"Bima!!""BIMA!!"
Teriakan Nila terdengar memenuhi seantero kediaman Wijaya.
"Sudahlah Ma. Kenapa harus berteriak seperti ini? Ini rumah bukan hutan." Wijaya kembali menegur istrinya.
Nila mendengus kesal menatap suaminya. "Papa kenapa diam aja sih? Anak kita loh ini Pa. Ali yang anaknya kelewat lurus itu bisa-bisanya tidur bersama perempuan. Pantas saja semalaman anak itu tidak pulang!" Dumel Nila kesal bukan main.
Wijaya menoleh menatap istrinya. "Seharusnya kita senang dong anak kita meniduri perempuan itu tandanya Ali normal. Kalau pria yang ditiduri putra kita itu baru kita ributkan."
"Papa mending diam deh! Omongan Papa buat Mama makin pusing tau nggak!"
"Ya enggak tahu kan yang pusing kepala Mama bukan Papa."
"Papa.."
"Iya-iya ini mau diam." Wijaya kembali memfokuskan matanya pada siaran televisi yang sedang menayangkan berita-berita hot hari ini salah satunya adalah berita tentang putranya yang langsung viral dalam hitungan jam.
"Benar-benar terkenal anak Papa rupanya." Wijaya berbicara pelan supaya tidak didengar oleh istrinya namun sayang telinga Nila terlalu sensitif hingga deru nafas suaminya saja bisa ia dengar.
"Ya terkenal sangking terkenalnya sampai buat Mama pusing." Nila kembali mendumel kesal.
"Mama pusingnya kenapa sih?"
"Ya pusing. Mama nggak mau ya Pa kejadian Bima kembali terulang sama Ali."
"Ma, Bima sama Ali itu berbeda dalam segala hal termasuk urusan bejat." Wijaya tak tanggung-tanggung memang dalam menghina anaknya terutama Bima yang langsung mendengus pelan rupanya sejak tadi ia sudah turun dan mendengar perdebatan orang tuanya.
"Ngomongin orang dari belakang dosa loh Pa."
Wijaya dan Nila sontak menoleh menatap Bima yang masih memakai bokser dengan wajah bantal yang membuat Nila mual seketika.
"Ya udah kamu duduk di depan Papa biar Papa omongin dari depan supaya nggak dosa."
Kali ini Nila dan Bima lah yang mendengus mendengar candaan receh Ayahnya.
"Kenapa sih Mama teriak-teriak dari tadi?" Bima bertanya pada Ibunya sebelum menguap lebar sambil menggaruk-garuk bokongnya yang gatal.
"Jijik sumpah! Kamu benar-benar menjijikkan Bima!" Nila melempar kotak tisu hingga mengenai kepala Bima.
Bukannya marah Bima justru tertawa ia lebih suka berinteraksi seperti ini dengan Ibunya dari pada perdebatan tak jelas seperti semalam.
Bima mengambil kotak tisu yang dilemparkan Ibunya sebelum menjatuhkan dirinya di sofa yang ada di sana.
Bima kembali menguap sebelum mengarahkan matanya ke televisi yang sedang menayangkan gosip tentang Ali.
"Itu beneran Ali anak Papa?"
"Iya lah memangnya Ali anak siapa lagi kalau bukan Papa." jawab Wijaya sewot hingga mengundang tawa geli Bima.
Nila berpura-pura tidak mendengar saja percakapan absurd Ayah dan anak itu.
"Wah hebat! Akhirnya adek gue ada kemajuan." Ucap Bima penuh kebanggaan saat melihat foto Ali bersama wanita yang ditayangkan di televisi.
"Kemajuan apa sih?! Mama nggak mau ya kejadian kamu sama wanita sialan itu kembali terulang!"
Bima sontak mencebik. "Dulu aku khilaf Ma. Wajar sampai si kembar ada lah belum pengalaman waktu itu." Bima ini memang pandai sekali berkelit hingga tak heran banyak perempuan yang berhasil ia permainkan.
"Diam kamu! Mama benar-benar nggak mau tahu pokoknya tugas kamu sekarang bawa Adik kamu pulang!"
"Tapi Ma--"
"Jangan protes Bima! Atau kamu mau anak-anak kamu Mama titipin di panti asuhan?"
"Ma jangan bawa-bawa cucu Papa dong!" Wijaya langsung melayangkan protesnya saat cucu kesayangannya mulai diseret ke permasalahan Nila dan Bima.
Akhirnya ruang keluarga yang semula tenang kini berubah menjadi ajang perdebatan antara Wijaya, Bima dan juga Nila.
Benar-benar keluarga yang aneh.
***
Begitu tiba di meja makan Ali mengernyit bingung saat melihat mata Prilly yang sembab dan sedikit bengkak namun ia memilih diam saja sambil menurunkan Arjuna dari gendongannya.
"Bunda..." Arjuna langsung berlari menuju Bundanya memeluk Prilly dengan erat.
"Abang buat Bunda takut." Keluh Prilly sambil memeluk erat tubuh kecil Arjuna.
"Enggak apa-apa kok kata Abi anak baik sakitnya cepat sembuh. Kan Abang anak baik jadi ini udah sembuh ya kan Bi?" Cerocos Arjuna meminta pendapat Ayahnya. Ali mengangguk setuju. "Iya Sayang." Ali menjawab pertanyaan Arjuna namun matanya hanya tertuju pada Prilly.
Prilly melepaskan pelukannya pada Arjuna mengusap pelan air matanya. "Abang mau makan? Adek Chacha lagi Bunda suapi." Prilly memang sedang menyuapi Ariska makan. Gadis itu tidak membuat onar karena sedang sibuk dengan paha ayam.
Arjuna mengangguk antusias ketika mendengar Prilly akan menyuapinya makan. Prilly tersenyum sedih saat melihat tangan kanan Arjuna yang memerah, semua ini salahnya jika ia tidak teledor mungkin Arjuna tidak akan seperti ini.
Ali yang sejak tadi memperhatikan Prilly menghela nafasnya, wanita dan perasaannya memang seperti itu Arjuna yang terluka saja sudah tidak menangis lagi tapi Prilly sejak tadi air mata wanita itu seolah tak pernah kering dan terus menuruni pipinya.
Ali menarik kursi di sisi Prilly lalu menghempaskan bokongnya di sana. "Mas mau makan?" Tanya Prilly sambil mengusap matanya.
"Nggak apa-apa saya bisa ambil sendiri lauknya kamu suapi anak-anak saja." Perintah Ali dengan suara yang terdengar lebih lembut dari biasanya.
Prilly mengangguk pelan. "Baik Mas."
"Abi nggak peluk Bunda?" Celetuk Ariska tiba-tiba.
Uhuk!
Uhuk!
Uhuk!
Ali langsung tersedak ludahnya begitu pula dengan Prilly yang nyaris menjatuhkan piring ditangannya. Ali meraih gelas berisi air lalu meneguknya hingga tandas. Ia benar-benar kaget dengan pertanyaan Ariska.
"Biasanya Abi selalu meluk kami kalau lagi nangis. Ya kan Bang?" Ariska kini meminta pendapat Abangnya.
Dengan mulut penuh Arjuna menganggukkan kepalanya. "Iya tadi aja Abi meluk Abang." Jawabnya setelah menelan nasi di dalam mulutnya.
Wajah Prilly sontak memerah ia jadi salah tingkah sendiri membayangkan Ali memeluknya seperti memeluk anak-anaknya. Pelukan Ali hangat atau tidak ya?
Prilly buru-buru menggelengkan kepalanya berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar kencang. Ia selalu seperti ini jika di dekat Ali. Prilly kembali melanjutkan pekerjaannya yang sedang menyuapi si kembar saat tiba-tiba ia merasakan belitan tangan Ali di perutnya.
Tubuh Prilly sontak menegang matanya membulat sempurna bahkan tanpa sadar Prilly menahan nafasnya.
"Jangan menangis lagi di depan anak-anak sebelum kita menikah." bisikan Ali membuat seluruh tubuh Prilly meremang.
Ali seperti sengaja meniup belakang leher dan telinganya. Maksudnya apa sih?
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketulusan Hati
RomanceNext story aku setelah Karma Cinta yaa.. Ceritanya gk kalah seru kok.. Jangan lupa dibaca terus Vote dan komennya ya dear..