-46-

7.4K 561 359
                                    

Yusuf diam menatap lama lantai dua rumah Auris. Yusuf sangat ingin bertemu dengan Auris, tapi kalau dipikir lagi belum tentu juga Auris berada di lantai dua.

Sekarang yang jadi masalahnya adalah Yusuf tidak tahu di mana kamar Auris. Yusuf pun memilih menelepon Adel.

Setelah sekitaran lima belas menit berbicara dengan Adel untuk menanyakan di mana letak kamar Auris, rupanya tebakan Yusuf benar jika Auris tinggal di lantai atas dan kata Adel kamar Auris berada di lantai atas yang paling ujung sebelah kanan.

Yusuf mengelilingi hingga paling ke belakang rumah Auris untuk mencari tangga, dan keberuntungan langsung ia dapatkan. Sebuah tangan besi tergeletak di belakang, tanpa menunggu lama lagi Yusuf mengambil tangga itu dan meletakkan di atas balkon.

"Semoga nggak jatuh," gumam Yusuf pada dirinya sendiri.

Yusuf mengangkat tangannya dan mengusap ke permukaan wajah. Berdoa agar selamat.

Ini bukan kali pertama Yusuf naik beginian, sebelumnya Yusuf sering naik genteng rumahnya, hanya saja rumah Auris terlalu tinggi.

Huffff.

Helaan nafasnya Yusuf terdengar setelah tiba di balkon kamar Auris.

Tok. Tok. Tok.

Tok. Tok. Tok.

Tidak ada yang membuka pintu. Yusuf mencoba mengintip dan sialnya pintu balkon ini tertutup dengan gorden pink soft yang tebal hingga tidak tembus pandang. Reflek Yusuf memegang ganggang pintu dan clek pintu terbuka. Yusuf membuka mulutnya karena takjub kaget. Bagaimana bisa Auria seceroboh ini.

Dengan jantung yang berdebar-debar Yusuf membuka pintu itu. Berjalan dengan pelan untuk masuk ke dalam kamar Auris, baru saja satu langka Yusuf langsung terduduk di lantai.

Auris tampak seperti bidadari, baju gamis yang ia belikan melekat indah di tubuh Auris, tapi bukannya semua itu sudah di buang?

Yusuf melangkah dengan pelan menuju ranjang Auris. Tanpa aba-aba, Yusuf langsung memeluk Auris dengan pelan. Auris sedang tidur dan ini keberuntungan bagi Yusuf. Memeluk Auris tidak terlalu erat agar Auris tidak terbangun. Setelah puas berpelukan Yusuf berdiri kembali dan berpikir apa yang harus ia lakukan sekarang.

Huaammm. Yusuf menutup mulutnya yang menguap, karena mengantuk Yusuf ikut tidur di samping Auris. Sebelum ikut tidur, Yusuf lebih dulu mengunci pintu kamar Auris. Lalu membaringkan tubuhnya di samping Auris, menarik pelan bahu Auris agar mendekat ke arahnya lalu memeluk Auris dengan erat.

***

Azan ashar berkumandang, membuat Auris yang tertidur langsung terbangun. Walaupun mata yang berat, Auris tetap memaksakan matanya untuk terbuka. Saat matanya terbuka sebuah pemandangan membuat napas Auris seolah berhenti. Apa ini mimpi? Tidak ini bukan mimpi. Jika bukan mimpi bagaimana bisa Yusuf bisa masuk. Padahal Auris sudah berpesan pada papanya agar melarang Yusuf masuk jika datang ke rumah.

Auris menjauhkan wajah Yusuf agar menjauh dari wajahnya. Auris bangun dan duduk di atas kasur, mata Auris mengelilingi sekitar kamar, dan Auris sudah tahu bagaimana Yusuf bisa masuk. Pintu balkonnya terbuka dengan lebar.

Auris menatap Yusuf lama lalu tangannya menepuk dengan keras pipi Yusuf berulang kali.

"Bangun. Pulang sana," ucapan dan hati memang sering tidak bekerja sama. Di dalam hatinya Auris berharap agar Yusuf tetap bersamanya.

Yusuf mengusap matanya dan membuka mata.

"Ris," Yusuf ikut duduk seperti Auris, menatap Auris dengan senyum lebarnya.

"Ngapain lo di kamar gue. Ke luar sekarang juga," Auris menampilkan wajah marahnya dan menunjuk ke arah pintu kamar.

Yusuf ikut mengikuti arah tunjuk Auris, yang menjadi fokusnya sekarang adalah jari tangan Auris yang terdapat cincin, cincin yang dibelinya.

Aurista || S E L E S A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang