"Mami nggak akan betah tinggal di sini Jessie.""Sudahlah Mi jangan protes terus! Nggak betah pun kita mau kemana Mi?" Jessica bersuara setelah membiarkan Ibunya terus saja mengeluh sejak tadi.
Mereka saat ini sedang berada di sebuah kos-an yang bisa dikatakan kumuh. Jessica tidak memiliki cukup uang untuk tinggal di hotel apalagi dengan penyamarannya yang seperti buronan ini ia takut jika pihak hotel menaruh curiga pada penampilannya.
Jessica tidak bisa menyamar lebih karena ia sama sekali tidak membawa peralatan menyamarnya seperti biasa contohnya rambut palsu. Yang ia punya hanya jaket besar milik Geo yang sempat ia bawa kemarin.
Ah, Geo apa ia minta tolong saja pada pria itu? Apartemen Geo jelas lebih nyaman daripada kos-an di tempat kumuh ini. Lingkungannya kotor yang pasti menjadi sarang penyakit. Jessica jelas tidak akan betah di sini apalagi Ibunya yang sejak tadi terus mengeluh dan mengomel.
Setelah satu malam terlunta-lunta di jalanan akhirnya Jessica mendapati kos-an ini yang membuat Jessie tertarik adalah letaknya yang dipinggir kota dan bayarannya perhari jadi ia tidak perlu repot-repot memikirkan uang bulanan untuk membayar kos ini lagipula bayarannya tergolong murah.
"Ya ampun kotor sekali tempat ini!" suara Dewita kembali terdengar memekik jijik dari arah dapur.
Jessica sedang merebahkan tubuhnya di atas kasur lapuk yang entah sudah berapa lama digunakan. Baunya menyengat sekali hingga Jessie harus memakai maskernya untuk menghindari bau yang bisa saja membuatnya muntah.
"Kita pergi dari sini Jessie! Mami udah nggak tahan!" Dewita menghampiri Jessica di kamar lalu berteriak mengajak putrinya meninggalkan tempat yang baru setengah hari mereka tempati.
"Aku nggak tau mau ajak Mami kemana lagi." Ucapnya dengan mata terpejam. Jessica lelah sekali dengan apa yang terjadi pada dirinya sejak kemarin. Uangnya menipis dan mungkin sebentar lagi ia akan menjual ponsel berlogo apel tergigit miliknya itu.
Ponsel yang baru beberapa bulan ia gunakan sambil menunggu keluaran terbaru lagi namun sayang jangankan membeli yang terbaru yang ini saja harus ia jual.
Jessica tersenyum miris dibalik masker yang menutupi sebagian wajahnya. Ia masih belum percaya jika hidupnya sudah sehancur ini sekarang, dulu jangankan membaringkan tubuhnya di tempat kumuh seperti ini menginjakkan kakinya saja ditempat kotor ia ogah sekali. Tapi lihat sekarang? Dan semua penderitaan yang ia rasakan saat ini karena kebusukan hati Prilly.
Semua salah Prilly!
Semua gara-gara Prilly!
Jika wanita itu tidak mengadu pada Ayahnya perihal perjodohan yang Maminya rencanakan mungkin Ayahnya tidak akan pulang dan Maminya tidak akan terusir dari rumah.
Sialan!
Lihat saja Jessica akan membalas semua ini! Ia akan membuat hidup Prilly menderita sama seperti dirinya. Jessica tidak akan membiarkan Prilly hidup tenang setelah apa yang wanita itu lakukan padanya dan Ibunya.
Lihat saja! Jessica bersumpah akan memberi pelajaran pada mereka-mereka yang sudah membuat hidupnya seperti sampah begini.
"Lo dan Papi lo harus sama menderitanya dengan gue dan Mami gue Prilly! Lihat saja nanti!" Senyum culas Jessica terbit mengingat penderitaan yang akan ia berikan pada Prilly dan Ayahnya.
***
Pukul 9 malam Ali tiba di depan rumah calon istrinya. Ia sengaja tidak masuk ke dalam rumah karena menghargai Ramlan calon mertuanya mengingat jika ia dan Prilly sedang dalam proses pingitan saat ini.
"Keluar! Mas di luar ini!" Ujar Ali begitu sambungan teleponnya di jawab oleh Prilly.
Setelah memutuskan sambungan telfon Ali kembali menyenderkan tubuhnya di jok mobil sambil menunggu Prilly keluar dari rumahnya. Tak berapa lama akhirnya Prilly keluar dengan baju tidur tipis berwarna ungu muda yang melekat sempurna pada tubuh gadis itu.
Sial! Kain lap macam apa yang digunakan gadis itu?
"Tutup mata kamu Parjo! Saya haramkan mata kamu menatap kecantikan calon istri saya!"
"Ma..maaf Pak." Parjo langsung menundukkan kepalanya. Saat pintu di belakang mobil Ali dibuka segera Parjo keluar dari balik kemudinya membiarkan Tuan dan calon Nyonya menghabiskan waktu bersama.
"Kenapa Mas?" Tanya Prilly sambil menguap lebar-lebar. Ia mengantuk sekali.
"Kamu sadar dengan apa yang kamu kenakan sekarang?" Tanya Ali tidak nyambung hingga membuat Prilly mengernyit bingung. "Apa sih Mas?" Prilly kembali menguap.
Refleks Ali menutup mulut Prilly yang terbuka lebar dengan punggung tangannya. Prilly jadi salah tingkah sendiri, ia selalu saja merona dengan perlakuan manis Ali padahal pria itu terlihat biasa saja setelahnya.
"Saya mau tanya mak--"
"Kok saya lagi? Kan kemarin udah Mas kok balik ke saya lagi?" Prilly langsung protes memotong perkataan Ali hingga membuat pria itu berdehem pelan.
"Kamu kenapa minta Mas kirimkan nomor Rendi?" Tanyanya dengan pandangan mata menyelidik. Ali ingin tahu sekali jawaban istrinya namun alih-alih menjawab Prilly justru kembali membuka lebar mulutnya hingga membuat Ali berdecak kesal namun tangan Prilly itu kembali menutup mulut Prilly seperti tadi.
"Aku ada perlu sama dia Mas." Jawab Prilly dengan mata setengah terpejam. Ia benar-benar mengantuk sekali hingga ia tidak begitu fokus menjawab pertanyaan Ali.
"Perlu apa? Kenapa kamu nggak cerita sama Mas? Kenapa kamu lebih milih Rendi memangnya bisa apa sih si Rendi itu?" Ali tanpa sadar mulai meluapkan kekesalannya pada Prilly.
"Aku tuh mau ngejual mobil ya siapa tahu Rendi bisa bantu."
"Ya udah kalau kalau kamu mau jual mobil kamu bilang sama Mas. Mas beli semua tuh mobil nggak perlu campur tangan Rendi!" Ali mengerjapkan matanya. Barusan Prilly bilang apa? Ia benar-benar tidak sadar karena terlalu fokus menjawab wanita itu.
"Kamu bilang apa tadi?" Ulang Ali badannya sedikit condong ke Prilly yang matanya sudah nyaris terpejam dengan sempurna.
"Aku perlu uang untuk bantu Papi jadi aku mau jual mobil-mobil aku." Suara Prilly terdengar lirih hingga Ali harus mendekatkan telinganya ke bibir Prilly.
Ali baru akan menarik diri saat tiba-tiba tubuh Prilly justru jatuh ke dalam pelukannya. Ali dengan sigap menahan tubuh mungil calon istrinya, nafas Prilly terdengar teratur di dada Ali rupanya gadis itu benar-benar tertidur pulas.
"Inikah calon Bundanya anak-anakku?" Ujar Ali dengan suara sedikit mencela berbanding terbalik dengan sikapnya yang justru membawa Prilly ke dalam dekapan hangatnya. Kedua tangan Ali kini membelit tubuh mungil Prilly hingga membuat wanita itu semakin pulas saja.
"Awas saja jika kamu begini dengan laki-laki lain." Ancam Ali dengan menerbitkan segaris senyum manis khas dirinya.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketulusan Hati
RomanceNext story aku setelah Karma Cinta yaa.. Ceritanya gk kalah seru kok.. Jangan lupa dibaca terus Vote dan komennya ya dear..