Prilly memilih untuk tidak lagi meladeni Ibunya. Kepalanya sudah nyaris pecah karena informasi yang tiba-tiba Ibunya katakan.Di lamar? Siapa yang akan melamarnya? Kenapa tidak ada yang bertanya kepadanya terlebih dahulu. Apa Ayahnya juga tahu perihal ini atau memang semua ini murni rencana Ibunya?
Apa sebegitu bencinya sang Ibu padanya? Sampai-sampai ia terus dilemparkan ke lubang penderitaan. Bagaimana Prilly bisa menerima lamaran dari pria yang bahkan wajahnya saja tidak pernah ia lihat.
Lelucon macam apa ini?
Prilly semakin memacu langkahnya mengabaikan teriakan sang Ibu yang terus mengingatkan dirinya tentang acara lamaran nanti malam.
Perduli setan dengan lamaran itu! Prilly tidak akan pernah menerima lamaran pria itu bahkan jika pria yang akan melamarnya anak presiden sekalipun.
Prilly berhak menolak karena yang akan menjalani semuanya nanti ia bukan Ibunya.
Prilly membuka pintu mobil Ali dengan cepat lalu menyusup masuk. "Cepetan jalannya Pak!" Pinta Prilly takut jika sampai Ibunya nekad menyusul dirinya dan ketahuan ia pergi dengan siapa.
"Ada apa?"
"Bisa nanti saja kamu tanyanya Mas? Sekarang bukan saat yang tepat!" Prilly bahkan kelepasan memanggil Ali dengan panggilan Mas alih-alih Bapak seperti biasanya.
Ali berdehem pelan ia sedikit terkejut karena Prilly tiba-tiba memanggilnya Mas. Tanpa bertanya lagi Ali segera melajukan mobilnya meninggalkan rumah Prilly.
Sepanjang perjalanan terlihat Prilly yang duduk melamun dengan pandangan mengarah keluar jendela. Suasana masih cukup sepi karena masih jam 6 pagi. Kendaraan juga masih belum terlihat memadati jalan raya.
Sesekali terlihat Ali yang menoleh melalui spion untuk menatap putrinya yang masih tertidur lelap. Matanya juga sering kali mengarah pada sosok mungil yang hari ini terlihat beda dalam berpenampilan.
Ali memang baru dua kali bertemu dengan Prilly, pertama di sekolah yang kedua kemarin dirumahnya namun penampilan Prilly terlihat biasa saja berbeda dengan hari ini.
Dan kalau boleh Ali berpendapat ia lebih menyukai Prilly yang seperti ini cantik sangat cantik. Memang pada dasarnya Prilly cantik namun hari ini wanita ini terlihat lebih menarik saja di mata Ali.
Tanpa sadar Ali terus menilai penampilan Prilly. Sampai akhirnya pukul 7 pagi, Ariska terbangun dan langsung berteriak heboh saat melihat Ibu gurunya sudah duduk manis di samping Abi-nya.
Mendengar celotehan Ariska sedikit membuat hati Prilly tenang. Sejenak ia melupakan peliknya masalah yang akan ia hadapi nanti malam. Untuk saat ini ia hanya ingin menghabiskan waktunya dengan tertawa bersama Ariska, itu saja.
***
"Chacha nggak mau baju ini Bi!" Ariska kembali melayangkan protesnya saat melihat baju yang Ali siapkan untuknya. Mereka sudah memasuki rest area untuk sarapan dan sekalian mengganti baju Ariska yang masih mengenakan baju tidur ketika pergi dari rumah tadi.
"Jadi kamu mau baju apa Nak?" Ali terlihat kebingungan karena ia tidak begitu tahu keinginan putrinya yang menyiapkan baju Ariska itu pembantu mereka bukan Ali.
Prilly memilih diam melihat perdebatan Ayah dan anak ini sampai akhirnya ia memberanikan diri membuka suara. "Chacha kenapa nggak mau pakai baju ini Nak?"
Ariska dan Ali sontak menoleh menatap Prilly. "Abi nggak pandai buat pitain talinya Bu."
Ali ternganga lebar jadi itu alasan putrinya menolak mengenakan baju gaun yang dibawakan olehnya? Benar-benar luar biasa sekali Ariska ini.
Tawa Prilly terdengar merdu hingga membuat Ali menoleh dan matanya sontak terpaku melihat kecantikan Prilly yang bertambah berkali-kali lipat saat wanita itu tertawa seperti ini.
"Ibu yang pitain boleh?"
"Memangnya Ibu bisa?" Tanya Ariska seolah menyangsikan kemampuan Prilly sama seperti Abinya.
"Bisa dong. Nah sekarang kita ganti baju di toilet sana ya?" Prilly menunjuk kearah toilet yang berada beberapa meter dari tempat makan yang mereka singgahi.
Ariska mengangguk setuju. "Ayo Bu!" Ajaknya sambil menggandeng tangan Prilly.
"Saya ke toilet sebentar Pak." Pamit Prilly sebelum beranjak meninggalkan Ali yang hanya mengangguk kaku.
Lah kok Pak lagi bukannya tadi udah dipanggil Mas ya?
Ali mendengus pelan karena pemikiran konyolnya. Sambil menunggu Prilly dan Ariska kembali pria itu melanjutkan sarapannya.
Sampai deringan ponsel Prilly terdengar memecahkan keheningan di meja itu. Ali mengernyit bingung saat melihat nama 'Mami' terpampang di layar ponsel Prilly yang kebetulan wanita itu letakkan di atas meja.
Ali menoleh kearah toilet namun belum ada tanda-tanda Prilly akan kembali terlebih gadis itu harus mengurus Ariska putrinya yang super rewel hari ini.
Ali membiarkan deringan pertama itu terlewat begitu saja sampai akhirnya ponsel Prilly kembali berdering dan lagi-lagi nama Mami terpampang di sana.
"Sepertinya telpon ini penting sekali." Gumam Ali pelan. Apa ia bawa saja ponsel Prilly ke toilet ya? Tapi kalau nanti timbul kesalahan pahaman gimana? Maksudnya itukan toilet wanita bagaimana mungkin Ali bisa masuk ke sana, bisa-bisa nanti ia dituduh pria mesum lagi.
Ali menghembuskan nafas lega saat ponsel Prilly berhenti berdering saat ia akan kembali melahap makanannya ponsel itu kembali berdering. Ali meletakkan sendok dan garpu miliknya lalu ia raih ponsel Prilly.
"Biar saja dituduh lancang siapa tahu ini penting ya kan?" Ali bermonolog sendiri sebelum menggeser tombol hijau di ponsel Prilly lalu ia tempelkan ponsel itu ke telinganya.
"Mami nggak mau tahu pokoknya nanti malam kamu harus pulang sebelum acara lamaran kamu dimulai!"
Deg!
Ali tidak merespon apa-apa terlebih ketika Ibunda Prilly kembali berteriak memarahinya yang disangka Prilly oleh Ibunya.
"Kamu tahun kenapa Mami membencimu? Karena kamu hadir bukan karena cinta tapi paksaan tidak seperti Jessie yang lahir ke dunia dengan sejuta cinta dari Mami dan Papi. Jadi sebagai anak kamu harus tahu diri! Mami nggak mau dengar penolakan kamu nanti malam. Titik!"
Tutt...
Sambungan terputus namun ponsel Prilly masih menempel di telinga Ali. Barusan itu apa? Siapa yang berbicara sekasar itu pada putrinya? Benarkah wanita yang disebut Mami ini adalah seorang Ibu?
Mustahil. Tidak ada seorang Ibu pun di dunia yang mengakui kebencian pada anaknya sendiri. Apa tadi katanya lahir bukan karena cinta? Jika bukan karena cinta lalu kenapa Prilly dilahirkan?
Benar-benar sialan!
Dada Ali tiba-tiba merasa panas. Ia tidak suka ada wanita yang menganggap hina anaknya sendiri. Ibu Prilly sepertinya tak berbeda jauh dengan Ibu kandung Ariska, putrinya.
Haruskah Ali pertimbangkan keinginan Ariska untuk menjadikan Prilly sebagai Ibunya?
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketulusan Hati
RomanceNext story aku setelah Karma Cinta yaa.. Ceritanya gk kalah seru kok.. Jangan lupa dibaca terus Vote dan komennya ya dear..