"Hiks jangan gitu Suf. YUSUF TOLONG GUE SUF. " Auris terus menangis dengan keras, saat tubuhnya sudah di depan kontrakan, menuju mobil yang tidak jauh lagi dari hadapan Auris.
Yusuf hanya menatap datar ke arah Auris yang sudah hampir masuk ke dalam mobil Papanya. Yusuf memegang lehernya sambil mengoyangkan kepala ke kanan kiri, sambil terus melihatnya Auris yang melihat ke arahnya dan terus memberontak dari pegangan sang Papa.
Melihat Auris yang sudah hampir masuk ke dalam mobil, Yusuf langsung berlari dan menerjang pengawal mertuanya hingga tersukur. Mawan yang melihat anak buahnya jatuh tanpa sadar melonggarkan pegangannya terhadap Auris.
Hal itu menjadi kesempatan Auris untuk berlari, memasuki rumah kontrakannya dan menguci pintu rumah. Lalu masuk ke dalam kamar dan memasukkan badannya ke dalam selimut.
Yusuf tersenyum remeh melihat Mawan yang terbungkam begitu pun dengan pengawal itu.
Pandangan Mawan tidak pada Yusuf tapi ke arah pintu rumah di mana Auris yang berlari memasuki rumah.
"Kejar dia." Mawan berucap sambil menatap pengawal yang belum terkena pukulan dari Yusuf. Lalu pandangan matanya mengarah pada rumah. Pengawal yang mengerti maksud dari Bossnya langsung berjalan menuju rumah untuk menarik Auris lagi.
"BERHENTI." Teriak Yusuf pada pengawal yang berjalan menuju rumah tempat Auris bersembunyi. Sayangnya pengawal itu tetap berjalan tanpa mengindahkan perkataannya. Dengan berlari Yusuf langsung menerjang punggung pengawal itu hingga tersungkur, karena tidak terima pengawal itu membalas pukulan Yusuf, tapi Yusuf berhasil menghindari pukulan itu. Hingga mereka saling pukul satu sama lain.
"Kau bantu dia." Tunjuk Mawan pada Yusuf dan pengawal. Pria yang sudah beranjak dari tanah tadi pun langsung menuruti perintah Mawan dan ikut menerjang Yusuf.
Saling memukul pun terjadi, hingga kedua pengawal itu tersungkur jatuh dengan wajah yang menahan kesakitan. Yusuf membalikkan wajahnya ke arah Mawan, lalu meludahkan darah dihadapan Mawan.
"Mau berantem?" Tanya Yusuf sambil menatap sinis Mawan. Sedangkan Mawan tidak menunjukkan ekspresi takut sedikit pun.
"Anak ingusan." Ucap Mawan pada Yusuf.
"Ouh ya? Nggak mungkin dong anak ingusan bisa bikin anak." Mawan yang kesal dengan ucapan Yusuf langsung memberikan Yusuf bogeman mentah di pipi kanannya dengan keras.
"Saya tidak akan membiarkan kalian bersatu." Setelah mengucapkan itu Mawan langsung memasuki mobilnya, lalu mengemudi mobil hingga menghilang dari pandangan Yusuf.
"Anjim, sakit." Yusuf sontak memegang pipinya. Ia melihat sekeliling rumah dan ternyata ada beberapa tetangga yang menonton kejadian barusan. Saat mereka tahu Yusuf melihat ke arah mereka, para Ibu-Ibu itu langsung pergi. Yusuf menggelengkan kepalannya heran, lalu berbalik menuju rumahnya. Di perjalanan Yusuf menyepak kedua pengawal yang terduduk di atas tanah. "Kasian deh lo di tinggal." Ucap Yusuf, tanpa melihat pengawal itu lagi, Yusuf langsung menuju pintu depan rumah.
Saat Yusuf memegang ganggang pintu, rupanya pintu itu terkunci dari dalam.
"Oi buka pintunya."
"AURIS BUKA PINTUNYA." Auris bukannya tidak mendengar hanya saja Auris berpura-pura tidak mendengar sebab Auris takut jika Yusuf malah berubah pikiran dan menyuruh Auris kembali pada Papanya.
Masih saja tidak ada jawaban dari dalam. Yusuf menghela napas lelah. Lalu duduk di kursi depan rumah. Saat sudah duduk selama tiga puluh menit, Yusuf baru sadar jika pintu belakang rumahnya belum tertutup. Langsung saja Yusuf ke belakang, dan untungnya pintu itu masih terbuka.
"Woi lo tidur ya?" Tanya Yusuf yang sudah berada di dalam kamar dan melihat Auris yang sudah tenggelam di telan selimut.
Karena penasaran pada Auris yang tidak menjawab pertanyaan Yusuf langsung berjalan menuju Auris dan menarik selimut itu.
Auris yang merasa selimutnya ditarik tetap mempertahankan selimutnya. Yusuf yang sudah sangat kesal langsung menarik selimut itu dengan kuat hingga selimut itu terlepas dan badan Auris yang terdorong oleh selimut. Yusuf buru-buru memegang pinggang Auris hingga tidak jadi terjatuh. Yusuf menatap wajah Auris yang sudah penuh dengan air mata, bahkan masih ada air mata yang tumpah dari mata indah itu.
"Yaudah nggak usah nangis lagi, udah pergi Papa lo." Ucap Yusuf sambil mencolek lengan Auris.
Auris menepis tangan itu dengan kasar.
"Idih gambek. Tadi tu gue cuman mau memberi lo hukuman karena selalu bilang mau gugurin anak." Jelas Yusuf pada Auris yang masih memalingkan wajahnya.
"Gimana enak tadi?" Tanya Yusuf sambil terseyum remeh. Tapi bukannya membalas hinaan Yusuf, Auris malah kembali membalikkan badannya membelakangi Yusuf.
"Lo udah makan belum? Makan siang dulu sana." Suruh Yusuf pada Auris. Sebelum pulang tadi Yusuf memang sudah membeli nasi bungkus. Dan Auris masih saja tetap bungkam, tidak memperdulikan ucapan Yusuf.
Yusuf yang berniat ingin membuat Auris bangun malah di tendang oleh Auris.
"Ayo makan." Ajak Yusuf lagi tidak mengambil hati dengan tendangan dari Auris tadi.
Akhirnya Yusuf memilih makan sendiri tanpa ada Auris. Saat ingin memulai makan rasa sakit pada gusinya kambuh. Ini pasti karena pukulan Papa Auris yang tidak main-main. Setelah duduk selama sepuluh menit Yusuf melihat ke arah jam yang sudah hampir melewati waktu makan siang.
Hufft, Auris benar-benar menyusahkan Yusuf.
Yusuf kembali masuk ke dalam kamar Auris, membawa Auris ke dalam pelukkannnya lalu mengendong Auris dengan paksa.
"Turunin." Bentak Auris tepat pada telinga Yusuf. Selama perjalanan ke dapur Auris terus memberontak dengan mengigit bahunya dan mencakar wajahnya
"Makan." Bentak Yusuf setelah Auris duduk di meja makan. "Kalau lo nggak makan, gue nggak bakalan pulang lagi." Ucap Yusuf mencoba mengancam Auris. Dan bukannya makan Auris malah semakin menangis. Karena tangisan yang tidak berhenti itu Yusuf berinisiatif untuk mengambil nasi dan lauk lalu menyuapi Auris yang seperti anak kecil saat ini.
Saat di suapi Auris mengangkat wajahnya dan tidak menyangka jika banyak lebam di wajah Yusuf dan bekas cakaran pada wajah den leher, Auris baru mengetahui hal ini karena Auris tadi tidak memperhatikan Yusuf.
Auris memilin tangannya satu sama lain. Auris jadi menyesal karena sudah marah-marah dan menyakar wajah Yusuf. Seharusnya Auris berterima kasih, walaupun Yusuf tidak sepenuhnya memperlakukannya dengan baik.
"Buka mulut lo." Yusuf menyodorkan satu suapan pada Auris.
"Lo udah makan?" Tanya Auris.
"Belum nanti aja. Cepat buka mulut." Auris membuka mulutnya, makanan itu pun masuk ke dalam mulut Auris. Akhirnya makanannya habis tidak tersisa.
"Jangan lupa shalat asar. Gue mau tidur dulu sebentar." Auris hanya mengangguk.
Yusuf yang mulai tertidur berbeda dengan Auris yang duduk di meja belajar sambil terus memperhatikan Yusuf, saat merasa Yusuf sudah sepenuhnya tidur. Auris mengambil obat-obatan dan berjalan mendekat ke arah Yusuf. Tiba di depan Yusuf, Auris langsung mengobati luka itu dengan pelan. Yusuf sempat menunjukkan kesakitan, tapi hal itu tidak membuat Yusuf terjaga dari tidurnya.
***
Komen 300 langsung update.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aurista || S E L E S A I
Teen FictionPART MASING LENGKAP!!!! ⚠️ DON'T COPY MY STORY ⚠️JIKA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, KEJADIAN, LATAR, SUASANA SAYA MOHON MAAF SEBESAR-BESARNYA KARENA ITU DILUAR DUGAAN SAYA! ⚠️ JANGAN BACA DIWAKTU SHALAT, TETAP JADIKAN AL-QURAN PALING UTAMA UNTUK DIBACA ⚠...