Bab 19

2.6K 348 18
                                    


"Ekhem."

Suasana berubah canggung saat Ali tak kunjung membuka suara sampai akhirnya Prilly memilih melepaskan genggaman tangannya pada tangan Ali.

Prilly tidak tersinggung, ia sangat mengerti posisi Ali menikah dengan wanita yang sama sekali tidak dicintai mustahil rasanya Ali jatuh cinta dalam waktu satu hari dengannya tapi Prilly tidak memiliki pilihan lain selain menikahi Ali.

Ia ingin lepas dari jeratan neraka di rumahnya. Dan satu-satunya cara adalah dengan menikahi Ali.

Tak apa jika Ali tidak mencintai dirinya, Prilly yakin seiring berjalannya waktu ia pasti bisa membuat Ali jatuh cinta.

Keheningan di dalam mobil Ali bertahan cukup lama sampai akhirnya suara rengekan Ariska terdengar.

Prilly yang sejak tadi memilih menatap keluar melalui jendela mobil kini berbalik dan langsung menanyai Ariska. "Kenapa Nak?"

Ali ikut menoleh hingga tak sengaja matanya menangkap sisi wajah Prilly. Ia akui Prilly memang gadis yang sangat cantik bahkan tanpa make up sekalipun. Prilly tidak lagi memoles make up setelah membasuh wajahnya tadi.

Dan salah satu poin plus Prilly dimata Ali adalah gadis ini tidak terlihat sok kaya atau sok cantik. Prilly tidak risih ketika harus mengikat rambutnya dengan karet minyak karena karet rambutnya tadi lepas akibat ulah jahil Chacha.

Ali terlihat sibuk menilai penampilan Prilly hingga tak sadar jika Ariska sudah berpindah ke pangkuan Prilly.

"Mas itu udah jalan loh mobil didepan."

Ali langsung tergagap dan buru-buru melajukan mobilnya. Ya Tuhan berapa lama ia melamun?

Prilly tak terlalu menghiraukan kelakuan Ali yang menatapnya begitu intens entah apa yang sedang pria itu lamunkan. Prilly lebih memilih menenangkan Ariska yang mengaku sakit perut.

"Sakit sekali Nak ya?" Prilly mengusap-usap lembut perut Chacha yang memang terlihat kembung.

"Kayaknya Ariska masuk angin deh Mas. Kamu nyimpan minyak telon atau minyak kayu putih nggak di mobil?" Prilly bertanya pada Ali sambil mencari-cari keberadaan minyak telon di mobil Ali.

"Saya nggak pernah nyetok barang-barang itu."

Prilly langsung menoleh melayangkan tatapan protesnya pada Ali. "Loh kamu gimana sih Mas, anak-anak perlu lo barang-barang itu. Kalau mereka kembung kayak gini gimana? Mas ini, besok-besok kamu harus nyetok semua keperluan mereka di dalam mobil." Omel Prilly tanpa sadar. Wanita itu terlalu khawatir pada keadaan Ariska jadi tidak sadar jika barusan ia baru saja mengomeli calon suaminya yang kaku itu.

Ali memilih bungkam sedangkan Prilly masih menenangkan Ariska yang terlihat sekali tidak nyaman dalam tidurnya.

Mereka sedang berada di jalan yang lumayan sepi tidak ada toko atau kedai-kedai kecil pinggir jalan ditambah kemacetan yang lumayan panjang. Tentu saja mereka tidak bisa membeli minyak telon atau minyak kayu putih.

Prilly berinisiatif untuk mengusap-usap lembut perut Chacha meskipun masih terlihat kesakitan namun perlahan tidur Chacha kembali tenang.

Ali menangkap semua gerak-gerik Prilly dengan mata tajamnya. Ia akui Prilly memang begitu telaten mengurus anak-anaknya. Sepertinya menikahi Prilly memang satu-satunya jalan untuk memberikan Ibu yang cocok untuk si kembar.

Ali memutuskan untuk segera melangsungkan lamaran lalu pernikahan supaya Prilly bisa setiap hari menemani anak-anaknya. Katakan dia jahat memanfaatkan Prilly demi kepentingan pribadinya tapi bukankah Prilly juga melakukan hal yang sama?

Prilly memanfaatkan dirinya untuk keluar dari jeratan perjodohan yang diatur oleh Ibunya. Jadi jelas tidak ada yang jahat di antara mereka, karena mereka saat ini sedang melakukan 'bisnis' yang sama-sama menguntungkan.

***

"Adik kamu belum pulang?" Nila bertanya pada putra pertamanya.

Bima yang baru tiba dirumahnya menggeleng pelan. "Nggak tahu Ali kemana." jawabnya cuek sambil melangkah meninggalkan Ibunya.

"Bima tunggu!" Nila menghentikan langkah putranya yang ingin segera menyambangi ranjangnya. Bima sudah cukup lelah hari ini.

Lelah yang dimaksud Bima jelas lelah bermain diranjang dengan wanita simpanannya.

"Apa lagi Ma? Sudahlah telpon saja Ali kalau Mama khawatir." Suara Bima terdengar tidak enak ketika berbicara dengan Ibunya.

"Bisa ya kamu bersikap seperti ini setelah apa yang kamu lakukan pada Adik kamu!"

"Ma itu masa lalu lagipula seharusnya Mama dan Ali bersyukur atas apa yang sudah aku lakukan." Jawab Bima dengan wajah bosannya.

Nila mendengus pelan. "Bersyukur kata kamu? Haruskah Mama bersyukur karena putra tertua Mama meniduri wanita yang sangat dicintai oleh Adiknya sendiri begitu? Mimpi kamu!"

Bima tertawa terbahak-bahak, ia masih ingat bagaimana Ibunya membencinya dulu begitupula dengan Ali yang langsung menjaga jarak dengannya hingga sekarang.

Memangnya apa sih yang salah dari tindakannya? Dia hanya meniduri wanita yang memohon padanya untuk di tiduri lalu apa yang salah? Jika ada yang harus disalahkan ya wanita sialan itu yang seharusnya disalahkan bukan dirinya.

Wanita sialan yang sudah menyusahkan dirinya dengan meninggalkan anak-anaknya untuk dia urusi sedangkan wanita itu bisa melenggang pergi dan bersenang-senang di luar sana.

"Kenapa kamu diam?!"

Bima mengerjap pelan, ah rupanya ia sedang melamunkan wanita sialan itu. Bima kembali memperdengarkan tawanya pada sang Ibu sebelum memfokuskan tatapannya pada wanita yang sudah menghadirkan dirinya ke dunia ini.

"Percuma aku ngomong kalau Mama tetap tidak percaya dengan apa yang aku katakan."

"Mama jelas tidak akan percaya omongan kamu setelah kamu menghamili pacar Adik kandungmu sendiri."

"Hahahaha.." Bima kembali tertawa. "Jika Mama tahu kebenarannya Mama pasti akan sujud-sujud mengucapkan terimakasih padaku." sambungnya dengan ekspresi geli. Bima tidak mabuk hanya saja fisiknya sudah lemah setelah ronde-ronde panas ia lewati bersama simpanannya.

Bima butuh tidur untuk memulihkan kondisinya tapi sang Ibu justru mengajaknya berdebat. Melelahkan sekali.

"Memangnya apa yang tidak Ibu ketahui selain kamu dan perempuan sundal itu berselingkuh di belakang Ali." Nila bersidekap menatap putra pertamanya dengan tatapan mengejek. Ia jelas tahu semuanya, bagaimana hancurnya sang putra bungsunya setelah tahu wanita yang dicintai olehnya dengan sepenuh hati justru bermain gila dibelakangnya hingga hamil.

Nila sangat ingat wajah terlukanya Ali terlebih ketika wanita gila itu justru meminta Ali untuk mengurusi anak-anak dari hasil hubungan gelapnya dengan Bima.

"Nanti saja." Nila mengerjap pelan menatap Bima dengan pandangan bingung. "Nanti seiring dengan berjalannya waktu semua akan terkuak dan ketika masa itu tiba aku sangat berharap Mama dan Ali datang dan kembali memelukku." sambung Bima sebelum beranjak meninggalkan Ibunya yang semakin kebingungan.

"Apa maksud anak nakal itu?"

*****

Ketulusan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang