-49-

7.9K 500 224
                                    

Komen perparagraf ya😌
400 vote + 400 komen tanpa spam langsung update malam ini wkwk :'))

***

Pagi hari ini Yusuf dan Auris sudah berada di depan ruangan Dokter kandungan, usia kehamilan Auris sudah memasuki  tujuh bulan. Selama kehamilan, Yusuf selalu menemani Auris. Tidak pernah sekali pun Yusuf ke luar untuk sekedar bermain dengan temannya, Yusuf hanya ke luar jika ada pekerjaan dan jika ada urusan yang sangat mendesak. Jujur Yusuf bosan jika di rumah terus, karena sebelum menikah hampir setiap malam Yusuf akan ke luar untuk sekedar nongkrong bersama.

Auris sudah memasuki kuliah semester pertama. Berbeda dengan Yusuf yang memutuskan untuk tidak berkuliah karena dirinya sudah resmi menjadi seorang abdi negara.

"Liat deh tu, pasti itu hamil di luar nikah. Emang ya anak zaman sekarang, banyak yang sudah rusak," ucap Ibu-Ibu yang duduk di depan Yusuf dan Auris.

"Ih Yusuf liat Ibu itu," ucap Auris sambil menampakkan wajah sedihnya ke hadapan Yusuf.

"Ya, nggak usah di tanggapin," Yusuf mengelus lengan Auris.

"Aurista Widya Renata," panggil Suster rumah sakit.

"Ayo," Yusuf beranjak dari duduknya, dan mengajak Auris agar segera masuk ke dalam ruangan pemeriksaan. Tapi Auris malah menunduk dan tidak ingin beranjak sama sekali. 

"Kenapa?" tanya Yusuf sambil merapikan anak rambut Auris yang ke tampak dan memasukinya kembali ke dalam kerudungnya. Sejak usia kehamilan enam bulan, Yusuf sudah mengejarkan Auris untuk menutup auratnya. Awalnya Auris menolak dan beralasan bahwa ia masih muda dan bisa menutup auratnya saat sudah tua nanti.  Tapi setelah bujukan dan setelah Yusuf mengatakan jika Auris tidak menutup auratnya Yusuf, papa dan jika anak mereka laki-laki, kami semua akan masuk neraka. Auris mau menutup Auratnya.

"Ayo Ris, masih banyak yang ngantri," tapi percuma Auris masih saja diam.

"Bu, tolong ya mulutnya di jaga. Gara-gara Ibu, istri saya sedih ni. Kami sudah menikah," ucap Yusuf pada Ibu itu. Orang yang ditegur Yusuf itu hanya diam dan menatap ke arah lain.

"Udah Ris, ayo sayang," Auris mengangguk dan beranjak dari kursi itu.

Saat pemeriksaan, mereka melihat layar monito itu dengan berbinar. Di sana anak mereka sangat lah lincah. Janin mereka pun sudah berbentuk dengan sempurna.

"Bayi sehat. Ibu Auris harus lebih banyak memakan makanan yang berkarbohidrat ya dan memakan makanan bergizi lainnya seperti sayur dan buah-buahan." Auris dan Yusuf mengangguk mengiyakan. Emang sejak kehamilan enam bulan, nafsu makan Auris berkurang. Jika makan pun harus Yusuf suapi. Dan berat badan Auris turun secara dratis.

"Saya masih tidak menyangka bahwa Ibu Auris masih berumur delapan belas tahun. Kesempurnaan jalan lahir untuk bayi biasanya seorang wanita harus berumur dua puluh satu tahun. Ini agak mengkhawatirkan saat melahirkan nanti, pinggul Ibu Auris masih terlalu kecil," jelas Dokter panjang lebar.

Auris meremas- remas tangannya. Ia jadi takut sendiri. Yusuf pun sama rasa khawatir juga memenuhi jiwanya.

"Jika tidak bisa di atasi kita akan melakukan operasi sesar."

"Baik terima kasih Dok," Yusuf menyalami Dokter itu begitu pun dengan Auris.

"Hiks, Yusuf gimana ni? Gue takut," Auris menangis dengan terisak-isak saat mereka sudah berada di parkiran.

"Nggak papa, kan ada gue," Perasaannya sama seperti Auris, hanya saja jika Yusuf menampakkan rasa khawatirnya bisa saja Auris akan semakin takut.

"Gimana kalau sekarang kita beli jajan," sambung Yusuf.

Aurista || S E L E S A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang