-10-

7.6K 422 30
                                    

Yusuf menendang bantal guling di sampingnya dengan kasar, lagi enak-enak tidur ia harus terbangun karena air kemih yang hendak keluar.

Yusuf bangun dari tidurnya untuk duduk terlebih dahulu di atas kasur. Saat melihat ke kanan, ia baru sadar jika Auris tidak ada di kasurnya. Di mana Auris? Apa dia ke Club malam lagi? Rasa amarah menjalar pada tubuhnya hanya dengan membayangkan Auris pergi ke Club itu lagi.

Ia melihat-lihat disemua area kamarnya mencari ponsel untuk menghubungi Auris. Tapi sia-sia tidak ada. Karena tidak ada ponselnya di kamar, Yusuf keluar mencari ponsel. Tiba di luar bukan hanya ponselnya saja yang terletak di atas meja tapi Auris yang tampak tertidur di atas sofa dengan tv yang masih menyala. Membiarkan itu semua Yusuf memilih untuk ke kamar mandi terlebih dahulu.

"Oi." Teriak Yusuf di depan telinga Auris. Setelah selesai menyelesaikan urusannya di kamar mandi Yusuf langsung menuju Auris yang masih tertidur di sofa.

"Ris, bangun. Aurista." Yusuf menggoyang goyangkan badan Auris yang terlihat sangat pulas, anehnya wajahnya pucat. Mungkin karena kedinginan pikir Yusuf.

Auris mengerakkan badannya sekilas. Yusuf pikir Auris akan segera bangun dan nyatanya Aurus tidak bangun ia hanya mengeserkan badannya menjadi terlentang yang sebelumnya tidur secara menyamping dan sekarang berhadapan dengannya.

"Em." Auris menjawab dengan sangat lirih.

Yusuf melihat tangan Aurus mengaruk-garuk  tangannya. Yusuf menghembuskan nafasnya kasar. Sudah tau banyak nyamuk di sini masih aja cewek ini tidur di luar.

"Lo kenapa sih? Udah mati? Udah siap gue sembelih?" Tanya Yusuf asal.

"Em Suf." Gumam Auris yang sudah sedikit membuka matanya.

"Bangun bodoh. Ngapain lo tidur di sini? Mau di ambil sama pocong? Tadi gue lihat pocong merhatiin lo dekat kamar mandi di sana." Ucap Yusuf menakut-nakuti Auris sambil menunjuk dinding dekat kamar mandi. Yusuf menakuti Auris agar ia bangun dan tertidur. Ia sudah menebak jika terus membiarkan Auris tidur di sofa, besok paginya Auris pasti akan merengek karena pegal yang ia rasakan pada badannya sendiri.

Auris reflek hendak bangun tapi sialnya perutnya sangat sakit hingga terbaring kembali.

Wajah Auris sudah memerah ketakutan. Bahkan matanya sudah berkaca-kaca hendak menangis. Bayangan buruk bergentayangan di kepala Auris. Auris terus membayangkan pocong yang mebopongnya menuju kuburan seperti film yang ia tonton.

"Hiks. Em kamu bohong kan Suf." Ucap Auris sambil mengusap matanya yang berair.

"Kenapa nangis? Siapa suruh nggak tidur di kamar."

Mendengar ucapan Yusuf, Auris berpikir kenapa bisa ia tidur di sini? Dan Auris sudah menemukan pertanyaan yang tadi berkeliaran di kepalanya. Ia pingsan bukan tidur dengan sengaja di sini.

"Gendong Suf. Gendong selamatin aku." Auris mengulurkan kedua tangannya seperti balita ke arah Yusuf. Berharap Yusuf mau mengendongnya.

"Malas ah gue. Manja banget, jalan sendiri. Gue mau ke kamar, mau tidur."

"Huaaa, jangan tolong Gue. Perut gue sakit benget Suf. Serius gue nggak bohong. Rasanya tu nggak sanggup bangun." Ujar Auris yang lebih membesarkan intonasi suaranya.

"Alasan aja lo bilang aja kalau mau di gendong. Ngaca dong, lo udah tua masih aja minta di gendong. Kalau nggak lo tidur di sini aja." Yusuf pergi dari hadapan Auris setelah menghempas tangan Auris.

Selepas Yusuf pergi, Auris pelan-pelan menaruh tangannya di karpet di lanjutkan ia menurunkan kakinya. Mencoba untuk perlahan menuju kamar yang tidak jauh dari sini. Huffft, Auris meneteskan air matanya ini sangat sakit sangking sakitnya Auris mau ada yang menyutiknya agar tidak sadarkan diri.

"Aduhhh, kenapa sih ini?" Guman Auris yang menekan perutnya. "Pocong jangan bawa gue ya." Segelah mengucapkan itu Auris memilih untuk tidur di karpet.

"YUSUFFF, DARAH YUSUF. GUD BENER-BENER BAKALAN MATI INI. PASTI INI DARAH GARA-GARA POCONG. ANJING LO SUF, KELUAR CEPET TOLONG GUE." Teriak Auris gusar. Auris awalnya sudah hampir tertidur, tapi ia merasa risih karena merasakan sesuatu mengalir di pahanya. Auris yang sudah merasa was-was mencoba memegang yang basah itu, rupanya yang basah itu adalah darah.

Yusuf tersentak dalam tidurnya, suara perempuan itu benar-benar seperti toa. Jika tetangga dengar bagaimana?

"Kenapa sih?" Tanya Yusuf dengan wajah bantalnya. Yusuf sekarang sudah berdiri di dekat pintu dengan mata yang terpejam.

"Darah Suf." Ucap Auris dengan terbata-bata.

Yusuf yang mendengar kata darah, membuka matanya dengan syok. Ia berjalan menuju Auris, berjongkok di sampingnya. Mengedarkan matanya ke badan Auris mencari darah yang disebut Auris.

"Kenapa bisa gini?" Tanya Yusuf yang tidak dapat menutup keterkejutannya melihat darah yang membasahi karpet dan celana Auris.

"Hiks. Nggak tau." Tanpa banyak kata Yusuf mengulurkan tangannya ke lekukkan kaki Auris dan punggung Auris mengendongnya membawa ke kamar.

Mendudukkan tubuhnya di atas kursi belajar dengan Auris yang duduk di pangkuanya. Ia dapat mendengar isak tangis Auris. Yusuf mengambil sarung yang terletak di atas meja, membukanya lebar lalu mencoba mengangkat sedikit tubuh Auris, memasangkan sarung itu hingga melewati pinggang Auris. Tubuh Auris sudah separuhnya tertutup oleh sarung bermotif batik. Yusuf bahkan tidak menperdulikan darah yang mengenai celananya.

"Sekarang lo buka celananya. Nggak bisa tidur pakai celana begini. Kotor sprei."

"Bukain." Ucap Auris. Yusuf menghela nafas pasrah, dengan engan Yusuf memasukan tangannya ke dalam sarung, membuka celana rumahan dan celana dalam Auris. Setelahnya melempar celana itu ke dalam keranjang kotor.

"Ini darah haid kali. Lo bodoh banget sih, masa cewek nggak tau ini darah apa." Yusuf memiliki Kakak dan Ibu yang sama-sama perempuan jadi hal seperti ini buka lah hal yang tabu baginya. Walaupun Yusuf tidak tau spesifiknya.

Auris yang menutup matanya sambil menyenderkan kepalanya di bahu Yusuf, langsung terbuka mata dengan lebar. Apa benar ini darah haid? Tapi Auris tidak pernah haid sampai sesakit ini. Biasanya pun pada hari pertama darahnya tidak akan langsung sebanyak ini. Jika di pikir-pikir lagi bisa jadi, karena Auris belum haid, pada bulan kemarin.

"Em." Gumam Auris pelan.

Yusuf kembali mengangkat badan Auris membaringkan tubuh Auris di atas kasur.

"Udah ya lo tidur terus, gue mau tidur. Jangan ganggu."

"Kalau tembus gimana? Kan tadi lo bilang suruh buka celana supaya nggak tembus. Kalau gini sama aja kan darahnya bakalan bocor juga.

"Ihh. Lo yang haid kok gue yang mikir. Mikir dong pakai kepala lo itu."

"Nggak tau gue Ris."

"Tolong ambil celana dalam, sama pembalut bentar." Pinta Auris.

"Nggak mau gue. Udah gue bawa sampai sini. Masih aja lo enak nyuruh-nyuruh gue."

"Sekali lagi, habis ini nggak ganggu lo." Auris menempelkan kedua tangannya, memandang Yusuf dengan sangat memohon.

Dengan kesal Yusuf mengambil celana beserta pembalut.

"Pasangin juga ya. Pakein juga." Ucap Auris dengan wajah polosnya.

"Tadi lo bilang abis ini lo nggak bakalan nyuruh gue lagi." Balas Yusuf dengan kasar.

"Ihhh susah gue bangun. Sakit ni perut." Auris memelas dengan wajah yang sudah bersiap ingin menangis lagi.

Yusuf dengan wajah yang nampak marah mengambil celana dalam beserta pembalut. Memasangkan pembalut itu di celana dalam setelah melihat pertunjuk cara memakai pembalut itu.

"Angkat dikit pantat lo." Suruh Yusuf pada Auris, jika Auris hanya berbaring seperti ini percuma celananya tidak akan masuk secara pas.

"Nggak bisa Suf sakit."

"Ya Allah Ris. Lo kenapa sih? Ke rumah sakit besok." Yusuf mengangkat sedikit badan Auris, hingga celana itu terpasang secara pas. Yusuf mengeluarkan tangannya dari sarung yang ia pasangkan tadi.

"Nggak mau."

"Ckk, Yaudah tidur lo sekarang."

***
VOTMEN JANGAN LUPA YA:')) KALAU MAU TAU KEADAAN AURIS GMNA 😚

Aurista || S E L E S A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang