1. POISON OAK

415 48 7
                                    

"Mean, kau ada waktu?" Plan berdiri di ambang pintu dengan wajah dan sikap yang terlihat sangat tidak nyaman. Mean mengangkat kepalanya. Ia tengah melihat sebuah berkas dan sekarang wajahnya terlihat heran.

"Ada apa?" tanya Mean memasang wajah yang sama.

"Aku perlu bantuanmu," ujar Plan lagi.

Mean mengeryitkan alisnya.

"Ikut denganku!" ujar Plan. Mean beranjak dari duduknya dan ia kemudian mengikuti Plan. Ia berjalan tepat di belakangnya dan memerhatikan cara jalan Plan yang terlihat lucu tapi juga aneh dan terlihat tak nyaman.

Mereka kemudian memasuki ruangan dan Plan langsung menarik semua tirai sehingga ruangan itu menjadi agak gelap. Mean terlihat sangat heran. Dia menyalakan lampu di dalam ruangan.

"Jangan tertawa, oke. Aku ingin kau memeriksa sesuatu," ujar Plan. Dia duduk di kursi periksa setelah menurunkan celana dalamnya dan membuat posisi seolah ia akan melahirkan. Mean kaget.

"Buruan, periksa!" ujar Plan sambil menunjuk ke bagian di antara selangkangannya.

Tolong jangan berpikir vulgar dulu! Mereka tidak akan melakukan yang enak-enak. Mean dan Plan adalah dokter di  sebuah rumah sakit yang sangat besar di Bangkok. Mean dokter ahli spesialis dalam atau internis sedangkan Plan adalah dokter anak.

Mereka mantan kekasih yang harus menerima kenyataan bahwa mereka harus bersikap profesional karena berada di satu lingkungan kerja yang sama. Siapa yang memutuskan? Nah, kalau itu jawabannya Mean. Mean Phiravich memutuskan hubungannya dengan Plan setelah dua tahun karena ia memutuskan kembali kepada pacar lamanya, Dream, seorang pengacara.

Plan marah tak marah sebenarnya. Tentu saja ia sangat sedih, tapi ia tak punya pilihan kecuali melanjutkan hidupnya. Ia pikir untuk apa mempertahankan Mean yang jelas sudah tak mencintai dirinya. Ia juga tak suka dengan sikap Mean yang tidak tegas dengan hubungan mereka sampai akhirnya Mean ketahuan selingkuh dengan Dream dan Mean akhirnya diminta untuk memilih oleh Plan dan jawabannya Mean memilih Dream.

Plan kalah dan ia tentu saja sangat malu. Satu-satunya hal yang bisa ia pertahankan di depan Mean adalah sikap profesional sebagai kolega kerja di rumah sakit. Awalnya, ia sendiri ragu bahwa ia akan bisa bersikap biasa di depan Mean, tapi takdir membantunya. Semenjak renovasi, fasilitas kesehatan rumah sakit banyak diubah sehingga menuntut mereka bekerja di beda lantai. Alhasil, mereka jadi jarang bertemu.

Sekarang Plan menderita. Ia merasa mendapat poison oak dari kucingnya yang kabur dua hari lalu. Penyakit ini seperti alergi sebab gejalanya muncul ruam pada kulit dengan bentuk bergaris atau bercak dan kulit yang berwarna kemerahan disertai gatal yang biasanya sangat parah.

Meskipun penyakit ini lebih dekat dan tepat mendapatkan penanganan dari dokter kulit, Plan tak bisa mengabaikan fakta bahwa gatalnya itu sudah sampai bagian dalam nonanya. Jadi, ia tak punya pilihan kecuali berkonsultasi dengan Mean, dokter ahli penyakit dalam.

Nah, sebenarnya, ada banyak dokter ahli penyakit dalam di rumah sakit, tapi ia tak menemukan satu pun yang punya waktu luang seperti Mean sebab Mean baru saja menjabat sebagai kepala divisi penyakit internal. Pekerjaan prakteknya tak banyak sebab ia juga harus menangani administrasi.

"Dari mana kau mendapatkan ini? Kau bercinta dengan seseorang?" tanya Mean sambil mulai memeriksa. Bercak kemerahan tidak hanya muncuk di permukaan nonanya saja, tetapi juga pada bagian gunung kembarnya, dada bagian atasnya, dan punggungnya.

"Tak semuanya karena bercinta Mean, seenaknya saja kalau bicara!" Nada Plan terdengar kesal. Dia lalu menjelaskan alasannya.

"Bagian luarnya kau harus tanya Yacht, tapi bagian dalamnya aku akan memeriksa." Mean menjelaskan.

"Iya. Aku paham. Aku menemuimu karena sudah tak tahan. Ini semakib sakit ke perutku juga. Aku jadi khawatir. Aku sempat muntah beberapa kali," ujar Plan.

"Uhm, aku lihat dengan usg biar jelas," ujar Mean sambil mulai menyalakan mesin dan setelah beberapa lama ia bisa pastikan bahwa ruamnya memang sampai pada bagian dalam.

"Aku harus memberimu obat," ujar Mean.

"Oke," ujar Plan.

"Dimasukkan ke dalam," sahut Mean memperjelas.

"Ke dalam apa?" Plan menatapnya.

"Itu!" Mean menunjuk nona Plan.

"O, oke," ujar Plan dengan wajah yang terlihat mulai khawatir.

"Kau takut?" tanya Mean lagi sambil tersenyum.

"Tidak, hanya khawatir dengan efeknya. Mengantuk tidak? Aku belun selesai dengan shiftku," sahut Plan.

"Tidak. Hanya linu dan mungkin untuk beberapa waktu kau akan merasa mati rasa," sahut Mean lagi sambil bersiap dengan obatnya.

"Oke," sahut Plan lagi.

Mean mulai memasukkan obat itu secara perlahan ke dalam nona Plan. Ia melihat reaksi wajah Plan yang tegang tapi sambil mencoba menarik dan mengembuskan napas.

"Sudah," ujar Mean.

"Oke," sahut Plan. Ia bangkit dan tetiba merasakan pusing dan mual.

"Kurasa reaksi obatnya sangat cepat!" sahut Plan dan tiba-tiba ia merasa perutnya dan dadanya sangat panas. Ia juga mengalami sesak napas. Mean yang baru saja mematikan alat sangat kaget. Ia mendekati Plan dan baru saja akan bicara kepadanya, tapi Plan terlanjur pingsan.

Plan membuka matanya. Ia mendapati dirinya di ruang perawatan. Sammy ada d depannya.

"Plan, kau sadar? Kau tak apa-apa, bukan?" Sammy mendekati Plan dan duduk di sebelah Plan.

"Kenapa aku di sini?" Plan memegang pelipisnya. Ia kaget sebab ia dipasangi mesin dan infus juga. Ia juga memakai baju pasien.

"Aku kenapa?" tanya Plan lagi.

"Aku juga tak bisa menjelaskan. Mean tak bicara apa-apa kepadaku. Meung, kau tak apa-apa? " Sammy terlihat sangat khawatir.

"Aku kena poison oak dari Rocky. Ruamnya bisa ku konsultasikan dengan Yacht dan dirimu, tapu gatalnya sampai bagian dalam dan sakit sampai ke perut, aku tak punya pilihan kecuali bicara dengan Mean. Sumpah, Sam, aku tidak bermaksud mendekati dia lagi. Ini murni karena aku sakit. Aku sebenarnya mencari Tle, tapi dia sedang ikut seminar," sahut Plan. Ia begitu khawatir Sammy akan berpikir yang aneh-aneh.

"Iya, aku percaya padamu. Jangan kembali kepadanya. Aku masih kesal dia memutuskanmu dan memilih si Hambar itu, sudahlah!" ujar Sammy lagi. Wajahnya menjadi terlihat kesal.

"Aku tak bisa mengobati ruammu kalau Mean belum memberikan informasi apapun padaku."Sammy menjelaskan.

" Iya, aku paham." Plan menjawab.

Mereka berbicara hal lainnya lagi dan tengah asyik bergosip ketika Mean masuk ke dalam ruangan dengan wajah yang sangat serius.

"Sam, aku perlu bicara dengannya. Bisa kau keluar sebentar!" sahut Mean.

Sammy dan Plan saling menatap heran.

Bersambung






Track 3 Short Stories Mean and Plan CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang