[22/11/20] 22. TERKUAK

124 31 96
                                    

Ayey update
Aku yakin part ini adalah part yang kalian tunggu-tunggu💖

Ps: Aku lagi cari satu orang yang sudah pro dalam bidang mengedit video (ccp ataupun yang lainnya). Buat yang bisa dan berminat bergabung, kerjasama dengan keluarga besar gezaurelly, silahkan DM di Wattpad akunku ya. TERBATAS

Coba kasih angka 1-10 untuk cerita ini💖💖

Selamat membaca🔥😎

•••

22. TERKUAK

"Asal lo bahagia, gue bahagia, Zia."

Setelah Ardi keluar dari ruangan UKS, Glen langsung sigap menangani Zia yang badannya masih terasa begitu lemas. Kakinya sudah tidak begitu mati rasa, namun masih sedikit berat untuk digerakkan.

Glen memegangi bahu kiri Zia dengan erat. "Sekarang lo liat kan?"

"Kenapa?!" sahut Zia cepat dengan nada ketus seraya mendelik tak suka pada Glen. Sudah cukup Glen selalu mencampuri hidupnya, Ia tidak sepenuhnya suka. Zia tak suka dikekang oleh Glen.

Glen menghela napas pelan, berusaha memberi Zia pengertian. "Zia, lo boleh suka. Tapi jangan bodoh juga!"

Bibir Zia gemetar, matanya menatap Glen dengan nanar. "Iya Glen! Terus! Terus bilang kalau gue itu bodoh, terus! Gue nggak akan marah!"

Glen mengernyit, tak paham maksud arah bicara Zia. Zia lalu menghela napas, mempersiapkan kalimat-kalimat yang akan Ia lontarkan. "Gue nggak akan pernah marah gue mau dibilang goblok kek, bodoh kek, nggak punya otak kek, gue nggak peduli karena itu kenyataan! Tapi kalau lo bilang rasa sayang gue ke Ardi adalah suatu kebodohan, lo salah besar!"

Zia masih terus menatap Glen. "Gue itu nggak suka dikekang sama lo kayak gini, Glen! Mungkin maksud lo baik, tapi cara lo salah! Secara nggak langsung, lo udah hilangin kebahagiaan gue!"

Zia menegak saliva nya. "Glen, berhenti kayak gini. Lo mau dapet apa dari gue? Gue nggak punya apa-apa buat lo!"

Zia memukul dada bidang Glen dari samping karena Glen masih ada di sampingnya. "Lo itu--,"

"Stop, Zia." Glen langsung merengkuh Zia dari depan tanpa menunggu Zia menyelesaikan kalimatnya. Zia yang direngkuh seperti itu lantas langsung meluapkan seluruh air matanya. Perasaan kesal, kecewa, sedih dan takut bercampur menjadi satu. Menjadikannya bingung dengan perasaan apa yang Ia rasakan saat ini.

Glen mengelus punggung kecil Zia. "Udah, Zia. Yang pasti-pasti aja ya. Liat, sekarang lo suka dan sayang sama dia. Tapi apa untungnya buat lo?"

Glen menjeda sebentar perkataannya dengan mengelus puncak kepala Zia yang masih direngkuhnya. "Semenjak lo ekspresif ke Ardi, gue sering banget liat lo nangis. Oke, sekarang gue mau jujur sama lo. Tanpa lo tau, gue itu sering diem-diem merhatiin lo."

"Ng-ngapain?" cicit Zia yang masih ada di pelukan Glen.

"Ngapain? Ya merhatiin lo, jagain lo dari jauh. Gue tau seberapa sering lo nangis, gue tau seberapa galau nya lo di status. Itu semua gue perhatiin demi mastiin lo tetep baik-baik aja."

Glen melepas pelukannya, setengah berdiri dengan tumpuan lutut. Lalu balik menatap Zia dengan intens. "Dan apa tadi lo bilang? Gue merenggut sebagian kebahagiaan lo? Lo salah, Zia. Dengan gue merhatiin lo dari jauh dan nggak nolongin lo selagi gue rasa lo bisa ngatasin sendiri, itu berarti gue nggak mau ambil kebahagiaan lo. Gue ngebiarin lo galauin Ardi, gue sengaja ngebiarin lo bahagia terus nangis lagi gara-gara Ardi, itu semua karena gue nggak mau ganggu apa yang lo suka."

PHOENIX [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang