"Abi mana Bu?" Ariska langsung menanyakan keberadaan Abinya begitu membuka matanya. "Abi nggak jemput Chacha Bu?" Ulangnya lagi dengan mata mulai berkaca-kaca.Prilly tersenyum lembut sambil mengusap kepala Chacha. "Abi Chacha katanya ada keperluan sebentar nanti jemput Chacha kok." jelas Prilly yang membuat Ariska mengurungkan niatnya untuk menangis.
"Ibu udah ketemu sama Abi-nya Chacha?" Tanya anak itu dengan mata bulatnya yang mengerjap beberapa kali. Prilly tersenyum gemas melihat wajah imut Ariska.
Tangannya terangkat naik menyentuh pipi tembam Chacha. "Udah dong tadikan Abi-nya Chacha ke sini." Jawabnya sambil mencubit gemas pipi Chacha.
"Ganteng kan Abi-nya Chacha?"
Tawa Prilly terdengar merdu setelah Chacha bertanya seperti itu padanya. "Ganteng dong makanya Chacha cantik ya orang Abi-nya ganteng begitu." Goda Prilly yang dibalas anggukan penuh percaya diri oleh Ariska.
"Tapi Chacha bingung Bu."
"Bingung kenapa Nak?"
Terdengar helaan nafas berat dari Chacha yang membuat tawa geli Prilly kembali terdengar. "Chacha punya dua Ayah." Tawa Prilly mereda wajahnya langsung terlihat kebingungan setelah Chacha berkata seperti itu.
"Maksud Chacha gimana Nak?"
Chacha mengedikkan bahunya layaknya orang dewasa. "Di rumah Nenek ada Papa dan juga Abi. Kata Nenek Ayah kandungnya Chacha sama Juna itu Papa tapi yang selalu perhatiin kami itu Abi. Jadinya Chacha sama Juna bingung Bu." Ariska berceloteh dengan wajah polosnya menceritakan kisah hidupnya pada Prilly dengan lugas.
Ariska tidak tahu kenapa jika dengan Ibu guru cantik ini ia bisa bebas bercerita sedangkan dengan yang lain ia merasa seperti enggan dan juga tertekan.
Prilly tidak tahu harus berkomentar apa tentang kehidupan Ariska yang benar-benar membuatnya bingung. "Jadi Arjuna itu kembaran Chacha?" Prilly berusaha mengalihkan perhatian Chacha dengan bertanya tentang Arjuna.
Ariska menoleh menatap Prilly lalu mengangguk pelan. "Iya. Juna masih di asrama karena Juna anak baik nggak nakal kayak Chacha jadi Juna masih bisa tinggal di asrama." Ariska kembali bercerita tentang kembarannya pada Prilly.
Prilly tersenyum lembut, ia usap kembali kepala Chacha. Entah kenapa ia merasa begitu sayang pada anak ini. Prilly memang menyayangi semua anak-anak tapi pada Ariska ia merasa perasaan lain. Mungkin karena kehidupan Ariska yang begitu menyedihkan.
Anak sekecil ini disaat teman-temannya yang lain masih bergelung di dalam rengkuhan orang tuanya terutama Ibunya, Ariska dan kembarannya justru harus berjuang sendirian di tengah kekurangannya.
Kekurangan yang dimaksud di sini bukan materi melainkan kasih sayang. Ariska dan Arjuna tidak pernah merasakan hal itu satu-satunya orang yang benar-benar tulus menyayangi mereka hanya Abi-nya.
Papa kandungnya saja sering mengabaikan mereka apalagi Neneknya yang sepertinya tidak begitu menyukai keberadaan mereka di rumah hingga sejak kecil mereka sudah dibuang ke asrama.
Ariska memiliki jiwa berontak yang lebih kental dari Arjuna hingga akhirnya ia terdampar ke sekolah ini berbeda dengan Arjuna yang masih betah berada di asrama.
Prilly terus memasang telinga untuk mendengar semua curahan hati sosok Ariska hingga mereka tak sadar jika jam sudah menunjukkan pukul 1 siang dan sebentar lagi bel pulang sekolah akan terdengar.
***
"Ibu beneran nggak apa-apa bawa Chacha kerumah Ibu?"
Prilly memang mengajak Ariska kerumahnya. Ia tidak mungkin tega membiarkan Ariska sendirian disekolah sedangkan ia sudah berjanji pada Ali untuk menjaga putrinya.
"Iya. Nggak apa-apakan kalau Chacha pulang ke rumah Ibu? Nanti biar Abi yang jemput kesana."
Ariska mengangguk pelan. "Tinggal sama Ibu pun Chacha nggak apa-apa." celetuk gadis kecil itu yang membuat Prilly menghentikan gerakan tangannya yang sedang memasuki barang-barang miliknya ke dalam tas.
Saat ini mereka sedang berada di kantor tepatnya ruangan guru.
"Loh kenapa Chacha nggak apa-apa kalau tinggal sama Ibu? Memangnya keluarga Chacha nggak marah?" Tanya Prilly sebelum melanjutkan kembali pekerjaannya.
Ariska yang sudah menyandang tas sekolahnya mengedikkan bahunya dengan cuek. "Paling yang marah Abi kalau Nenek, Papa sama Kakek kayaknya biasa aja. Memang sih Kakek lebih sayang sama kami tapi ya kan Kakek jarang di rumah sama aja kayak nggak sayang ya kan Bu?" Setelah bercerita Ariska baru bertanya pada Ibu gurunya.
Prilly tersenyum lembut tangannya baru saja selesai menarik resleting tasnya.
"Chacha nggak boleh main vonis gitu aja Nak." Prilly berjongkok di depan Ariska untuk menyamakan tinggi mereka. "Kakek kan kerja untuk Chacha dan Juna juga. Terus Nenek sama Papa bukannya nggak sayang mungkin Nenek sama Papa lagi kerja kan sibuk."
"Nenek nggak kerja setiap harinya Nenek cuma duduk di bangku taman sambil menatap kolam renang kadang-kadang baca juga sih." Prilly kembali mencubit gemas pipi Chacha, anak ini jika sedang bercerita ekspresinya benar-benar 'hidup' dan membuat siapa saja gemas termasuk Prilly.
"Mungkin Nenek lagi sibuk."
"Kalau sibuk kok Nenek main hape? Terus sempat ngobrol sama teman-temannya Bu. Nenek nggak sibuk cuma Nenek memang nggak sayang sama kami Bu." Celoteh Ariska dengan wajah lugunya.
Hati Prilly kembali tercubit. Baru satu hari ia mengenal Ariska dengan sedekat ini tapi nyaris semua kepedihan gadis kecil ini ia ketahui.
Prilly kembali mengingat masa-masa kecilnya yang sebenarnya juga tidak jauh berbeda dengan Ariska dan Arjuna. Jika Ariska dan Arjuna tidak disayang oleh Neneknya, Prilly justru diabaikan oleh Ibu kandungnya sendiri.
Sejak kecil hanya Jessica yang Ibunya perdulikan. Bahkan ketika ia sakit tetap saja Ibunya lebih memilih mengurus Jessie padahal saat itu dirinya lah yang sakit bukan Jessie tapi bagi Ibunya hanya Jessica yang terpenting.
Prioritas utama Ibunya adalah kebahagiaan Jessica meskipun kebahagiaan Jessica adalah tangisan dari Prilly.
Prilly kembali mengusap lembut kepala Ariska. Ia seperti memiliki keinginan untuk menyayangi Ariska entah kenapa hati kecilnya seolah tak terima jika Ariska dan kembarannya harus melalui pahitnya hidup seperti dirinya karena diabaikan itu sakit apalagi oleh orang-orang yang kita sebut sebagai keluarga.
Karena sesama keluarga sudah seharusnya saling menyayangi bukan menyakiti apalagi sampai meninggalkan trauma pada keluarga yang lain. Seperti Prilly yang selalu merasa ketakutan saat melihat Ibunya.
Prilly masih merasakan sakit dari pukulan Ibunya dulu ketika ia tanpa sengaja membuat Jessie terjatuh saat mereka belajar bersepeda meskipun sudah belasan tahun lalu namun rasa sakit itu masih terasa nyata di kulitnya.
"Chacha tenang saja mulai sekarang ada Ibu yang akan ngejaga Chacha sayang sama Chacha juga. Chacha mau disayang sama Ibu?"
"Sama Arjuna juga kan Bu?"
Prilly tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Iya Sayang sama Arjuna juga."
"Hore! Akhirnya Chacha sama Juna ada yang sayang juga selain Abi."
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketulusan Hati
RomanceNext story aku setelah Karma Cinta yaa.. Ceritanya gk kalah seru kok.. Jangan lupa dibaca terus Vote dan komennya ya dear..