Ali baru saja memarkirkan mobilnya di parkiran sekolah dimana gadis kecilnya menuntut ilmu saat ponsel yang ia kantongi berdering nyaring.Dengan wajah malas Ali menerima panggilan itu. Dengan ponsel tertempel di telinga Ali turun dari Pajero sport putih miliknya.
Ali mengenakan kaos berkerah warna putih dengan celana jeans warna navy. Penampilannya benar-benar seperti anak muda meskipun usianya sudah memasuki 28 tahun namun wajah tampannya masih menunjukkan dirinya seperti remaja yang baru saja menyelesaikan sekolah menengahnya.
Ali memang memiliki wajah yang bisa dikatakan baby face tidak seperti Bima wajahnya jauh lebih tua dari pada umurnya yang hanya berbeda beberapa tahun dari Ali.
"Selesaikan semuanya! Aku ingin rencana minggu depan tetap berjalan lancar!" Ali berbicara dengan salah satu orang kepercayaannya.
Minggu depan memang akan diadakan acara besar-besaran untuk menggalang dana sekaligus memperkenalkan beberapa orang model baru dari perusahaan Ali.
Ali memang mendirikan perusahaan artis atas hasil kerja kerasnya perusahaan itu sekarang benar-benar maju pesat sudah puluhan artis dan model yang Ali terbitkan mampu berkarir sampai ke manca negara.
Bukan tanpa alasan Ali mendirikan perusahaan itu, ia ingin suatu saat Nirina kembali dan bersedia menjadi miliknya setelah ia berhasil mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang yang disukai Nirina.
Nirina sangat menggilai dunia keartisan meskipun akhirnya wanita itu memilih menjadi model tapi beberapa kali Nirina sempat membintangi film tentu saja dengan artis luar.
Ali mengusap wajahnya, ia sudah berusaha melupakan Nirina namun hatinya seolah tertambat mati pada wanita itu. Meskipun sudah berkali-kali Nirina menyakiti dirinya namun Ali masih belum bisa melepaskan wanita itu.
Hatinya benar-benar terisi penuh oleh wanita itu. Entah sampai kapan Ali tidak tahu.
"Selamat siang Pak."
Ali baru saja berdiri di depan meja guru piket di dekat lorong utama.
"Siang. Saya ingin bertemu dengan anak saya." Ali langsung menyebutkan nama putrinya.
Guru piket wanita itu dengan sigap mengantarkan Ali menuju ruang kelas dimana Chacha belajar.
"Maaf Pak Yanto, ini orang tua Chacha sudah datang."
Seorang pria muda bernama Yanto terlihat menilai Ali dari atas hingga bawah penampilan Ali yang bak pria lajang membuatnya tak percaya jika Ariska murid bandelnya itu adalah putri dari pria yang berdiri angkuh di depannya ini.
"Dimana putri saya?" Ali mengeluarkan suara saat tidak menemukan keberadaan Chacha di kelasnya.
"Saya sudah mengusir anak tidak tahu sopan santun seperti putri Anda itu!" Yanto berujar dengan tegas yang membuat wajah Ali seketika merah padam.
"Apa yang Anda lakukan pada putriku?!"
Suasana berubah tegang membuat anak-anak yang sekelas dengan Chacha mengkerut ketakutan apalagi wajah keras Ayahnya Chacha mampu membuat mereka semua mengkerut ketakutan.
"Anak Anda tidak memiliki sopan santun. Ariska menyakiti teman sekelasnya hanya karena meminjam pulpen saja." Jelas Pak Yanto yang membuat wajah Ali semakin tidak enak.
Tidak ada yang boleh menghina putrinya. Chacha-nya bukan anak nakal yang tidak tahu sopan santun seperti yang pria ini katakan. Pasti ada hal lain yang membuat Chacha melakukan tindakan kasar pada orang lain.
"Chacha tidak salah tapi Gabby yang salah."
Semua mata kontak tertuju pada seorang murid perempuan cupu yang terlihat takut-takut karena sedang ditatap tajam oleh murid perempuan lainnya. Gaya keduanya jelas sangat berbeda yang satu cantik jelita satu lagi terlihat manis meskipun kacamata besar menutupi mata indahnya.
"Sebenarnya apa yang terjadi Inaya?" Tanya guru piket yang tadi mengantar Ali.
Inaya gadis kecil berkacamata itu terlihat sedikit ketakutan matanya sering kali melirik was-was seorang gadis kecil lainnya yang sejak tadi menatap tajam sarat akan ancaman kearahnya.
"Gabby.." Inaya mengarahkan jarinya menunjuk gadis modis itu. "Dia yang terlebih dahulu menganggu Chacha. Gabby bilang Chacha anak pembawa sial makanya Mamanya kabur." Penjelasan Inaya membuat semua yang ada di sana shock tak terkecuali Ali.
Wajah pria semakin mengeras jika saja Gabby itu bukan anak kecil sudah bisa dipastikan anak itu babak belur ditangannya. Namun sayangnya Ali masih memiliki pengendalian diri yang kuat alih-alih menghajar Gabby ia justru berbalik menatap tajam Yanto, Pak guru yang sudah menghina putrinya tadi.
"Setelah ini saya benar-benar berharap tidak lagi melihat Anda disekolah ini atau saya benar-benar akan menghancurkan Anda dengan tangan saya sendiri." Ancam Ali tak main-main.
***
"Ibu Prilly.."
Prilly yang sedang menepuk-nepuk bokong Chacha menoleh. "Ada apa Bu Ratna?" Tanyanya dengan suara setengah berbisik, ia berhati-hati karena takut Ariska terbangun.
Gadis ini sedang tertidur lelap di ranjang UKS.
"Abi-nya Chacha datang Bu."
"Oh baiklah. Katakan saja Chacha di sini."
"Baik Bu."
Sepeninggalnya Ibu Ratna, Prilly mulai menegakkan tubuhnya sesaat sebelum pintu UKS terbuka.
"Selamat da--"
Prilly terpaku pada sosok tampan yang berdiri didepan pintu UKS. Mata tajamnya mampu membuat jantung Prilly berdetak kencang.
Menelan ludahnya dengan kasar, Prilly belum pernah merasakan getaran seperti ini pada jantungnya bahkan tidak pada Geo sekalipun. Pria yang sudah lama Prilly cintai namun mencintai Adiknya, Jessie.
Benar, semenyedihkan itulah hidup Prilly jika dibandingkan dengan Adiknya.
Kembali ke realita saat ini, siapa pria ini? Inikah sosok Abi Chacha? Setampan ini?
"Maaf saya ingin membawa putri saya pulang."
Suaranya khas sekali serak namun merdu. Prilly menyukai suara jantan pria ini, itulah hal pertama yang tercetus di kepalanya setelah mendengar suara berat Abi-nya Chacha ini.
"Bu.."
"Ah iya maaf Pak. Silahkan tapi Chacha masih tidur." Prilly terlihat salah tingkah karena kedapatan melamun di depan orang tua muridnya.
Tunggu dulu, jika Ayahnya Chacha setampan ini benarkah Ibunda Chacha rela meninggalkan suami setampan pria ini? Benar-benar bodoh wanita itu!
"Tidak apa-apa. Saya juga mulai tidak senang putri saya bersekolah di sini." Suara yang tadinya Prilly puji merdu berubah dingin dan datar yang membuat Prilly sedikit terhenyak.
Ada apa dengan pria ini?
"Maksud Bapak?"
"Saya ingin memindahkan putri saya ke sekolah lain."
Apa? Secepat itu? Padahal mereka baru bertemu.. Yah.. Kasihan sekali..
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
Ketulusan Hati
RomansaNext story aku setelah Karma Cinta yaa.. Ceritanya gk kalah seru kok.. Jangan lupa dibaca terus Vote dan komennya ya dear..