"Kamu pulang pagi lagi Nak?"Seorang pria yang baru memasuki rumahnya langsung menerima pertanyaan dari Ibunya.
"Iya Ma. Kerjaan banyak sekali di kantor." Katanya sebelum melanjutkan langkahnya kembali. "Ali ke kamar dulu ya."pamitnya yang langsung di tahan oleh Ibunya.
Nila sang Ibu tidak terima putranya pergi begitu saja. "Berhentilah merusak diri kamu sendiri Nak."
"Aku tidak merusak apapun Ma."
"Kamu merusak diri kamu sendiri karena kepergian wanita itu bukan?"
"Ma stop! Jangan lagi ungkit-ungkit masalah Nirina di depanku!"
"Mama akan selalu mengungkit nama wanita sialan itu jika kamu tidak melupakannya!" Nika berseru dengan keras hingga membuat Ali memejamkan matanya.
"Aku lelah dan ingin istirahat. Permisi!" Tanpa mendengarkan teriakan sang Mama, Ali segera beranjak meninggalkan sang Ibu menuju kamarnya yang ada di lantai atas.
Ali menghempaskan tubuhnya di atas ranjang dengan memejamkan matanya. Ia benar-benar tak habis pikir dengan Ibunya yang gemar sekali mencampuri urusan percintaannya.
"Nirina kapan kau kembali?" Bisik Ali lirih dengan mata terpejam.
Nirina cinta pertamanya, ia benar-benar mencintai wanita yang memilih meninggalkan dirinya demi masa depannya. Nirina bercita-cita menjadi model terkenal dan sekarang nama wanita itu sudah terpampang di banyak majalah internasional.
Ali tahu Nirina semakin sulit ia gapai apalagi beberapa kali ia sempat melihat majalah yang mengabarkan kedekatan wanitanya itu dengan beberapa orang pengusaha dari berbagai negara.
Ali tahu dirinya tak kalah sukses dari pria-pria yang menemani Nirina di sana tapi apalah daya jika wanita itu menolak tawarannya untuk menikah dan memilih kebebasan sebagai jalan hidupnya.
Ali jelas tidak mungkin menjual imannya hanya karena cinta. Di agamanya tidak dibenarkan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan meskipun mereka saling mencintai.
"Woi buka pintunya!"
Ali kembali memejamkan matanya ketika mendengar suara ketukan tepatnya gedoran pintu kamarnya. Itu Bima, Kakak satu-satunya yang ia miliki.
"Apalagi sih Mas?" Tanyanya setelah membuka pintu kamarnya.
"Chacha buat masalah lagi disekolah lo ke sana gantiin gue!" Itu bukan permintaan melainkan perintah.
Ariska Wijaya, keponakan cantik pemikat hatinya. Chacha lah yang menjadi obat penawar luka Ali ketika merindukan Nirina karena Ariska adalah putri kandung Nirina dengan Mas Bima, Kakak kandungnya.
Miris bukan?
Ali tidak ingin mengurai kembali kesakitannya akan masa lalu kelam yang pernah melukainya begitu dalam. Bima dan Nirina berselingkuh dibelakang Ali hingga menghadirkan Ariska.
Kejadiannya sudah bertahun-tahun yang lalu meskipun hubungan Ali dengan Bima sempat merenggang namun seiring berjalannya waktu mereka kembali berbicara satu sama lain. Namun hanya sebatas itu karena Ali tidak ingin lagi terlalu dekat dengan Bima, ia takut di masa depan Bima kembali menghancurkan dirinya.
Jangan katakan apapun! Jika ingin menghujat Bima nanti saja karena sekarang Ali harus segera tiba di sekolah Chacha. Ia melakukan semua ini karena Chacha hanya untuk Chacha tidak untuk yang lain.
"Oke. Chacha kan emang anak gue!" Sindir Ali sebelum menutup pintu kamarnya tepat di depan muka Bima yang baru saja akan mengeluarkan suaranya.
"Sialan lo!"
***
Setelah menerima telfon dari sang Ayah, Prilly kembali menghampiri Ariska yang kini sudah sedikit lebih tenang.
Gadis kecil itu masih terlihat sesenggukan namun tak lagi mengeluarkan air mata seperti tadi.
"Jadi sekarang Chacha mau pulang atau masuk ke kelas Ibu aja?"
Ariska mendongak menatap guru cantik yang selama ini cuma ia lirik ternyata memiliki sifat keibuan yang tidak pernah Ariska rasakan.
"Mau ketemu sama Juna." Jawabnya kembali dengan mata berkaca-kaca.
Prilly mengernyit bingung. "Juna? Siapa Juna?" Tanya Prilly dengan lembut.
"Arjuna kembaran Chacha." sahut gadis itu dengan bibir mencebik keluar sebelum tangisannya kembali terdengar.
Prilly dengan sigap membawa Chacha ke dalam gendongannya. Berat memang namun Prilly tidak ingin gadis kecil ini kembali menangis mata Chacha sudah cukup bengkak karena menangis sejak tadi.
Prilly melihat ke sekeliling taman tidak ada satu guru pun yang lewat untuk ia mintai tolong sampai akhirnya seorang guru muda berhijab lewat di lorong seketika Prilly berseru memanggil teman sejawat nya itu.
"Bu Asma!"
Merasa namanya dipanggil membuat Ibu guru bernama Asma itu menoleh dan tersenyum saat melihat Prilly melambaikan tangannya dari arah taman.
"Ada yang bisa saya bantu Bu? Ini Chacha kenapa?" Tanya Asma sesaat setelah menghampiri Prilly yang masih menggendong Ariska.
"Lagi kurang mood Chacha nya Bu. Oh ya Bu boleh saya minta tolong sama Ibu Asma sebentar?"
"Minta tolong apa ya Bu? Selagi saya masih bisa tentu saja akan tolong Ibu."
Prilly mengembangkan senyumannya. Asma ini benar-benar baik dan Prilly sangat menyukai gadis manis ini. Usia Asma jauh lebih muda dari pada Prilly dan disekolah ini gadis itu masih honor belum menjadi pegawai negeri seperti Prilly.
"Ini saya mau bawa Chacha ke UKS dulu, bisa Ibu tolong gantikan saya sebentar untuk mengajar di kelas 5 A?"
"Tentu saja Bu. Siapa sih yang akan menolak mengajari anak-anak panutan seperti anak-anak Ibu Prilly."
"Alhamdulillah. Terima kasih Bu Asma." Prilly segera undur diri menuju UKS. Ia tidak bohong pada Asma karena dirinya memang membawa Ariska ke UKS.
"Nah sekarang Chacha istirahat dulu ya. Biar Ibu telepon Ayah Chacha dulu."
Ariska mengangguk pelan. "Tolong telpon Abi jangan Papa!" pinta Chacha dengan suara lemahnya.
Prilly hanya mengangguk saja ia tidak terlalu paham maksud Chacha yang menyuruhnya untuk menghubungi Abi anak itu bukan Papanya bukankah Abi dan Papa itu sama saja.
Prilly mengusap lembut kepala Chacha, gadis cantik ini terlalu manis untuk disebut sebagai biang onar. Tubuh pendeknya jelas tidak cocok untuk disematkan sebagai preman sekolah apalagi usianya yang masih sangat belia.
Chacha memiliki tubuh mungil seperti dirinya meskipun tubuh Chacha tergolong berisi untuk anak-anak seumurannya. Namun Chacha terlihat begitu imut apalagi dengan rambutnya yang dikepang dua seperti ini.
Prilly tersenyum lembut ketika melihat Ariska sudah tertidur pulas di atas ranjang UKS. Tangan Prilly terangkat untuk mengusap lembut pipi tembem Chacha yang nyaris sama seperti pipinya.
Ah, lucu sekali sih anak ini..
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketulusan Hati
RomantizmNext story aku setelah Karma Cinta yaa.. Ceritanya gk kalah seru kok.. Jangan lupa dibaca terus Vote dan komennya ya dear..