Bab 10

2.4K 355 13
                                    


Ali tiba di rumahnya tepat saat makan malam berlangsung. Dengan Ariska di gendongannya Ali melangkah memasuki rumahnya niatnya ingin menyapa keluarganya namun urung karena di meja makan Ibu, Ayah dan Kakaknya sedang berkumpul bersama seorang wanita dan juga orang tuanya.

Sepertinya wanita itu kekasih baru Bima.

Ali ingin berbalik dan langsung ke kamarnya namun panggilan dari Ayahnya membuat Ali mengurungkan niatnya.

"Ali kemari Nak!" Wijaya menyapa hangat putranya.

Nila tersenyum hangat pada putra keduanya berbeda dengan Bima yang hanya menoleh sekilas, ia sedang berusaha menutupi kenyataan jika gadis kecil yang berada di gendongan Ali adalah putrinya.

"Perkenalkan ini putra kedua kami, Ali." Wijaya memperkenalkan Ali pada teman lamanya.

"Maria."

"Ali."

Ali segera menarik tangannya saat merasakan pandangan sosok Maria ini yang berbeda padanya.

"Ali ke atas dulu semuanya." Pamit Ali sopan sebelum melangkah meninggalkan ruang makan.

"Gadis kecil cantik tadi siapa?" Maria bertanya tanpa basa-basi, begitu Ali keluar dari ruang makan.

"Itu Ariska putrinya--"

"Putrinya Ali." Potong Bima yang membuat Wijaya dan Nila saling berpandangan,  keduanya serentak mendengus samar melihat kelakuan putra sulung mereka.

Bima meringis pelan saat mendapatkan tatapan tajam dari Ibunya. Ia terpaksa melakukan ini karena ia sedang mengincar sosok cantik bernama Maria ini.

"Mas Ali sudah menikah?" Suara Maria terdengar lesu ketika bertanya tentang status Ali.

Wijaya dan Nila hanya memberikan senyuman teduh mereka sebagai jawabannya. Mereka tak mungkin menceritakan asal usul Ariska meskipun Nila tak begitu menyayangi cucunya ia tetap saja harus menjaga aib keluarganya.

"Ayo silahkan kita lanjutkan makan malamnya." Wijaya kembali mencairkan suasana yang sempat canggung karena perubahan mood Maria.

Bima menoleh menatap Maria dengan tatapan liarnya namun mampu ia sembunyikan di balik senyumannya yang teduh. Ia sangat menyukai body yang Maria miliki, tidak terlalu tinggi namun cukup berisi. Apalagi payudaranya yang bulat mampu membuat Bima menelan ludahnya berkali-kali.

Ah, membayangkannya saja Bima sudah merasakan kenikmatan.

"Bima kamu kenapa?" Nila menegur putranya yang terlihat melamun.

Bima langsung tersadar dan menatap Ibunya. "Nggak apa-apa Ma. Bima cuma kepikiran kerjaan di kantor." Kilahnya sok wibawa.

"Wah, rupanya Nak Bima ini pekerja keras ya? Sama loh kayak suami Tante ini." Ibunda Maria berceletuk riang dan kembali membuat suasana di meja makan berubah ceria kembali.

Meskipun Maria hanya menanggapinya sesekali, ia masih belum bisa menerima pria tampan yang membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama itu sudah memiliki anak.

Sialan!

Maria benar-benar mengutuk istrinya Ali supaya cepat mati lalu ia bisa menggantikan posisi wanita itu.

***

Ali membawa Ariska ke ranjangnya, ia memang sering tidur dengan putrinya meskipun sesekali ketika ia bekerja Ariska memilih tidur di kamarnya sendiri.

Ali sangat tahu jika Ariska tak begitu diperhatikan di rumah ini entah oleh Ayah kandungnya atau oleh Neneknya.

Ibu dan Kakaknya Ali sama-sama tak begitu menyukai Ariska padahal anak kecil itu tidak melakukan kesalahan apapun. Bukan salah Ariska jika ia lahir karena sebuah perselingkuhan.

Yang bejat adalah Bima dan Nirina mereka yang membuat Ariska dan Arjuna lahir ke dunia lalu kenapa kesalahan mereka justru ditimpakan pada Ariska dan Arjuna?

Kedua anak manis itu tidak bersalah. Namun kebencian Nila pada sosok Nirina mampu membuat Ibunda Ali tercinta itu ikut membenci cucu-cucunya.

Bima sendiri jangan ditanyakan lagi sejak awal ia memang tak pernah perduli atau mau tahu tentang anak kembarnya semuanya ia serahkan pada Ali.

Ali menyayangi Ariska dan Arjuna murni dari hatinya bukan karena rasa cintanya pada Ibu dari anak-anak itu.

Ali memang mencintai Nirina dan masih berharap wanita itu kembali menempati hatinya. Jika Tuhan mengizinkan Ali ingin membesarkan si kembar bersama Nirina.

Namun sayang harapan itu sampai detik ini belum jadi kenyataan. Ali masih harus menunggu dan entah sampai kapan Ali harus menyiapkan hatinya untuk menunggu sosok pujaan yang mungkin saat ini sedang tertawa bahagia bersama pria pujaan lainnya.

Ali menghembuskan nafasnya, ia selalu tertekan jika sudah memikirkan tentang Nirina namun otak dan hatinya tetap saja terus mengingat wanita itu.

Tak mau berlama-lama di bawah shower dengan mengenang masa lalunya bersama Nirina, Ali segera bergegas meraih handuk lalu keluar dari kamar mandi.

Ariska masih terlelap di atas ranjangnya. Gadis kecilnya itu sepertinya sedang bermimpi indah terlihat beberapa kali Ariska mengukir senyuman di dalam tidurnya.

Ali ikut tersenyum, Ariska dan Arjuna lah yang menjadi pelipur dikala ia terluka. Hanya anak-anak manis itu yang mampu membuat Ali bertahan sampai detik ini.

Ali bukannya tak nyaman dengan keluarga yang lain hanya saja di antara Ibu dan Ayahnya mereka sama-sama memaksakan kehendak mereka meminta Ali untuk segera mengakhiri masa lajangnya.

Ali tak masalah dengan pernikahan hanya saja ia ingin mempelai wanitanya adalah Nirina. Bisakah orang tuanya membawa Nirina kembali ke sisinya?

Jawabannya tidak. Bukan karena tidak bisa tapi karena orang tuanya tidak mau terlebih Ibunya, Nila sudah sangat membenci Nirina jadi jangan harap wanita itu akan merestui hubungan putranya dengan wanita yang sudah ia anggap murahan.

"Abi.."

Ali yang sedang mengenakan kaosnya menoleh ke arah ranjang dimana Ariska sudah duduk sambil mengusap matanya.

"Kenapa Sayang?"

"Rindu Juna." Ujar Ariska menatap Ali dengan mata berkaca-kaca.

Ali tersenyum lembut setelah mendudukkan dirinya di sisi ranjang lalu ia bawa tubuh mungil Ariska ke dalam pangkuannya.

"Besok kita jenguk Juna ya?"

"Beneran Bi?" Mata Ariska sontak berbinar hingga membuat Ali gemas sekali pada putrinya ini.

Ketika Ali menganggukkan kepalanya seruan heboh Ariska terdengar. Ali tak butuh yang lain karena tawa anak-anaknya sudah cukup membuatnya bahagia namun sepertinya Ariska tak berfikir sama dengan Abi-nya karena tiba-tiba gadis itu berceletuk.

"Besok sebelum berangkat kita jemput Ibu Prilly dulu ya Bi?"

"Apa?"

"Iya Chacha udah janji sama Ibu Prilly mau ajak Ibu Prilly jumpa sama Juna siapa tahu Juna punya pemikiran yang sama dengan Chacha." Celoteh Ariska tanpa menghiraukan perubahan ekspresi wajah Abinya.

"Memangnya Chacha mikirin apa?"

"Mikir buat cari cara supaya Ibu Prilly mau jadi Mama Chacha. Bantuin ya Bi?"

Astaga sebenarnya Chacha usianya berapa tahun sih? Kok pinter banget?

*****

Ketulusan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang