-19-

7.3K 480 78
                                    

"Auris hamil." Ucap Yusuf dengan sekali tarikan nafas. Auris yang berada di samping Yusuf langsung melototkan matanya sambil melihat Yusuf. Tangan Auris sudah meremas kuat telapak tangan Yusuf. Yusuf yang merasa di remas tangannya membalas remasan tangan Auris tidak kalas keras dengan pandangan yang masih tertuju pada Ibunya dan Kakaknya.

"Akhh." Auris melepaskan gengaman tangannya dari Yusuf. Tangannya sakit, Yusuf meremas terlalu kuat.

Yusuf semakin gusar melihat Ibunya yang menatapnya dengan pandangan mengintimidasi dan Kakaknya yang menatap mereka dengan pandangan tidak percaya.

"Anak di luar nikah?" Tanya Niar syok. Ia tidak menyangka anaknya melakukan zina. Sebelumnya Niar sangat percaya apa yang dikatakan oleh Yusuf bahwa Yusuf tidak melakukan apa-apa dengan Auris dan Yusuf bilang ia dijebak. Dan sekarang Niar mengatahui fakta bahwa Yusuf membohonginya.

"Bukan Bu." Jawab Yusuf yang membuat Niar menghela nafanya lega.

"Ibu nggak nyangka anak Ibu bisa buat anak."  Ucap Niar yang membuat Yusuf malu.

"Iya Bu. Dira nggak nyangka juga." Setelah mengucapkan itu, Dira kembali melihat ke arah Auris.

"Berapa bulan?" Tanya Dira. Dira menatap ke arah perut Auris yang belum membuncit.

"Lima minggu." Jawab Auris dengan kepala yang menunduk. Dira menganggukkan kepalanya.

"Kalian udah makan?" Tanya Niar yang dibalas gelengan kepala oleh Yusuf dan Auris.

"Ya sudah, Auris ayo temanin Ibu masak." Ajak Niar pada Auris. Auris yang di ajak masak langsung menatap Yusuf gusar, Auris tidak bisa memasak, ia takut jika mertuanya tau jika Auris tidak bisa memasak. Dan dipastikan Auris akan kena marah. Yusuf hanya mengangkat bahunya acuh.

"Ayo." Niar mengulangi ajakkannya pada Auris. Dengan gugup Auris beranjak dari duduknya dan ikut ke dapur bersama Niar.

"Mau kemana?" Tanya Dira yang melihat Yusuf ikut beranjak.

"Ke dapur." Jawab Yusuf.

"Jangan, biar Ibu ngomong dulu sama Auris. Kamu jagain Alim aja dulu, Kakak mau potong kuku." Yusuf kembali duduk dan mengambil Alim yang berada di pangkuan Dira.

Di dapur Auris berdiri di samping Niar yang sedang memilih bahan masak di kulkas.

"Auris duduk aja." Ucap Niar lembut pada menantunya. Auris yang diperlakukan seperti itu jadi merasa aneh, biasanya mertuanya itu akan selalu berkata ketus saat bersamanya.

"I-ya Tan" Gagap Auris.

"Tan? Tante maksudnya? Jangan panggil Tante, panggil Ibu."

"iya Bu."

"Kamu nggak bisa masak kan?" Auris memilin tangannya, ia semakin gusar ditanya seperti itu. "Tidak usah dijawab Ibu tau kalau kamu nggak bisa masak. Nggak papa kalau belum bisa, yang penting mau belajar." Niar mengelus pelan bahu Auris, lalu berjalan menuju meja dan memotong sayur.

"Maafin Ibu ya kalau galak sama Auris, Ibu cuman awalnya nggak terima anak Ibu diperlakukan seperti itu. Tapi sekarang Ibu sadar itu semua adalah takdir. Kalian berdua berjodoh, walaupun bersatunya kalian berbeda cara dengan orang kebanyakan." Jelas Niar.

Mendengar kata jodoh dan takdir, membuat hati Auris berbunga-bunga.

"Maaf bu." Niar tersenyum lalu mengangguk. "Kalau Om gimana?" Niar menatap heran dengan Auris yang bertanya 'Om" Om emangnya siapa? Setelah berpikir sebentar akhirnya Niar paham.

"Jangan panggil Om. Panggil Ayah, sekarang Ibu dan Ayah adalah orang tua kamu juga. Kalau Ayah nggak usah dipikirkan, orang tua emang seperti itu. Ayah marahnya cuman sebentar, sebentar lagi juga bakalan baikkan. Apalagi bakalan ada cucu lagi."

Aurista || S E L E S A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang