Bab 33

2.6K 395 18
                                    


"Pi tolong jawab aku kenapa Papi tega mengusir Mami dan Jessie Pi? Jessie sedang dalam masalah kenapa Papi malah mengusirnya dari rumah?" Prilly terus mencerca Ayahnya sampai membuat Ramlan pusing sendiri.

"Ada masalah yang belum saatnya kamu tahu Nak. Sekarang Papi minta kamu fokus sama acara lamaran kamu." Ramlan beranjak meninggalkan Prilly yang masih betah di dalam kamarnya.

"Pi.."

"Iya Sayang?" Ramlan menghentikan langkahnya berbalik menatap putrinya. "Apa Papi setuju dan memberi restu jika aku dan Mas Ali berniat menikah dalam waktu dekat ini?" Prilly bertanya pada Ayahnya. Padahal jika ia ingin membatalkan pernikahan dengan Ali, ia bisa melakukannya saat ini toh tidak ada Maminya yang akan mendesak dirinya untuk menikahi anak dari temannya.

Tapi kenapa hati Prilly justru semakin menginginkan Ali menjadi suaminya. Prilly ingin memiliki Ali meskipun belum ada cinta di antara mereka.

"Papi akan memberikan restu Papi jika calon suami kamu bisa membahagiakan anak Papi."

Mata Prilly sontak berkaca-kaca. "Maafin Papi karena selama ini Papi lalai menjaga kamu Nak." Prilly langsung melemparkan dirinya ke dalam dekapan sang Papi.

"Papi nggak salah Mami juga nggak salah. Nggak ada yang perlu disalahkan Pi karena semua ini sudah garis takdir Prilly. Dan Prilly ikhlas menjalaninya. Prilly juga sudah memaafkan Mami, Prilly harap setelah ini Papi dan Mami bisa kembali bersama." Ucap Prilly dengan setulus hati. Ia benar-benar berharap orang tuanya bisa kembali bersama.

Kamu lihat Dewita! Kamu lihat putri yang selama ini kamu sia-siakan kehadirannya justru menjadi sosok paling tulus ketika mendoakan kebahagiaan kamu!

Ramlan mengangguk pelan. Ia tidak bisa memberikan jawaban apapun selain berharap Tuhan memberikan segala yang terbaik untuknya dan juga orang-orang terdekatnya.

Jika Tuhan menghendaki dirinya dan Dewita berakhir maka Ramlan akan menerima semua itu dengan lapang dada karena bagi Ramlan saat ini kebahagiaan Prilly adalah yang paling utama.

Sama seperti Dewita yang mengupayakan segalanya demi kebahagiaan putrinya maka Ramlan juga melakukan hal yang sama. Walaupun Prilly tidak mendapatkan kasih sayang dari Ibunya maka Ramlan bersedia memberikan segalanya untuk sang putri. Ia tidak akan membiarkan putrinya kembali menderita. Tidak akan.

***

Sekitar pukul 11 siang, orang tua Ali akhirnya tiba di kediaman orang tua Prilly. Wijaya langsung berseru heboh ketika melihat putranya benar-benar melamar putri sulung dari sahabatnya.

"Nggak nyangka ya ternyata anak-anak kita berjodoh." Ujar Wijaya tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya.

Mereka masih berdiri di teras rumah Ramlan setelah berkenalan dengan Prilly, setelahnya Wijaya dan istrinya serta Ali langsung di jamu hangat oleh Prilly dan Ayahnya.

Prilly terlihat segan untuk menyapa Ibunda Ali karena sejak tadi wanita yang ia panggil Tante Nila itu terus saja memperhatikan dirinya. Sepertinya wanita itu sedang menilai layak tidaknya ia bersanding dengan putranya.

Prilly menghela nafasnya, jika memang orang tua Ali tidak setuju maka ia akan memilih mundur. Tidak apa-apa mungkin ia dan Ali tidak berjodoh. Hanya saja Prilly merasa sesak dan sedih mengingat si kembar yang akhirnya tidak bisa memanggil dirinya Bunda lagi.

"Jadi gimana? Kapan pernikahan kalian akan dilaksanakan?"

Prilly yang sejak tadi menundukkan kepalanya sontak mendongak menatap Ibunda Ali yang kini sedang tersenyum lembut kearahnya. Ya Tuhan, senyuman itu sebagai tanda jika ia diterima di keluarga Ali bukan?

"Secepatnya Ma. Terlebih setelah gosip yang beredar Ali tidak ingin menunda pernikahan kami lebih lama lagi." Ali berkata seolah rencana pernikahan mereka memang sudah direncanakan jauh-jauh hari padahal baru kemarin.

"Lalu bagaimana dengan Prilly?" Kali ini Wijaya yang membuka suaranya.

Prilly tersenyum kikuk sambil menganggukkan kepalanya. "Iya saya terserah Mas Ali-nya saja Om Tan--"

"Papa. Dan ini Mama. Jangan lagi pakai Om Tante karena sebentar lagi kamu juga akan menjadi putri kami. Bukan begitu Kurap?" Wijaya mengerling jahil pada Ramlan yang langsung tertawa.

"Ya harus begitu dong Kampret!"

Dan kembali tawa Ramlan dan Wijaya memenuhi ruang makan. Suasana fi meja makan juga sontak kembali menyenangkan meskipun setelahnya mereka kembali membahas perihal pernikahan Ali dan Prilly.

Akhirnya setelah kembali berkumpul di ruang keluarga setelah jamuan makan siang selesai, keluarga mereka kembali membicarakan tentang segala macam keperluan mereka sebelum menikah. Akhirnya sesuai kesepakatan bersama, Ali dan Prilly memutuskan menikah minggu depan.

Ali tidak keberatan begitupun dengan Prilly, keduanya mengaku memang sudah siap untuk membina hubungan dalam ikatan halal. Di antara semuanya Nila-lah yang merasa paling bahagia. Ia benar-benar bersyukur dan sangat berharap jika Prilly bisa menggeser posisi Nirina di hati putranya.

Hingga akhirnya Nila meminta waktu untuk sekedar berbicara dengan Prilly, calon menantunya. Prilly tentu saja tidak menolak meskipun sedikit kikuk ketika ia dan Ibunda Ali duduk berdua di taman belakang rumahnya.

Ali sedang menjemput anak-anak sedangkan Wijaya sedang bercerita tentang Ali dan kehidupan keluarganya pada Ramlan begitu pula sebaliknya, kedua lelaki itu sedang berbagi cerita hidup mereka masing-masing.

"Mama akhirnya lega karena Ali memilih menikahi kamu bukan Ibunya anak-anak." Nila terlebih dahulu membuka suara hingga membuat Prilly menoleh menatap calon mertuanya itu.

Prilly bisa melihat ketidaksukaan Nila pada si kembar, mungkin karena rasa benci wanita ini pada Ibunda si kembar jadi terbawa sampai akhirnya Nila juga ikut membenci si kembar.

"Anak-anak Mama sama-sama hancur karena wanita sialan itu." Nila kembali memperlihatkan kebenciannya pada sosok perempuan yang pernah dicintai setengah mati oleh putranya.

Prilly memilih diam karena ia tidak tahu harus memberikan tanggapan apa terlebih secara garis besar ia sudah tahu perihal latar belakang si kembar juga kandasnya cinta Ali yang memilih berkhianat dengan Kakak tertuanya pria itu.

Prilly tidak tahu seberapa 'pandainya' wanita itu hingga memilih menyakiti Ali pria yang jelas-jelas sangat mencintainya. Jika Prilly yang ada di posisi wanita itu maka ia akan menjaga sepenuhnya hati pria sebaik Ali. Pria yang benar-benar tulus seperti Ali jelas tidak akan main-main dengan cintanya.

Prilly tersentak kaget saat tiba-tiba Nila menggenggam tangannya. "Mama harap kamu bisa membuat Ali lupa dengan wanita itu." Pinta Nila dengan mata menatap Prilly penuh dengan harapan.

"Prilly akan berusaha keras untuk membuat Mas Ali jatuh cinta pada Prilly dan melupakan wanita itu Ma." Jujur, Prilly terkejut ketika mulutnya dengan lancar berbicara seperti itu di hadapan Ibunda Ali. Ia benar-benar tidak sadar dan tidak bermaksud untuk berbicara seperti itu semua terucap begitu saja.

Belum hilang kekagetannya tiba-tiba Prilly merasakan pelukan hangat karena Nila yang tiba-tiba memeluk tubuhnya. Tubuh Prilly sontak membeku sejak kecil ia tidak pernah di peluk oleh Ibunya.

Ya Tuhan beginikah hangatnya pelukan seorang Ibu?

*****

Tolong fokus ke alur ceritanya jangan ke next-nya. Kalau saya ada waktu sempat ngetik pasti saya rajin Up jangan ditagih terus. Fokus ke komen kasih masukan biar moodnya bagus idenya lancar.

Terima kasih.

Ketulusan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang