Wendy membenci keadaan rumah sakit.
Tidak ada alasan khusus kenapa ia begitu membenci tempat penuh duka ini. Sebisa mungkin, setiap kali Renjun sakit ataupun jika dirinya sedang kurang sehat. Wendy akan merawat dirinya di rumah, dsn tidak akan mau di rawat di rumah sakit.
Alasan kenapa ia begitu membenci rumah sakit karena, Wendy pasti akan mengingat perjuangannya melahirkan Renjun seorang diri dulu. Hanya itu.
Ia selalu membenci melihat orang yang tidak beruntung sepertinya berjuang seorang diri untuk melawan penyakit mereka, atau berjuang melahirkan buah hati mereka ke dunia tanpa adanya dukungan dari orang terdekat. Itu menyakitkan.
Tapi, sekarang melihat bagaimana sabarnya sang Ibu merawat ayah di ruangan itu sedikit banyak membuat hati Wendy terenyuh.
Ayah beruntung memiliki seseorang seperti Ibu, pikirnya.
Wendy tersenyum masam. Pikirannya mendadak melambung jauh pada sebuah harapan yang tiba-tiba saja datang ke pikirannya.
Bagaimana jika aku melahirkan putra keduaku? Apa akan ada yang menyemangatiku nantinya?
Namun, Wendy membuang pikiran itu jauh-jauh. Atensinya beralih ketika namanya di elukan pelan oleh suara lemah laki-laki yang aslinya memiliki suara tegas itu.
"Seungwan-ah, ayo kemari.."
Tanpa banyak berkata, Wendy menghampiri ayahnya yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit dalam ruangan besar ini. Ia terduduk di kursi yang tadinya di isi oleh sang Ibu. Kini ibunya beralih, mengajak Renjun untuk ikut serta dengannya. Ibu Wendy tahu bahwasannya ayah dan anak itu harus membicarakan banyak hal.
"Kau kesini hanya dengan mantel seperti itu, apa tidak kedinginan?" Tanya ayah, membuka pembicaraan di antara mereka.
Wendy memegang mantel kremnya yang sederhana lalu menatap ayahnya. Ia mengggeleng. "Tidak."
Tidak ada lagi yang terlontar dari mulut sang Ayah. Wendy berpikir mungkin ayahnya tertidur. Atau memang tidak akan ada penjelasan yang sejujurnya tidak ingin ia dengar. Tapi tak selang beberapa saat kemudian, telinga Wendy mendengar sebuah permohonan yang terucap lirih.
"Seungwan-ah.. maafkan ayah."
Wendy bergeming lama. Di kepalanya mendadak berputar sebuah kalimat lama dari mantan suaminya yang membeberkan fakta pahit rencana ayahnya.
Namun, bukannya mengutarakan kekecewaannya pada sang Ayah, Wendy justru tersenyum. Mengambil tangan keriput ayahnya untuk ia genggam.
"Aku sudah memaafkan ayah." Adalah kalimat yang membuat hati Wendy sedikit tenang dan lega secara bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKYSONE
Fanfiction[✔] Setiap wanita pasti selalu mengharapkan kehidupan pernikahan yang semulus nirmala. Tapi, bagaimana jika takdir berkata lain? Di usianya yang masih muda, Wendy sudah dititipkan sebuah amanah hidup tanpa adanya junjungan dari seorang adam. Semua p...