[09/12/20] 35. RETAK (?)

104 18 152
                                    

YEY UPDATE !!!
Aku mohon banget kamu putar mulmed diatas yaa🙏

KAMU TIM MANA?

#KAWALZIARDI
atau
#GLENZIASEMAKINDIDEPAN

Udah deh gamau spoiler
Selamat membaca yaa

•••

35. RETAK (?)

"Ada banyak hal diantara aku dan kau yang pernah menjadi kita. Ada banyak hal diantara aku dan kau yang pernah menjadi asa. Dan ada banyak hal diantara aku dan kau yang kupaksa melupa. Maaf, bukan aku tak lagi mencinta, hanya saja hati ini sudah lelah untuk kembali berduka."

Zia membawa kaki-kaki panjangnya menuju receptionist Rumah Sakit St. Elisabeth untuk melapor. Lalu kaki jenjangnya itu membawanya jalan dengan cepat menuju lift menuju lantai dua puluh, seperti apa yang sudah Glen sampaikan padanya di telepon tadi.

Setelah sepersekian menit, lift berhenti dan pintunya terbuka di lantai dua puluh. Zia langsung keluar dan mencium aroma rumah sakit yang khas, lalu kedua matanya sibuk mencari pintu dengan tulisan ICU.

Ketika matanya menangkap sebuah pintu, ada Glen yang sedang berdiri sendirian dengan raut wajah cemas disana. Dengan cepat Zia menghampirinya tanpa ragu. Entah dorongan dari mana, Zia memeluk Glen dengan erat dari arah depan, Zia seolah menganggap Glen adalah kakaknya.

Glen diam mematung saat Zia menghambur memeluknya secara tiba-tiba. Terdengar perempuan itu terisak tangis di dalam pelukannya. Lalu Glen mengelus pundak Zia dengan lembut.

"Hei, kenapa lo yang nangis?"

Glen melepas pelukan yang Zia berikan. Merasa canggung karena Zia bukan miliknya, melainkan milik Ardi.

Glen mengusap bahu kiri Zia yang kini bergetar hebat. "Stop ya, jangan nangis lagi."

"Mama sekarang gimana? Mama baik-baik aja kan? Iya, kan?" jerit Zia panik yang sudah menatapnya nanar. Perempuan itu sangat emosional. Walaupun yang sakit adalah Mama Glen, tetap saja itu adalah Mama nya karena sudah Ia anggap Mama sendiri mengingat jasa-jasanya yang telah lalu.

Glen tersenyum lembut menenangkan Zia. "Tenang, Zia. Mama udah ditangani kok sama dokter. Seharusnya lo nggak perlu sedih."

Zia semakin menangis. Kenyataan bahwa Mama nya terserang penyakit sama saja seperti bumi yang sedang meruntuhkan hidupnya.

"Gimana gue nggak nangis, Glen? Dia kan Mama gue juga!" racau Zia yang sudah memukuli dada bidang Glen. Namun dengan gesit Glen menangkap kepalan-kepalan tangan Zia yang ingin meninju dadanya.

"Iya, Zia. Gue ngerti gimana perasaan lo. Udah ya, jangan nangis."

Glen langsung mengusap air mata yang jatuh di pipi Zia. Sebenarnya, Glen pun ingin menangis sejak tadi. Namun Ia lelaki, tidak bisa terlihat lemah begitu saja.

Glen membawanya duduk di kursi tunggu depan ruang ICU. Lalu menaruh bahu dan kepala Zia ke sandaran bahunya. Menenangkan perempuan itu. "Tadi lo kesini naik taksi?"

Zia mengangguk kecil. Dia tidak ingin membuka suara.

"Lo nggak minta anterin Ardi?"

PHOENIX [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang