Bab 20

2.7K 361 20
                                    


Setelah melalui kemacetan panjang akhirnya Ali memarkirkan mobilnya di sebuah parkiran apartemen miliknya. Ali merenggangkan otot-ototnya yang kaku karena terlalu lama berada dibalik setir.

Suasana di dalam mobil sangat hening karena Prilly dan si kembar yang tertidur sejak diperjalanan tadi. Mungkin Prilly tertidur karena kebosanan melanda dirinya. Terlebih karena Ali tidak mengajaknya berbicara.

Prilly tidur dengan Ariska di dalam pangkuannya, gadis kecil Ali itu terlihat begitu nyaman tidur dengan bersandar di dada Prilly. Kedua lengan kecilnya memeluk erat tubuh mungil calon Ibunya itu.

Ali tersenyum kecil, ia ikut bahagia jika anak-anaknya bahagia. Mata Ali beralih pada wajah polos Prilly yang terlihat semakin cantik jika sedang terpejam seperti ini.

Benarkah sebentar lagi ia akan melepas masa lajangnya dengan wanita cantik ini? Siapkah dirinya membimbing Prilly yang otomatis menjadi tanggung jawabnya setelah mereka menikah?

Nirina.

Ali mengusap wajahnya dengan kasar saat bayangan wajah mantan kekasih yang masih begitu ia cintai sampai detik ini tiba-tiba terlintas di kepalanya.

Ali kembali menoleh menatap Prilly yang sepertinya tertidur sangat pulas. Ali tidak ragu sungguh tapi bagaimana jika setelah menikah dengannya Prilly justru semakin menderita?

Ali tidak bisa menjanjikan apapun apalagi hatinya. Ia sangat mencintai Nirina hingga rasanya tidak mungkin jika ada wanita lain yang mampu menggantikan posisi Nirina di hatinya.

Nirina adalah hidupnya dan Ali masih sangat mengharapkan kembalinya wanita itu ke dalam kehidupannya. Dan ketika wanita itu kembali kepadanya nanti lalu bagaimana dengan Prilly?

Ali mengusap wajahnya dengan kasar. Kemana pikiran dan tekadnya yang bulat yang ingin menikahi Prilly tadi? Kenapa sekarang tiba-tiba ia merasa seperti ragu?

"Bunda dingin.." Rengekan manja Ariska menyadarkan Ali dari lamunannya tak hanya Ali tapi Prilly juga dengan mata yang setengah terbuka Prilly memanjangkan tangannya untuk mematikan pendingin di mobil Ali lalu kembali ke posisinya dengan membawa Ariska ke dalam pelukan hangatnya.

Sepertinya Prilly tidak sadar jika gerak-geriknya kembali tertangkap oleh mata tajam Ali.

Tak selang berapa lama Prilly dan Ariska kembali terlelap bergabung dalam mimpi mereka meninggalkan Ali yang dengan perasaannya yang kacau.

***

Prilly mengerjap beberapa kali saat merasakan tubuhnya seperti bergoyang-goyang. Dengan perlahan ia buka matanya dan betapa terkejutnya ia saat menyadari jika saat ini ia sedang berada di dalam gendongan Ali.

"Loh Mas?" Prilly langsung berjengkit kaget. "Jangan gerak-gerak kalau kamu nggak mau kita jatuh ke bawah." Suara datar Ali menyadarkan Prilly jika mereka tidak tepatnya Ali sedang menapaki lantai tangga.

Tangga?

"Mas ini dimana? Kok pakek tangga?"

"Apartemen saya. Saya terpaksa harus menapaki tangga supaya kamu aman."jawaban Ali yang tidak gamblang membuat Prilly mengernyit bingung. "Pegangan pada leher saya!"

Prilly sontak mengeratkan rengkuhannya pada leher Ali hingga otomatis wajahnya mendekat ke leher Ali. Jantung Prilly terasa melorot ke perut saat hidungnya tanpa sengaja membaui aroma jantan yang menguar dari tubuh Ali.

"Mas."

"Heum."

"Kenapa kamu gendong aku? Terus kenapa harus pakai tangga darurat?" Prilly masih belum puas ternyata dengan jawaban ambigu Ali tadi.

"Karena kamu susah sekali dibangunkan."Keluhan Ali membuat Prilly memanyunkan bibirnya. "Kenapa pakai tangga? Karena saya tidak mau ada yang melihat kamu dalam gendongan saya." lanjut Ali lagi.

"Memangnya kenapa? Kamu takut kenalan kamu melihat dan kamu malu karena menggendong ak--"

"Saya hanya tidak mau mereka berpikiran buruk tentang kamu!" jawaban tegas Ali membuat Prilly langsung menutup mulutnya.

Prilly berdehem pelan, ia tak lagi meronta justru ia begitu menikmati setiap langkah kaki Ali yang menapaki tangga dengan menggendong dirinya.

"Memangnya apa yang akan mereka pikirkan? Toh kamu hanya menggendongku." Prilly masih ingin melanjutkan percakapan yang tadi.

"Apa tanggapan kamu jika melihat seorang pria lajang menggendong seorang wanita ke apartemennya?" Ali balik bertanya yang mampu membuat Prilly menutup mulutnya sampai mereka tiba didepan pintu apartemen Ali.

Prilly meminta diturunkan didepan pintu tanpa berdebat Ali mengabulkan permintaan gadis itu. Ali membuka pintu apartemennya mempersilakan Prilly masuk.

Didalam apartemen tepatnya di karpet tebal di kaki sofa terlihat si kembar berbaring sambil berpelukan. Prilly tersenyum lembut melihat pemandangan indah itu.

Setelah melepaskan heels nya, Prilly langsung melangkah mendekati mereka. Tanpa babibu Prilly langsung merebahkan tubuhnya di samping Arjuna, memeluk bocah tampan itu lalu memejamkan matanya.

Untuk malam ini Prilly tidak ingin membahas dan memikirkan apapun, ia hanya ingin tidur menyusul Ariska dan Arjuna ke alam mimpi, tak selang berapa lama Prilly sudah kembali tertidur pulas meninggalkan Ali yang masih berdiri dengan menyenderkan pinggangnya pada meja kecil di sudut sebelah kanan apartemennya.

Pandangan pria itu tak lepas dari anak-anaknya sebelum bola mata hitam itu bergulir menatap sosok cantik yang terlelap di sisi putranya.

Ekspresi wajah Ali terlihat tak terbaca, entah apa yang sedang pria itu pikirkan.

Perlahan langkah kaki Ali bergerak mendekati karpet tebal di mana anak-anaknya ia baringkan tadi. Ali memang membawa anak-anaknya terlebih dahulu sebelum kembali turun ke parkiran untuk menggendong Prilly, wanita ini sulit sekali dibangunkan hingga Ali memutuskan untuk menggendongnya saja.

Setelah kakinya menginjak karpet Ali memutuskan untuk ikut berbaring di sana ia memilih membaringkan tubuhnya di samping putri cantiknya.

Ali tersenyum gemas melihat mulut Ariska yang terbuka menandakan jika putrinya benar-benar tertidur pulas saat ini. Ali benamkan satu kecupan di pelipis putrinya.

"Mimpi indah putri Abi." bisiknya pelan.

Ali juga sedikit beranjak supaya bibirnya bisa menyentuh pelipis putranya. "Mimpi indah jagoan Abi." Ali ikut berbisik sambil menyentuh pipi bulat Arjuna.

Pandangannya kini beralih pada sosok cantik yang berbaring di samping putranya. Perlahan tangan Ali terangkat menyentuh lembut pipi halus sang wanita.

Dari sentuhan ringan tangan Ali kini beralih menangkup lembut pipi halus itu Ali bisa merasakan kelembutan kulit Prilly di telapak tangannya.

Sebelum menjauhkan tangannya dari wajah Prilly, Ali terdengar berbisik pelan.

"Mimpi indah calon istri."

*****

Ketulusan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang