[11/12/20] 37. WAKTU SEOLAH MEMBENCI

93 20 208
                                    

YEY UPDATE AYEY AYEY
Yuk senyum dulu yuk.. mana? Wkwk

Kamu mau extra part nggak kalau nanti ini udah tamat?

KASIH SEMUA PERTANYAAN YANG MENJANGGAL DISINI BIAR AKU JAWAB SETELAH EPILOG (kalau ada)

🦋Selamat membaca yaa🦋

•••

37. WAKTU SEOLAH MEMBENCI

"Saat sudah terlalu berat untuk bertahan, maka cobalah untuk melepaskan secara perlahan."

Ardi memasang sepatu pantofel hitam ke dua kakinya. Sepatu yang nampak ramping nan panjang kini sudah melekat sempurna dikenakan si pemiliknya, Ia nampak gagah berani. Struktur dan sketsa wajah yang sangat persis dengan tuan Pramones Atmanegara yakni berwajah manis nun tegas, membuat aura kewibawaannya semakin nampak.

Ardi membawa kaki panjangnya masuk menuju mobil porsche berwarna hitam putih yang paling sering Ia pakai. Mobil yang Ia sandang masih ada banyak lagi, terparkir rapih di mansionnya. Apabila ingin mengganti mobil, Ia hanya perlu pergi ke mansion saja lalu menggantinya dengan apa yang Ia mau.

Ardi memundurkan mobilnya untuk keluar dari area parkir apartment ini, membelah dinginnya malam menuju kantor Papa nya berada.

Dengan berat hati dan enggan Ardi terpaksa menerima perintahnya itu. Walaupun ada perasaan yang mengganjal bahwa─ pasti setiap Ia dipanggil oleh Papa nya selalu membicarakan yang tidak-tidak, soal agreement atau progress contohnya. Dan Ardi cukup muak akan hal itu.

Jalanan kota ini sepi lengang, hanya ada beberapa kendaraan saja yang lewat. Maka dengan gesit Ardi lincah melajukan mobilnya supaya cepat sampai di kantor sang Papa.

Setelah sampai, Ardi bergegas memakirkan mobil itu di halaman gedung. Tidak terlalu banyak mobil yang masih ada disini, lalu Ardi bergegas masuk setelah memberi beberapa salam pada penjaga luar gedung.

Ardi langsung naik ke lift menuju lantai 11, seperti apa yang Papa nya sampaikan tadi.

Tak perlu waktu lama, pintu lift pun terbuka. Ardi langsung di suguhi pemandangan dengan pintu bak negara Jepang terbuka dengan sangat lebar di hadapannya.

Lalu Ardi melangkah masuk ke sana. Tanpa merasa heran, Ia langsung mendapati Papa nya yang tengah duduk santai di kursi singgasana nya.

Tanpa mempersilakan atau menunggu dipersilakan, Ardi langsung saja duduk di kursi depan meja kebesaran sang Papa. Melihat wajah sang Papa yang tersenyum sumringah, membuat benak Ardi meronta-ronta ingin melarikan diri dari sini sekarang juga.

"Ada apa Pa?" tanya Ardi skeptis.

"Saya ngomong sama kamu mau langsung ke inti aja, Papa lagi sibuk."

Ardi menyembunyikan tawanya. "Bukannya memang Papa sering begitu ya?"

Pramones mengernyit. "Begitu bagaimana?"

"Seperti nggak ada waktu sama sekali untuk anaknya sendiri."

"Tidak begitu, Ardinata," ucap sang Papa. "Papa begini memang ada keperluan."

Ardi terkekeh ragu. "Oh, benarkah? Bukannya semenjak Mama meninggal, Papa selalu sengaja menjauh dari Ardi?"

Papa nya tercekat. Tak siap menerima pertanyaan dan lontaran demi lontaran mengenai istrinya.

PHOENIX [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang