Bab 30

2.9K 383 21
                                    


Pagi-pagi sekali Prilly sudah terjaga dan segera keluar dari kamarnya. Sebenarnya sejak tadi malam ia memang tidak bisa memejamkan matanya setelah berbicara dengan Ali hingga menjelang tengah malam.

Mereka serius membahasa perihal pernikahan yang Ali ingin segera dilaksanakan dan hari ini pria itu berencana bertemu dengan Ayahnya untuk melamar dirinya secara langsung.

Prilly setuju jika mereka langsung menikah tanpa pertunangan terlebih dahulu meskipun Prilly sedikit ragu dengan keluarga Ali.

"Tenang saja Mama saya sudah dari dulu meminta saya untuk menikah dan sekarang ketika keinginannya terkabul jelas Mama tidak akan menolak kamu."

Prilly masih mengingat setiap kata yang keluar dari mulut Ali tadi malam. Setelah isak tangisnya mereda Ali mengajaknya untuk duduk bersama di sofa kecil yang ada di sudut balkon.

Disanalah Ali mengutarakan semuanya termasuk perihal pesta pernikahan yang akan diadakan awal bulan depan. Ali sudah mengatur semuanya termasuk perihal Jessica. Prilly sempat memohon pada Ali supaya menolong Adiknya namun dengan tegas Ali menolak.

"Saya sangat menghargai dan mengapresiasi kinerja Jessica di perusahaan saya tapi untuk menolong dalam artian menerima dia kembali sebagai model saya, mohon maaf saya tidak bisa." Prilly tidak bisa berkata apapun lagi setelah Ali berkata setegas itu.

Sebenarnya bukan salah Ali jika menolak untuk menerima Jessica kembali, Prilly sudah membaca rangkaian berita terkait skandal Jessica yang berdampak buruk pada perusahaan yang Ali bangun dari nol itu.

Sosok Jessica yang memang sudah terkenal dengan perangai buruknya jelas tidak bisa lepas begitu saja dari hujatan netizen. Mereka memang sudah tidak menyukai Jessie karena sifat buruknya dan sekarang wanita itu justru terlibat skandal baru. Mabuk-mabukan lalu menari sensual dengan dikelilingi banyak pria jelas tidak bisa dianggap masalah sepele apalagi untuk publik figur seperti Jessica.

Akhirnya Prilly hanya bisa pasrah dengan keputusan Ali, walaupun Jessica adiknya ia jelas tidak bisa berbuat apa-apa terlebih saat ini dirinya bukan siapa-siapa bagi Ali hanya calon istri yang terpaksa dinikahi demi anak-anak kembarnya.

Begitupula Prilly yang hanya menikahi Ali demi jalan bebasnya keluar dari rumah yang sudah menjadi neraka untuknya sejak dulu.

"Kamu ngapain? Kenapa bengong di depan kompor menyala begitu?"

Prilly tersentak kaget saat mendengar suara Ali yang begitu dekat dengannya hingga tangannya tanpa sengaja justru terkena api kompor yang menyala.

"Awwsh!"

"Ya Tuhan kamu bisa hati-hati tidak sih hah?!" Ali ikut berteriak memarahi Prilly sambil meraih tangan wanita itu yang terlihat memerah karena tersentuh api.

Prilly meringis pelan, kenapa ia selalu mengalami hal buruk luka di pelipisnya saja belum sembuh sekarang tangannya justru ikut terluka.

"Kamu benar-benar ceroboh ya?" Marah Ali yang baru saja kembali setelah mendudukkan Prilly di kursi meja makan. Pria itu kembali dengan membawa obat merah entah di dapat dari mana.

"Pakai ini dulu saya lupa kotak obat ada dimana." ujar Ali sambil menuangkan obat merah ditangan Prilly yang untung saja tidak terkelupas.

Prilly tidak lagi merasakan sakit apapun selain perasaan mulas karena perutnya yang melilit saat melihat bagaimana Ali meniup lembut lukanya.

"Mas.."

"Hem?" Ali mendongak menatap Prilly dengan mata tajamnya namun pandangannya terlihat begitu teduh hingga membuat perut Prilly semakin melilit karena perasaan gugup dan juga deg-degan karena berada dalam jarak sedikit ini dengan Ali.

"Mas.."

"Iya Ibu Prilly.."

Blush!

Wajah Prilly sontak memerah karena Ali dengan sengaja memanggilnya dengan panggilan Ibu namun bukan itu yang membuat Prilly merona melainkan tatapan pria yang semakin menggoda saja.

Sial! Prilly harus buru-buru pergi dari hadapan Ali sebelum ia mempermalukan dirinya sendiri.

"Permisi Mas.. Aku harus ke toilet ya ke toilet." Prilly langsung menarik tangannya yang sejak tadi ada di genggaman Ali lalu ngacir duluan meninggalkan Ali yang terkekeh kecil.

"Menggemaskan sekali calon Bundanya anak-anak."

***

"Kamu yakin kita nggak perlu ke rumah sakit?" Ali bertanya saat mereka sedang bersiap keluar dari apartemen.

Prilly melihat luka ditangannya lalu menggeleng pelan. "Enggak Mas. Nggak terlalu parah juga kasih obat merah gini besok juga sembuh." Jelas Prilly yang diangguki Ali.

Memang luka ditangan Prilly tidak parah hanya merah itupun karena kulit tangan Prilly yang menurut Ali sangat putih dan mulus makanya terlihat merah sekali lukanya.

Ali berdehem pelan kenapa dari luka ia jadi membahas tentang kemulusan kulit Prilly. Benar-benar gagal fokus ia hari ini.

"Ya sudah ayok berangkat." Ajak Ali pada Prilly sementara si kembar sudah terlebih dahulu berangkat bersama Rendi.

Ali sengaja membiarkan Rendi membawa anak-anaknya karena ia berniat menjumpai Ayah Prilly untuk meminta restu setelahnya ia juga ingin mengajak Prilly ke rumahnya bertemu Mama dan Papanya.

Kedua orang tuanya pasti sudah penasaran sekali tentang sosok wanita yang viral bersama putranya.

Ali dan Prilly keluar dari apartemen, kali ini mereka terpaksa harus melewati jalan belakang supaya tidak ketahuan oleh para wartawan yang sepertinya sudah membuat kemah di loby apartemen ini.

Rendi sudah menyiapkan semuanya termasuk kendaraan yang akan membawa Ali dan Prilly, Ali sengaja mengganti mobilnya supaya jejaknya tidak mudah tercium oleh para wartawan.

Tak berapa lama Ali dan Prilly sudah duduk manis di dalam mobil sedan dengan kacanya yang hitam pekat. Tidak ada yang bisa melihat ke dalam mobil namun dari dalam mobil Ali dan Prilly jelas bisa melihat kerumunan wartawan yang terlihat memadati loby apartemen.

"Mereka ramai sekali." Decak Prilly sambil menoleh menatap Ali yang begitu fokus mengemudikan mobilnya.

"Kamu akan sering melihat mereka setelah kita menikah nanti." Jawab Ali tanpa menoleh.

Prilly mengangguk setuju ia menikahi pria seperti Ali jadi sudah menjadi risiko dirinya untuk terlibat dengan para pemburu berita meskipun jarang memamerkan kehidupan pribadinya tapi kali ini Ali berniat untuk membagikan momen bahagianya nanti dengan para wartawan itu.

"Kamu keberatan jika pernikahan kita diliput media?" Ali bertanya pada Prilly setelah mobil yang ia kemudikan sudah bergabung dengan padatnya jalanan ibukota.

Prilly menoleh menatap Ali yang kebetulan juga sedang menatap kearahnya. "Apakah harus Mas?"

"Tidak. Saya hanya berniat membagikan momen bahagia kita bersama mereka."

"Apa kamu merasa bahagia dengan pernikahan ini?" Entah kenapa Prilly justru menanyakan hal itu pada Ali.

Ali tak langsung menjawab ia memilih menghentikan mobilnya yang kebetulan lampu lalu lintas sudah berubah merah.

"Saya rasa saya akan bahagia setelah kita menikah."

Dan jawaban Ali membuat senyuman Prilly mengembang sepanjang hari.

*****

Pdf promo masih berlaku yaa sampai sore ini.. Jangan lupa di list dear langsung chat ke wa yaa 081321817808

Ketulusan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang