
