Bab 8

2.4K 372 23
                                    


Jessica dan yang lainnya sontak terdiam ketika mendengar suara bel di pintu masuk rumah mereka.

"Lo buka pintu sana! Gue mau tidur kalau ada yang nyari gue bilang aja gue nggak ada. Males banget jumpa fans mulu!" keluhnya dengan gaya angkuh sebelum berbalik meninggalkan Prilly dan Ariska.

"Sepertinya itu Abi kamu Cha." ucap Prilly sambil menggandeng Chacha menuju pintu utama rumahnya.

Prilly menoleh menatap kearah tangga dimana Jessica menghilang menuju kamarnya begitu pula dengan Ibunya yang sudah terlebih dahulu menyelinap masuk ke kamarnya.

Kebiasaan Jessie dan Dewita ketika lelah berbelanja memang seperti itu, mereka akan menghabiskan waktunya untuk berendam atau tidur sampai malam menjelang baru mereka akan keluar.

Biasanya jika sudah seperti itu Prilly yang akan menghabiskan waktunya di dapur untuk menyiapkan makan malam bersama pembantu mereka. Prilly memang tidak memilih dalam bergaul termasuk berbaur dengan pembantu mereka.

Di rumah Prilly memang dipekerjakan beberapa orang pembantu dan tukang kebun. Siapa yang membersihkan rumah sebesar ini jika tidak ada pembantu.

Kembali ke ruangan tamu, Prilly sedang membantu Chacha menggandeng tangan mungil itu untuk membuka pintu menyambut kedatangan Ali.

"Abi!!!" Teriakan Ariska terdengar memekakkan telinga begitu melihat sosok tinggi tegap berdiri didepan pintu rumah Ibu gurunya.

"Hai Sayang.." Ali langsung berjongkok menyambut putrinya ke dalam dekapannya.

Prilly yang berdiri di samping Ariska tersenyum lembut melihat kedekatan Ayah dan anak itu. Jika ada yang melihat kini mereka justru terlihat seperti keluarga bahagia alih-alih guru dan wali murid.

Prilly juga melihat sisi lain dari sosok tegap yang tadi siang sempat ia katai sebagai pria menyebalkan namun kini sosok menyebalkan itu seperti hilang entah kemana ketika senyuman lebar Ali terlihat begitu tulus saat memeluk Ariska.

Sepertinya Ali adalah sosok pria yang sangat menyayangi anak dan istrinya tapi kenapa istri pria itu pergi jika Ali adalah sosok penyayang?

Ah kenapa pula Prilly harus repot-repot memikirkan nasib rumah tangga wali dari muridnya ini. Aneh sekali.

"Ya sudah sekarang kita pulang ya kasihan Nenek sudah menunggu Chacha." Suara terdengar membuyarkan lamunan Prilly.

Wanita itu kembali memfokuskan dirinya pada Ali dan Ariska.

"Enggak ah. Chacha lebih suka sama Ibu Prilly dari pada tinggal di rumah sama Nenek." Jawab Chacha blak-blakan.

"Sstt..Chacha nggak boleh ngomong gitu Nak." Tegur Prilly lembut membuat tatapan mata Ali dan Ariska tertuju padanya.

Prilly sedikit salah tingkah saat matanya tanpa sengaja bertemu dengan mata tajam milik Abi-nya Ariska ini.

"Chacha ngomong jujur kok kan kata Ibu guru kalau ngomong tuh harus jujur lebih baik jujur walaupun sakit dari pada manis ujung-ujungnya nyakitin."

"Astaga Nak. Siapa yang ngajarin Chacha berbicara seperti itu?" Prilly tanpa sadar memekik sedikit histeris. Siapa yang tidak histeris melihat anak seusia Ariska berbicara layaknya orang dewasa seperti itu?

Ali juga merasakan hal yang sama namun ia memilih diam dan menikmati interaksi antara Ariska dan Prilly masih dengan posisi berjongkok bahkan kini Prilly ikut berjongkok mensejajarkan dirinya dengan Ariska.

"Ibu Nilam."

"Astaga Nilam!" Prilly kembali memekik kaget. "Wanita itu benar-benar." Gumamnya pelan, Nilam adalah sahabat Prilly yang kebetulan mereka sama-sama berprofesi sebagai Guru.

Ali sedikit terkesima melihat Ibu guru putrinya yang terlihat kalem bisa mendumel seceriwis itu, jika dilihat-lihat sifat Prilly dan Ariska nyaris sama. Sama-sama ceriwis dan menggemaskan.

***

"Kita makan diluar saja. Saya tidak terbiasa bertamu ke rumah orang asing."

Prilly nyaris menghantukkan kepala Ali ke dinding rumahnya saat pria itu dengan santainya berkata seperti itu padanya.

Apa tadi katanya orang asing? Hello! Prilly ini guru Ariska, guru putrinya Ali jadi jelas ia bukan orang asing dong!

Entah kenapa Prilly seperti tak terima ketika Ali menyebutnya orang asing.

"Maaf Pak saya juga tidak terbiasa makan bersama orang asing." Balas Prilly yang kali ini membuat Ali terhenyak. Baru kali ini ada perempuan yang menolak ajakannya sekasar ini.

Namun ekspresi terkejutnya dengan cepat berubah, wajah Ali kembali kaku. "Baiklah. Sudah sepantasnya orang asing ini pergi dari rumah Anda." Ucap Ali dengan sindiran halusnya.

"Silahkan sesama orang asing tidak sepatutnya kita berbicara terlalu lama." Balas Prilly tak kalah halus sindirannya.

Akhirnya keduanya justru saling menyindir di depan pintu rumah Prilly yang membuat Ariska kebingungan.

Posisi mereka masih saling berjongkok didepan Ariska yang kini sudah bersidekap menatap Abi dan Ibu gurunya yang masih memperpanjang aksi sindir menyindir mereka.

"Ini Abi sama Ibu Prilly kapan selesai berantemnya? Buruan dong Chacha udah laper banget ini."

Sontak Ali dan Prilly terdiam saling mendengus sebelum mengalihkan pandangan masing-masing.

"Ya udah ayok kita makan Nak. Udah jam segini kamu belum makan siang." Ali memang paling panik jika menyangkut anak-anaknya.

"Ayo Bi. Ayok Bu!"

"Ya?" Prilly tersentak kaget saat Ariska ikut menggandeng tangannya. "Ibu di rumah saja Cha."

"Enggak boleh. Nanti Tante lampir itu gangguin Ibu lagi." Dengus Chacha ketika mengingat perempuan yang sempat mengusiknya tadi.

"Tante lampir siapa Cha?" Tanya Ali penasaran meskipun hatinya mengatakan Tante lampir yang dimaksud Chacha adalah Jessie.

Prilly baru akan membuka mulutnya saat tiba-tiba otaknya mengingat sesuatu. "Bapak Aliandra Wijaya?"

"Iya darimana Anda tahu nama lengkap saya?"

"Ya Tuhan. Jadi ini Bos yang sering Jessie bicarakan." Prilly bergumam pada dirinya sendiri namun Ali jelas bisa mendengarnya.

"Kamu kenal model saya itu?"

"Jessie adik saya." Prilly berkata pelan. Ia takut jika Jessie mendengar adiknya itu akan marah. Jessie menolak diakui sebagai Adiknya didepan orang lain apalagi jika orang itu adalah Bosnya.

Melihat wajah tertunduk Prilly membuat Ali memikirkan sesuatu yang buruk tentang hubungan Kakak dan Adik ini.

Jujur, Ali tidak menyangka jika Jessica memiliki seorang Kakak dan itu Prilly guru putrinya.

Ali berdehem pelan berusaha mengusir suasana canggung yang tiba-tiba melanda mereka. "Ibu ikut saja Chacha tidak boleh terlambat makan." kata Ali tanpa menatap Prilly.

Prilly mendongak menatap Ali sejenak lalu Ariska yang menatapnya penuh harap sampai akhirnya Prilly menganggukkan kepalanya.

Senyum Ariska mengembang lebar tanpa menunggu lama ia seret Abi dan Ibu gurunya menuju mobil Ali yang terparkir diluar pagar kediaman Ramlan.

*****

Ketulusan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang