"Ibu!"
Wendy menoleh ke ambang pintu yang sudah terbuka, menemukan Renjun menghampiri ruangannya di lantai dua kafe mereka. Renjun berjalan mendekati Wendy dengan pandangan menunduk. Ia tidak tahu kalau sedang ada orang lain di ruangan ibunya.
"Kau sudah pulang?"
Renjun mengangguk kaku, ikut bergabung duduk di samping Wendy tanpa menoleh ke sekitar lagi. Namun begitu ia mendengar namanya di panggil oleh suara yang belum lama begitu familiar di telinganya, Renjun lantas menegakkan pandangannya.
"Renjun-ah, kemarilah duduk dekat nenek." Ujar Ibu Wendy sambil menepuk-nepuk sisi tempat duduknya.
"Oh nenek datang?!" Tanya Renjun dengan cengiran sumringahnya. Renjun segera mengambil tempat duduk di samping Ibu Wendy.
Ayah Wendy menatap cucu laki-lakinya yang tumbuh besar dengan baik itu. Mendadak ia kembali di landa rasa bersalah karena kehadiran cucunya itu adalah sebuah kesalahan yang berakibat fatal bagi masa depan Wendy.
Pria berumur itu mendekat ke arah Renjun. Beberapa hari lalu, saat melihat Renjun ikut mengunjunginya di rumah sakit, Ayah Wendy belum sempat menegur cucunya itu secara langsung karena tatapan Renjun begitu kentara bahwa ia canggung.
"Siapa namamu?" Tanya Ayah Wendy, ia menatap Renjun lekat kemudian berbalik menatap Wendy, sangat mirip. Bahkan bisa pria tua itu lihat bahwa hidung Renjun di warisi dari gen Wendy.
Oh ya ampun, Ayah Wendy gemas sendiri melihat cucunya yang ini. Pria bermarga Son itu mengusak rambut cucunya dengan perlahan.
"Son Renjun."
Ayah Wendy sedikit terkejut dengan marga yang di gunakan sebagai nama depan Renjun. Namun, jika membahasnya sekarang bukanlah waktunya. Ayah Wendy menghadapkan dirinya pada Renjun.
"Renjun-ah, apa kau mau merayakan natal bersama dengan sepupumu di rumah kakek?" Tanya Ayah Wendy lembut.
Renjun menatap Wendy ragu, wanita itu hanya tersenyum lalu mengangguk. Menyuruhnya untuk menyetujui tawaran kakeknya itu.
"Apa dengan ibu juga ikut serta?" Tanya Renjun balik, ia menatap wajah sang kakek dengan mata yang sudah seperti anak anjing yang membujuk para tetuanya.
Ayah Wendy tertawa seraya mengacak rambut Renjun gemas. "Tentu saja."
"Baiklah, ayo merayakan natal bersama-sama, kakek."
Begitu Renjun memanggil Ayah Wendy dengan sebutan itu, Ayah Wendy langsung membawa Renjun ke dalam dekapannya. Mengusap punggung kecil cucunya yang harus merasakan kesengsaraan di masa kecilnya.
Dalam hati ia berjanji, di kemudian hari tidak akan lagi membiarkan Renjun yang menderita karena panasnya matahari di musim panas, dan membiarkan Renjun kedinginan di musim dingin seperti sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKYSONE
Fanfiction[✔] Setiap wanita pasti selalu mengharapkan kehidupan pernikahan yang semulus nirmala. Tapi, bagaimana jika takdir berkata lain? Di usianya yang masih muda, Wendy sudah dititipkan sebuah amanah hidup tanpa adanya junjungan dari seorang adam. Semua p...