-33-

6.3K 599 41
                                    

"Suf bangun, bangun. Lo di panggil tu sama Ibu Oja." Yusuf yang tertidur di bangku paling belakang hanya bergumam kecil. Sejak kejadian tadi sore saat Auris yang harus di bawa ke rumah sakit, Yusuf sudah merasa tidak enak badan. Hanya saja Yusuf menahan dirinya agar tidak menunjukkan rasa sakitnya pada Auris.

Badan Yusuf bahkan sudah sangat kedinginan. Ia merasa sebentar lagi Yusuf akan step dan meninggal di tempat.

"Lo sakit, ke UKS aja sana." Suruh Deffin yang tepat berada di samping tempat Yusuf duduk. "Bangun oi." Deffin kembali menepuk bahu Yusuf berulang kali dengan keras, soalnya Ibu Oja salah satu guru yang galak di kelas mereka, jadi Deffin hanya merasa kasian jika Yusuf harus di hukum.

Yusuf yang tidur terlungkup di atas meja dengan tangan yang tadinya menutup wajah langsung berusaha bangun sambil meringis pelan.

"Saya sakit bu, mau ke uks." Balas Yusuf tidak nyambung dengan pertanyaan Ibu Oja sebelumnya.

"Jangan main-main kamu sama saya. Cepat jawab pertanyaan saya, kamu pikir saya nggak lihat kamu dari tadi tidur di situ?" Ucap Ibu Oja galak dengan mata yang melotot dan bibir merona yang terpancar hingga menyilaukan semua mata murid ajarannya.

"Betulan Bu dia sakit." Deffin berusaha membela temannya. Dan berhubung Deffin adalah anak yang berprestasi, membuat Ibu Oja sedikit luluh. Dengan berdehem pelan, Ibu Oja berjalan menuju Yusuf dan langsung memeriksa kening Yusuf.

"Yasudah kamu boleh keluar ke UKS. Tapi sendirian."

Yusuf hanya menatap sinis Ibu Oja dan berjalan menuju pintu kelas sambil memegangi meja-meja yang berada si sampingnya. Saat bangun dari duduknya kepala Yusuf langsung di terjang penyakit, kepalanya sangat nyut-nyutan. Hal ini membuat Yusuf berjalan tidak tentu arah.
Tiba di luar kelas Yusuf terjatuh tepat di samping pintu kelas. Dengan perlahan Yusuf bangun, berusaha untuk bangun dan kembali melanjutkan langkahnya yang sedikit berat.

"YUUSUFFFF." Teriakan sesorang di iringi dengan pelukan yang sangat kuat membuat ke duanya oleng dan terjatuh merembes ke atas tanah, dengan Auris yang berada di atas Yusuf.

Auris yang merasa terjatuh terheran-heran, tidak bisanya Yusuf terjatuh saat Auris memeluk Yusuf seperti tadi. Buru-buru Auris bangun dan berdiri di samping Yusuf.

"Lo kenapa Suf?" Auris menatap wajah pucat Yusuf dengan prihatin dan tangan yang sudah menangkup kedua pipi Yusuf. Dan pipi Yusuf pun sangat lah panas membuat Auris ketakutan. "Aduh kok panas banget!" Auris yang sudah mengubah nama panggilannya pada Yusuf jadi kalang kabut sendiri. "Aduh, ayo kita ke UKS." Auris berusaha untuk menarik badan Yusuf agar bangun dari baringannya. Dengan di papah oleh Auris, Yusuf mengikuti langkah kecil Auris.

Sampai di dalam UKS, Auris membantu Yusuf berbaring di atas brangkar yang tersedia di UKS.

"Kok lo di luar kelas?" Tanya Yusuf sambil menatap heran Auris.

"Em itu kelas gue lagi jam kos, dan tadi gue di suruh ke BK sebentar." Jawab Auris sambil mengusap-usap kening Yusuf yang berkeringat.

"Lo buat masalah apa lagi? Lo berantem lagi? Lo taukan lo lagi hamil." Yusuf menatap kesal pada Auris, karena Yusuf tau jika Auris emang suka berkelahi, Yusuf pun tau karena kawan perempuan di kelasnya suka bergosip dan secara tidak sengaja Yusuf mendengar gibahan itu.

"Nggak kok, gue udah berubah. Tapi gue itu cuman misahin dan gue tadi ke BK buat jadi saksi." Balas Auris sambil menatap Yusuf senang. Karena melihat Yusuf yang berkata seperti tadi membuat Auris merasa jika Yusuf sedang khawatir padanya.

"Em. Btw, lo nggak marah lagi sama gue? Tapi lo sebenarnya marah kenapa sih?" Auris yang sedang mengusap kening Yusuf jadi berhenti, kemarin setelah pulang dari klinik setelahnya di nyatakan tidak ada masalah serius dari kesehatan nya, Auris langsung terdiam seribu bahasa, bahkan Auris hanya mengangguk ataupun mengeleng jika Yusuf ajak bicara.

Hanya saja saat bangun pagi tadi, Auris jadi merasa bersalah sudah memperlakukan Yusuf seperti orang jahat. Padahal Auris sendiri tau jika apa yang di katakan oleh Ghali belum tentu benar.

"Kok berhenti sih." Yusuf menarik tangan Auris dan kembali meletakkan tangan itu di atas keningnya. Auris yang tersadar dari lamunannya kembali mengusap dahi Yusuf. "Jadi lo marah kenapa?"  Tanya Yusuf lagi karena tidak mendapatkan balasan dari Auris.

"Nggak marah, cuman kesal aja lihat wajah lo Suf." Ucap Auris dengan kekehan yang samar.

"Kak." Panggil seseorang membuat Auris terkejut, dan reflek melepaskan tangannya dari dahi Yusuf.

Yusuf yang merasakan tangan itu tidak ada di keningnya lagi mendengus kesal.

"Iya." Rupanya Ica lah yang datang, adik lating mereka yang kebetulan menjadi penjaga UKS. Tanpa permisi dengan Auris, Ica langsung memegang kening Yusuf untuk mengecek suhu badan Yusuf dengan mulut yang seperti menahan senyuman. Auris yang melihat itu semua menatap tidak suka.

"Gimana?" Tanya Auris, saat Ica masih saja diam dan hanya terus menatap Yusuf.

"Eh, em. Demam Kak. Kakak siapa Yusuf?" Auris yang ditanya seperti itu hanya mendehem, lalu menjawab dengan lantang.

"Gue ini pacarnya." Jawab Auris sambil tersenyum lebar, Ica pun tertawa mendengar jawaban Auris. Bagaimana tidak, semua orang juga tau jika cinta Auris hanya bertepuk sebelah tangan.

"Apa lo ketawa-ketawa?" Ica yang tadinya ketawa jadi terdiam membisu. Rasa takut memenuhinya, bayangan akan dijambak oleh Auris membuat Ica jadi menciut.

"Enggak ada Kak." Ica langsung mengambil obat pereda demam dan berjalan ke arah Yusuf hendak membantu Yusuf meminum obat.

"Ih biar gue aja, keluar lo sana." Auris langsung menghentikan Ica yang sudah memegang rambut Yusuf.

Ica hanya menatap diam Auris tanda tidak ingin menuruti perkataan Auris. Tapi saat Auris memelototkan matanya buru-buru Ica langsung keluar dari UKS.

Auris mengambil sebutir obat penurun demam di samping ranjang dan mengambil air hangat yang di bawa oleh Ica.

"Suf buka mulut mau masuk di obatnya." Ucap Auris sambil sedikit mencoba membuka mulut Yusuf.

"Mana?" Yusuf membuka matanya yang tadinya sempat terpenjam dan menyodorkan tangannya meminta obat dari tangan Auris.

Langsung saja Auris memberikan sebutir obat di tangan Yusuf.

"Satu lagi."

"Apanya?"

"Obatnya."

"Hah?" Yusuf yang sudah kesal dengan kebodohan Auris langsung mengambil obat lagi di samping Auris dan menelan obat sebanyak dua butir.

"YUSUF LO BISA MATI." Auris langsung panik, ia bahkan sudah menangis. Auris menepuk dengan keras punggung Yusuf berharap obat itu keluar dari badan Yusuf.

"Nggak bakalan woi. Udah Ris jangan pukul sakit."

"Eh iya deh." Auris mengusap air matanya dengan kasar dan memilih untuk duduk di kursi. Percuma rasanya Auris mencoba memberikan Yusuf arahan, rasanya belum pernah Yusuf mengikuti ucapannya.

"Ris, gue mau muntah ni." Yusuf sudah terduduk di atas ranjangnya dan menutup mulutnya menggunakan tangan.

Auris buru-buru mencari plastik, setelah menemukan plastik itu, langsung saja Auris langsung mendekatkan plastik itu ke arah mulut Yusuf.

"Udah." Ucap Yusuf.

Auris langsung membawa plastik itu keluar dari UKS dan membuangnya.

"Gimana masih sakit, apanya yang sakit?" Tanya Auris setelah kembali ke dalam UKS.

"Kepala." Jawab Yusuf.

Auris berjalan mendekat ke arah Yusuf dan langsung mengusap kepala Yusuf dengan pelan.

"Suf, udah bunyi bellnya. Nanti kita numpang di mobilnya si Anara aja ya buat pulang."

***

Di Kbm cerita Aurista udah tamat ya. Bagi kalian yang nggak mau nunggu Kalian bisa baca di Kbm.

Cuman mau bilang kalau votenya jauh banget dari yang lihat. Aku bakalan lama update nya.

Makasih buat yang selalu komen, aku sayang kalian.

Makasih sudah baca dan suka dengan cerita ini. I lop yu.

klu ad typo atau g nymbngg komen aj ya :)

Aurista || S E L E S A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang