📸 Case 5.3

1K 172 1
                                    

Jam menunjukkan pukul 9 malam. Mereka semua asyik mengobrol sampai lupa waktu. Tak hanya mereka, Taeil, Doyoung, Kun, dan juga Guanlin ikut mengobrol karena Taeil menutup kedainya lebih awal.

"Wah, sudah jam 9 lagi." Kata Jungwoo saat melihat jam dinding.

"Benar. Xiaojun akan marah jika begini." Hendery meringis kala ada bayangan Xiaojun dengan spatula di tangan.

"Sebaiknya kalian pulang. Besok 'kan kalian masih bekerja." Kata Doyoung sambil tersenyum. "Kun dan Guanlin juga." Tambahnya.

"Hehehe maaf, Ahjumma. Kami terlalu asyik." Kata Kun.

"Ya sudah, ayo kita pulang." Ajak Winwin.

"Renjun, kau tak apa pulang sendiri? Rumahmu jauh, lho dari sini." Kata Haechan khawatir.

"Tak apa. Aku bisa jaga diri." Kata Renjun.

"Bagaimana kalau pulang denganku? Aku bawa motor." Tawar Guanlin.

"Tak perlu. Nanti kau repot." Tolak Renjun.

"Sudah, ikut saja." Kata Haechan mendesak. "Kali aja ada kabar baik besok." Bisik Haechan pada Renjun yang langsung dipukul oleh Renjun.

"Kau ini apa-apaan?!"

"Winwin, ayo bareng." Kata Hendery yang memang rumah mereka satu arah.

"Jungwoo, ayo aku antar." Kata Lucas sambil menyisir rambutnya agar terlihat keren.

"Apa sih? Aku mending naik bus sendiri." Jungwoo pamit pada Taeil dan Doyoung sebelum pulang.

"Aku juga pamit pulang dulu." Kun membereskan meja mereka sebelum pulang.

"Haechan menginap saja, ya?" Kata Taeil.

"Lho? Aku pulang saja, Samchon." Kata Haechan tak enak.

Jika ia menginap, kemungkinan ia akan sekamar dengan Mark. Tidak mau! Tidak sehat untuk jantung!

"Ya sudah, Mark antarkan Haechan pulang."

💮💮💮

Setelah menaiki bus, Mark dan Haechan berjalan menuju rumah Haechan yang tak jauh dari halte.

"Kau yakin akan tinggal sendiri saja di rumah itu?" Tanya Mark.

"Mau bagaimana lagi? Itu satu-satunya peninggalan Ayah." Kata Haechan. "Jika aku pindah, aku tidak tahu harus kemana."

"Kau bisa tinggal di ruko Taeil Samchon." Kata Mark. "Bersamaku."

Haechan mendelik. "Apa sih? Nanti merepotkan! Aku mau tinggal di rumah sendiri." Kata Haechan kesal.

"Jika begitu, kau tunggu uangku cukup untuk membeli rumah untuk kita berdua." Kata Mark dengan santai.

Haechan tentu kaget dengan pernyataan Mark itu. Hei, yang benar saja!

"Lagipula kita adik kakak." Kata Mark yang sengaja menggoda Haechan.

"Ish! Menyebalkan! Enyah kau!" Haechan langsung membuka pintu rumahnya dan masuk lalu menutupnya. Membiarkan Mark tertawa lepas di luar rumah.

"Baiklah, tunggu beberapa bulan lagi!"

💮💮💮

Esok hari, Mark baru saja sampai di kantor. Ada berkas kasus yang ketinggalan disana.

Saat sampai, ia bertemu dengan Jaehyun. "Lho? Mark? Kenapa kau disini? Belum ke rumah Keluarga Hwang?" Tanya Jaehyun.

"Belum. Ada berkas yang ketinggalan." Kata Mark sambil berjalan ke mejanya.

"Yang lain bagaimana?" Jaehyun menatap gerak-gerik Mark.

"Mungkin sudah jalan kesana. Aku tidak tahu." Mark menemukan berkasnya.

"Oh, iya. Soal kasus Keluarga Hwang. Kau tahu? Perusahaanku dan perusahaannya ada kerja sama." Kata Jaehyun tiba-tiba.

Mark menatap Jaehyun. "Kau punya perusahaan?" Tanya Mark.

"Tentu saja. Yaa tidak terlalu besar sih." Jaehyun mengendikkan bahunya. "Tuan Hwang itu orangnya cukup baik untuk diajak kerja sama. Tapi, ia cukup sombong."

Mark memasukkan berkas pada tasnya. "Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?" Tanya Mark.

"Tidak ada. Hanya saja, kau perlu curiga pada seluruh penghuni rumah disana." Kata Jaehyun. "Keluarga Hwang sedikit licik."

💮💮💮

Mark baru saja sampai di rumah Keluarga Hwang. Disana, para rekan kerjanya sudah ada. "Darimana saja kau, Mark?" Tanya Lucas yang sudah bosan menunggu Mark.

"Tadi ke kantor dulu. Ada berkas yang tertinggal." Mark duduk di sebelah Haechan yang menatapnya sengit. "Apa?" Tanya Mark sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Tidak." Haechan menggeleng.

"Lalu, apa lagi yang kalian inginkan? Jeongin 'kan sudah ditangkap." Kata Jimin bingung.

"Maaf, Tuan Hwang Hyunjin tidak mengatakan jika kasusnya selesai. Jadi, kami masih harus menyelidikinya." Kata Mark sambil membaca berkas yang ia bawa tadi.

"Baiklah, di berkas ini, dikatakan bahwa terdakwa, Yang Jeongin, telah membunuh Hwang Hyunoh, Kepala Keluarga Hwang, dengan cara mencekiknya hingga tewas dengan dasi, benar?" Kata Mark.

"Benar." Jawab mereka semua.

"Lalu, saat mayat ditemukan, Jeongin masih berada di TKP." Mark menatap mereka semua. "Tapi, aku merasa janggal. Kenapa kalian bertiga tidak menghampiri Jeongin saat itu?" Tanya Mark.

"Aku sangat shock melihat Tuan Hwang yang sudah tak bernyawa dengan Jeongin disampingnya." Kata Minju sedikit menunduk. "Aku juga takut kala Jeongin mau menghampiriku. Tapi, beruntung Nyonya Hwang datang."

Mark menatap Jimin. "Benarkah itu?" Tanya Mark.

Jimin mengangguk. "Ya. Saat itu, aku ingin menghampiri Jeongin untuk menanyakannya, tapi Yeji keburu datang bersama yang lain juga. Aku tidak mau menyudutkan Jeongin." Kata Jimin.

"Tapi, aku yakin bukan Jeongin pelakunya!" Kata Jisung dengan lantang.

"Kau ini apa-apaan?! Jelas sekali dia yang membunuh!" Kata Jimin kesal.

"Mohon tenang sedikit." Kata Jungwoo mencoba menengahi.

"Tidak!" Pekik Jisung. "Ini pasti ulah kalian!" Kata Jisung sambil menunjuk Jimin dan Minju.

"Jisung, tenanglah." Minho menarik tangan Jisung pelan.

"Sudah, sudah. Para pengacara, mohon kerja samanya." Hyunjin menatap Mark. "Tolong selidiki apa memang benar Jeongin yang melakukannya atau bukan."

Bersambung...

Hai hai hai
Aku kembali gais^^
Dari sini, apa kalian sudah yakin sama pelakunya?
Jika iya, pikiran kita satu jalan :3
Dan, ayo berdiskusi
Bagaimana bisa si pelaku melakukannya?

Makasih udah baca^^
Jangan lupa vomment nya^^
Maaf kalo ada typo :'v
Sampai jumpa~

99,9% truth from a lawyerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang