"Khun, permisi," seorang perempuan menepuk bahu Mean yang baru saja akan memasuki mobil. Mean menoleh dan ia membelalakkan matanya.
"Ada apa?" tanya Mean sambil berusaha menenangkan dirinya. Mean menganga sebab perempuan yang menyentuh bahunya itu sangatlah memukau.
Wajahnya terlihat bahagia dengan mata yang berbinar indah dan bibir merah dan penuh. Pipinya mulus tanpa cacat. Lalat pun akan enggan menempel di pipinya sebab ia tak akan punya pijakan karena licin dan tak ada pegangan.
Rambutnya panjang hitam mengurai indah dan bergelombang dan sebagian tertiup angin sehingga menekankan kecantikannya. Bidadari kuil yang baru ia satroni itukah yang tengah menyapanya kini?
"Ini punya Anda. Anda tadi menjatuhkannya saat memakai sepatu di halamam kuil. " Sang perempuan menyodorkan sebuah dompet hitam kepada Mean dan Mean sekali lagi harus terpesona akan kejujuran sang perempuan.
"O, terima kasih. Kalau Khun tak menemukan ini dan mengembalikan kepadaku, aku akan sangat repot," ujar Mean. Dia wai sebelum mengambil dompetnya.
"Sama-sama. Baiklah, itu saja. Permisi," ujar sang perempuan. Ia wai dan kemudian segera membalikkan tubuhnya lalu berjalan cepat menjauhi Mean.
"Tunggu sebentar!" Mean setengah berlari mengejar sang perempuan.
"Ada apa?" tanya sang perempuan.
"Aku ingin berterima kasih. Jadi, apakah kau mau minum kopi atau makan siang denganku?" tanya Mean dengan sopan. Sang perempuan terlihat agak kaget.
"Aku tak ada maksud apapun. Benar-benar hanya ingin berterima kasih," sahut Mean lagi.
"Tentu saja. Aku yakin Anda tak bermaksud apa-apa. Tapi, saat ini aku sedang bekerja. Jadi, aku tak bisa menerima tawaranmu," ujar sang perempuan itu.
"Khun, bekerja di mana?" tanya Mean.
"Aku menjual bunga lotus di dekat kuil. Daganganku belum habis. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku. Terima kasih atas undangannya. Permisi," ujar perempuan itu dan wai sekali lagi.