-15-

7K 463 34
                                    

"HOEKK." Auris menekan perutnya dengan tangan. Sejak jam empat tadi hingga setenggah lima, Auris terus memuntahkan makanan. Bahkan Auris merasa tidak ada lagi makanan yang ada di perutnya.

"HOEEKK." Auris kembali memuntahkan isi perutnya, kali ini hanya berisi cairan bening. Dengan bertumpu pada bak mandi, lalu Auris mengambil gayung, mengisi air ke dalam gayung dan menyiram muntahnya.

Tok tok tok

"Oi kenapa lo?" Auris mengalihkan pandangan matanya dari keramik kamar mandi menuju pintu kamar mandi yang di ketuk. Auris tahu yang mengetuk pintu kamar mandi adalah Yusuf. Auris sangat ingin membuka pintu hanya saja ia malu dengan keadaannya sekarang.

"HUEKK." Dengan memegang dinding Auris kembali memuntahkan isi perutnya.

"Oi kenapa lo? Buka pintunya. Kalau nggak gue dobrak." Ucap Yusuf yang sudah menaikan nada bicaranya. Yusuf yang hendak mandi, menunggu Auris di luar yang berada di kamar mandi. Saat menunggu itulah Yusuf mendengar suara muntahan Auris.

"Buka aja." Lirik Auris samar. Pintu kamar mandi mereka memang tidak ada kunci. Tempat untuk mengkunci pintu sudah rusak. Jadi mendengar kata dobrakan rada aneh menurut Auris.

Brak.

Di dalam kamar mandi, Yusuf menemukan Auris yang terduduk di kursi yang biasanya di duduki untuk mencuci pakaian dengan punggung yang di sanderkan ke dinding kamar mandi.

Yusuf berjalan mendekat ke arah Auris. Memegang kening Auris.

"Lo nggak demam." Ucap Yusuf pada dirinya sendiri. "Apa lo lambung?" Tanya Yusuf pada Auris. Auris yang mendengar kata lambung hanya menaikkan bahunya pelan bertanda tidak tau. "Nggak mungkin lo lambung, lo makan aja kayak kesetanan." Sambung Yusuf lagi, Auris menatap sinis Yusuf. Kalau saja tubuhnya tidak selemah ini, akan Auris balas ucapan yang di lontarkan oleh Yusuf padanya.

"HOEEK." Yusuf memundurkankan badannya, tidak ingin terkena muntah. Ia berjalan ke samping Auris, hanya menatap Auris. Ia binggung harus melakukan apa. Apa mengurut tengkuk Auris seperti di sinetron yang ia tonton? Karena terlalu banyak berpikir. Baru saja tangan Yusuf hendak mengurut, Auris sudah selesai memuntahkan cairan bening itu.

"Mau ke rumah sakit?" Tanya Yusuf.

Auris hanya mengelengkan kepalanya. Auris beranjak dari duduknya hendak mengambil gayung dan kembali menyirami muntahnya. Walaupun sangat susah melakukan itu, Auris mencoba sendiri, ia tidak ingin menyusahkan orang lain. Hidupnya sudah terlanjur melakukan semua sendiri, jadi masalah seperti ini sudah sering terjadi.

Yusuf hanya menatap Auris yang menyiram muntahannya sendiri.

"Bisa? Mau gue siram?" Tanya Yusuf.

Auris hanya menggelengkan kepalanya.

"Lo nggak mau keluar? Gue mau mandi ke sekolah." Tanya Yusuf. Auris hanya mengangguk pelan, kembali beranjak dari duduknya dan mencoba berjalan keluar kamar mandi. Yusuf yang melihat cara jalan Auris seperti kesusahan, membuat Yusuf memilih menggendong Auris dan berjalan menuju kamar mereka. Lalu Membaringkan Auris ke atas tempat tidur.

"Lo nggak usah sekolah hari ini." Ujar Yusuf, Auris hanya menganggukkan kepalanya.

"Apa saja yang sakit? Biar gue beli obat di apotek."

"Ini." Auris menaikan tangannya ke atas kepala, pertanda kepalanya sakit. "ini." Auris memegang perutnya.

"Jadi sakit kepala sama sakit perut?" tanya Yusuf memastikan.

"Iya. Tapi kalau perut nggak sakit."

"Jadi?" Tanya Yusuf dengan mengerutkan dahinya binggung.

Auris menyingkap bajunya, memperlihatkan perutnya pada Yusuf. "Ini perut gue kembung gitu." Yusuf ikut memperhatikan perut Auris.

Aurista || S E L E S A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang