Sepanjang perjalanan menuju asrama dimana Arjuna berada membuat Ali gelisah setengah mati meskipun tidak ada ekspresi berarti yang pria itu tunjukkan. Wajahnya masih sedatar biasanya.Ali memilih untuk menyembunyikan perihal telepon dari Ibunya Prilly, ia merasa saat ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahu Prilly. Gadis itu sedang tertawa bersama putrinya. Sayang saja jika ia harus memusnahkan tawa itu.
Prilly sama sekali tidak menaruh curiga bahkan pada letak ponselnya yang sempat berpindah ke sisi Ali pada saat ia kembali dari toilet karena menurutnya Ali tidak mungkin seberani itu menyentuh ponsel miliknya.
Ali terlalu kaku untuk itu.
Ariska tertawa begitu riang, gadis itu benar-benar menikmati perjalanan bersama Ayah dan Ibu gurunya.
"Berati begini rasanya punya Mama kayak cerita teman-teman Chacha." Celetuk Ariska membuat Ali dan Prilly kompak menoleh menatap gadis cantik itu.
"Memangnya gimana rasanya Sahang?"
"Senang Bi. Ada yang ikat rambut terus ada yang pitain baju Chacha juga. Pokoknya Chacha mau punya Mama!" Seru Chacha dengan riang.
"Ya sudah suruh Papa Bisa menikah!" Jawab Ali bercanda yang membuat senyum Ariska pudar. "Papa Bima kan nggak sayang Chacha sama Juna. Jadi Ibu Prilly nikahnya sama Abi aja ya? Nanti Chacha ganti panggilannya jadi Bunda aja deh jangan Mama lagi!" Cerocos Ariska yang membuat Ali menekan rem mobilnya.
"Aduh!"
"Maaf kamu tidak apa-apa?" Ali langsung menyentuh dahi Prilly yang terbentur dashboard mobilnya.
"Ck! Ck! Abi gimana sih nyetirnya kan kasih Ibu Prilly jidatnya sampe merah begitu." Ariska mengomeli Abi-nya yang membuat Ibu guru kesayangannya terluka.
Prilly merasa kepalanya pusing sekali, dahinya juga berdenyut kesakitan. Sepertinya benturan tadi lumayan keras.
"Ya ampun kepala Ibu Prilly berdarah!" Pekikan Ariska membuat jantung Prilly berdetak kencang. Ia sangat takut dengan yang namanya darah.
"Mas.." Tangannya seketika menggenggam erat tangan Ali yang masih menangkup pipinya.
"Sebentar saya cari tempat aman dulu." Ali kembali melajukan mobilnya untuk mencari tempat aman supaya ia bisa mengobati luka di dahi Prilly.
Ariska juga tak banyak berkomentar sepertinya gadis kecil itu sangat ketakutan melihat darah yang merembes di kening Ibu gurunya.
Ali memarkirkan mobilnya disebuah taman pinggir jalan.
"Aku nggak apa-apa kok Mas." Prilly tersenyum lemah menatap Ali. Ia juga mengulurkan tangannya ke belakang untuk menyentuh pucuk kepala Ariska. "Ibu nggak apa-apa kok Cha."
Mata Ariska mulai berkaca-kaca sampai akhirnya tangisan gadis kecil itu terdengar memenuhi seantero mobil.
Prilly sampai harus meraih tubuh mungil itu lalu ia pangku karena tidak tega melihat gadis kecil itu menangis.
"Ibu Prilly nggak kenapa-napa loh Cha." Ali berujar sambil menyeka darah di kening Prilly. Tangannya dengan cekatan membersihkan lalu mengobati luka di kening Prilly tidak parah memang namun cukup membuat Prilly meringis beberapa kali.
"Selesai."
Prilly tersenyum menatap Ali. "Terima kasih Pak."
Lah kok Bapak lagi?
"Iya sama-sama." Jawab Ali setengah hati.
Ariska sudah tertidur di pangkuan Prilly karena terlalu lelah menangis. Akhirnya Ali kembali melajukan mobilnya dengan Prilly memangku Ariska.
***
Tak sampai satu jam kemudian mobil yang dikemudikan oleh Ali memasuki sebuah pelataran gedung yang bisa Prilly katakan sangat wah.
Prilly merasa seperti ada di sekolah-sekolah yang ada di drama-drama korea. Sekolah yang khusus untuk anak-anak kalangan Sultan.
Prilly tidak bisa membayangkan berapa banyak uang yang para orang tua harus keluarkan untuk menyekolahkan anaknya di asrama ini.
Prilly saja yang memang dari kalangan atas dibuat pusing apalagi yang kalangan dibawahnya. Sepertinya memang anak-anak keturunan Sultan yang bersekolah di sini.
"Kamu tunggu di sini dulu. Saya mau melapor." Ali turun dari mobilnya dan berjalan menuju pos penjagaan yang memang dikhususkan untuk orang-orang yang ingin memasuki kawasan asrama.
Prilly menatap Ariska yang masih terlelap di pangkuannya. Kepala anak itu bersandar nyaman di dada Prilly. Prilly melirik jam di dashboard mobil Ali nyaris pukul 11 siang. Mereka terlalu lama menghabisi waktu dijalan karena beberapa insiden salah satunya kepala Prilly yang terluka.
Prilly menyentuh kembali perban kecil yang di dahinya. Ia tidak menyangka di hari kedua perkenalannya dengan Ali ia sudah mengalami banyak hal.
"Kenapa? Kepala kamu sakit lagi?" Prilly tersentak kaget saat tiba-tiba suara Ali terdengar rupanya pria itu sudah selesai dengan urusan lapor melapornya.
"Eng...gak kok." jawab Prilly sedikit terbata.
Ali mengangguk pelan sebelum kembali melajukan mobilnya. Prilly diam saja sambil menikmati pemandangan bunga-bunga kecil disepanjang jalan yang mereka tempuh.
"Ini asrama Arjuna." Beritahu Ali setelah mobilnya berhenti di depan sebuah gedung bertingkat yang terlihat begitu megah.
"Cha.."
"Biarkan saja Chacha tidur dulu. Kasihan." Prilly melarang Ali untuk membangunkan Chacha yang masih pulas dalam pangkuan Prilly.
"Kamu tidak apa-apa memangku Chacha terlalu lama? Berat loh dia." Untuk pertama kalinya Ali berbicara dengan begitu santai hingga membuat Prilly tersenyum manis.
"Nggak apa-apa kok Mas. Nggak terlalu berat juga Chacha-nya."
Nah dipanggil Mas lagi noh!
Ali menarik sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman kecil namun mampu membuat Prilly terkesima. Ketampanan Ali memang tidak perlu di ragukan Ali.
Pria ini benar-benar tampan. Sangat-sangat tampan.
"Ya sudah kamu tunggu di mobil saya akan menjemput Arjuna dulu." Ali keluar dari mobil meninggalkan Prilly yang menatap kepergian pria itu dengan tatapan tak terbaca.
Entah kenapa tiba-tiba sebuah ide terlintas di otaknya. Ide yang muncul untuk menggagalkan rencana Maminya nanti malam. Prilly tidak akan mau bertunangan apalagi menikah dengan pria yang bahkan tidak ia kenal.
Kali ini Prilly akan memperjuangkan haknya. Ia berhak menentukan kehidupannya, ia berhak memilih jalan hidup seperti yang diinginkan olehnya.
Dan satu-satunya cara untuk itu adalah keluar dari rumah orang tuanya. Prilly bukan tak sayang pada Papinya namun ia takut jika Maminya berhasil membujuk sang Papi untuk memintanya menerima lamaran dari anak teman orang tuanya.
Prilly tidak tahu kenapa tapi saat ini hanya Ali yang bisa membantunya keluar dari rumah itu, rumah yang layaknya neraka untuk Prilly.
Namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah maukah Ali membantunya? Dengan cara apapun Prilly bersedia asal ia bisa segera angkat kaki dari rumah itu.
*****
Dear kalau kira-kira author nya buat IG ada yang mau follow nggak ya? Tapi IG pribadi ya, ya anggap aja kita kenalan atau gimana gitu ya kan? Hehehe
Walaupun tempat tinggal kita berbeda, jauh tapi silaturahmi tetap harus terjalin bukan?
Yok komen, kasih pendapat kalian ya dear yang pendapatnya paling best and gokil aku kasih 1 pdf gratisss..
Ayookk komen...
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketulusan Hati
RomansaNext story aku setelah Karma Cinta yaa.. Ceritanya gk kalah seru kok.. Jangan lupa dibaca terus Vote dan komennya ya dear..