Bab 34

2.5K 386 20
                                    


Setelah kedua orang tua Ali berpamitan untuk pulang, mobil sedan milik Ali memasuki pelataran rumah Prilly. Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore ketika Ali tiba di rumah calon istrinya itu.

"Bundaa!!" Teriakan si kembar sontak terdengar memenuhi ruangan rumah Prilly.
Mereka sudah berada di ruang tamu rumah Prilly.

"Iya Sayang. Sebentar." Prilly berteriak dari ruang sebelah.

Ali mengajak anak-anaknya untuk duduk di sofa di ruang tamu Prilly. Arjuna duduk bersebelahan dengan Ariska sedangkan Ali memilih single sofa sambil memainkan ponselnya. Ali sedang bekerja tepatnya menyelesaikan skandal modelnya, Jessica.

"Di sini ada Tante lampir loh Bang." Si ceriwis Chacha mulai berceloteh hingga menarik perhatian sang Abang yang terlihat sedang menatap ke sekeliling ruangan rumah Prilly.

"Rumah Bunda sama besarnya sama rumah Abi ya?" Arjuna justru tidak menanggapi cerita Ariska dengan memilih mengomentari kemegahan rumah calon Bunda mereka.

Ariska sontak mendengus kesal karena Arjuna tidak menghiraukan cerita darinya. "Abang Juna ih!"

"Kenapa sih Cha?"

"Ini Chacha lagi cerita loh!"

Kedua anak kembar itu mulai berdebat hingga Prilly datang membawa nampan berisi puding coklat untuk anak-anaknya mengernyit ketika melihat Ariska sedang menjambak rambut tebal Arjuna sedangkan Ali sang Ayah justru sibuk dengan ponselnya.

"Mas anak-anak berantem loh ini." Tegur Prilly setelah meletakkan nampan di atas meja. Ali mendongak menatap anak-anaknya yang sedang dileraikan oleh calon istrinya.

"Anak-anak sekarang lebih tenang sama kamu ketimbang saya." Kilahnya sebelum kembali menekuni ponselnya yang membuat Prilly menoleh lalu mendengus pelan.

Bisa aja tuh biji nangka ngelesnya!

"Hei Adek nggak boleh gitu sama Abang Nak!" Prilly menarik pelan tangan mungil Chacha yang menjambak rambut Arjuna.

Arjuna terlihat meringis namun anak itu sama sekali tidak membalas perbuatan Adiknya. Tangan kecilnya hanya berusaha menahan tangan Ariska supaya tidak terlalu kencang menarik rambutnya.

"Abang nyebelin Bun!" Adu Ariska dengan mata berkaca-kaca. Anak itu sepertinya kesal sekali pada kembarannya.

Prilly tersenyum lembut sambil menempati posisi ditengah-tengah antara Arjuna dan Ariska. "Abang lagi liatin rumah Bunda pas Adek cerita." Arjuna berusaha membela dirinya namun ketika mendengar Arjuna yang tidak mengakui kesalahannya justru terkesan memojokkan dirinya pecahlah tangis Ariska hingga membuat Ali mendongak dari ponselnya.

"Loh kenapa nangis Dek?" tanyanya pada Ariska namun matanya justru terfokus pada Prilly.

"Makanya Mas kalau lagi sama anak-anak fokusnya ke anak aja jangan ke yang lain kalau udah gini baru sibuk kamu kan?" Prilly mengomeli Ali hingga membuat pria itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Seumur-umur baru Prilly yang berani mengomeli dirinya selain sang Ibu.

"Maaf."

Prilly sontak mendengus sebelum kembali menenangkan Ariska yang menangis tergugu di pelukan Prilly. Sepertinya gadis kecil Ali itu sedang sensitif hari ini.

"Udah sini sama Abi Cha."

"Enggak mau!"

Ali semakin tak karuan saat mata Prilly kembali menyorotinya. "Kalau udah nangis aja baru dibujuk kenapa nggak di jaga sebelum nangis? Memang kelakuan kamu tuh Mas mencerminkan pria pada umumnya." Dumel Prilly sebelum beranjak membawa Ariska dan gendongannya juga Arjuna yang menggandeng tangannya meninggalkan Ali yang terlihat kebingungan.

"Perasaan salah gue cuma main hape itupun kerja kok jadi melebar sampai ke perasaan gitu sih?" Ali bermonolog sendiri dengan wajah bingungnya.

***

"Papi kemana?"

"Kantor."

"Sore-sore begini?"

"Heum."

Ali menghela nafasnya sejak tadi Prilly begitu cuek dan ketus menjawab setiap pertanyaan darinya. Sepertinya wanita ini masih kesal karena kelalaian Ali tadi.

"Mas minta maaf."

Prilly yang sedang menatap anak-anaknya bermain di kolam renang khusus anak-anak di samping kolam renang dewasa yang terletak di belakang rumahnya sontak menoleh menatap Ali dengan takjub.

Barusan pria meng'Mas'kan dirinya bukan?

"Nggak pakek saya lagi?" sindir Prilly rupanya wanita itu masih belum sepenuhnya menghilangkan rasa kesalnya pada sang suami.

Ali kembali menghela nafasnya. "Kan udah minta maaf masa iya masih kesal aja kamu." Protesnya terhadap sikap Prilly.

"Ya wajarlah aku kesal Mas. Kamu itu loh nggak lihat apa Abang Juna sampai meringis kesakitan gitu di jambak rambutnya sama Chacha." Prilly kembali meluapkan kekesalannya pada Ali. "Coba kalau kamu peratiin mereka pasti mereka nggak salah paham terus berakhir dengan tangisan seperti tadi." Lanjutnya lagi yang membuat Ali diam tak berkutik.

Setelah puas mengomeli Ali, Prilly mengalihkan pandangannya menatap anak-anak yang sudah kembali tertawa ceria sambil menjipratkan air ke wajah masing-masing.

"Hati-hati Nak. Jangan masuk ke telinga tuh airnya." Peringat Prilly yang dijawab oke oleh si kembar.

Kembali ke kursi santai pinggir kolam di mana Ali dan Prilly duduk bersisian sambil menatap anak-anak hanya Prilly karena Ali sejak tadi lebih sering memperhatikan wajah cemberut calon istrinya.

"Mas lagi selesein masalah Jessie loh." Mendengar nama Adiknya membuat perhatian Prilly kini terpusat pada Ali. "Bagaimana Adikku Mas?" Prilly bertanya dengan raut cemasnya.

Ali menghela nafasnya. "Posisi Jessie terlalu sulit untuk dibela terlebih dengan perangai buruk yang selama ini melekat padanya." Ali jelas bukan pria yang akan membicarakan yang manis-manis hanya untuk menenangkan hati wanitanya, Ali akan berkata jujur meskipun itu pahit untuk di terima oleh Prilly.

Prilly tak membantah karena ia tahu bagaimana kelakuan Adiknya selama ini Jessie terlalu sombong dan arogan bahkan pada penggemarnya sendiri.

"Jessie dan Mami di usir Papi." Akhirnya Prilly menceritakan apa yang sedang menimpa keluarganya. Ali jelas terkejut namun tidak terlalu kentara pria itu terlalu pandai menyembunyikan ekspresi wajahnya.

"Papi berbohong sama Mama dan Papa kamu Mas." Ramlan memang mengatakan jika istrinya sedang ada keperluan di luar kota ketika mereka berkumpul di meja makan, selebihnya Prilly tidak tahu apakah Ayahnya berkata jujur pada Ayah Ali atau tidak Prilly sama sekali tidak tahu.

"Aku tahu ada satu rahasia besar yang sedang Papi sembunyiin dari aku." Prilly memfokuskan pandangannya pada si kembar meskipun pikirannya sedang berkelana entah kemana.

Ali tidak memberikan respon apapun karena ia juga tidak tahu dan belum saatnya ia tahu perihal keluarga Prilly setidaknya sampai mereka menikah minggu depan.

"Tidak apa-apa. Ambil sisi positifnya saja mungkin Papi tidak ingin kamu kepikiran menjelang pernikahan kita yang tinggal hitungan hari." Ali meraih tangan Prilly lalu ia genggam lembut membuat Prilly menoleh dan menatap dalam calon suaminya. Senyum kecil terukir di kedua sudut bibir Ali. "Sehat terus ya. Sampai bertemu di pelaminan calon istriku." sambung Ali sebelum mengecup lembut punggung tangan Prilly.

Prilly langsung megap-megap di tempatnya. Meleleh hati Adek bang!

*****

Ketulusan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang