-47-

7.7K 540 368
                                    

"Suf lebih baik lo pulang aja," ucap Auris tanpa rasa segan sedikit pun.

"Kok ngusir sih," Yusuf yang sekarang duduk di atas kasur bersama Auris jadi merasa tidak enak. Apa lagi kesalahan yang ia perbuat!

"Bukan ngusir, tapi bentar lagi malam dan papa pasti masuk ke dalam kamar, buat ngantar makanan, kalau papa liat lo ada di kamar pasti papa bakalan marah," Auris mencoba menjelaskan pada Yusuf agar tidak salah paham. Auris tidak yakin papanya akan marah, atau malah senang dengan kehadiran Yusuf. Tapi lebih baik Auris mencari cara aman, dari pada Yusuf dipukuli orang suruhan Mawan.

"Nggak mau. Kan nanti lo bisa ke luar buat makan," Yusuf mendekat ke arah Auris, memeluk Auris dari belakang dengan erat. Rasa kangen pada bumil ini belum juga sinar, jadi sangat engan jika harus pergi.

"Pasti bakalan ketauhan juga, soalnya papa kadang bakalan masuk ke kamar tanpa permisi, dan sebelum ini papa udah bilang buat jangan kunci pintu," Yusuf menghela napasnya gusar.

"Berarti ke luar dari pintu nggak bisa juga Ris?" tebak Yusuf yang dibalas anggukan oleh Auris.

Tidak ada pilihan lagi, Yusuf memilih mengalah. Tidak enak juga jika sampai Auris kembali marah hanya gara-gara Yusuf tidak mau pulang.

"Em, nggak bisa. Tadi lo pakai apa masuk ke dalam kamar?" tanya Auris sambil mengelus rambut Yusuf yang bersender di bahunya.

"Lewat balkon." Yusuf semakin mengeratkan pelukannya dengan Auris.

"Gimana bisa naik, itu kan tinggi," Auris mengernyit tidak percaya.

Yusuf menarik tangan Auris untuk menuju balkon, untuk menunjukkan bagaimana cara Yusuf bisa masuk ke dalam kamar Auris.

Sesampai di balkon angin yang dingin menerpa kulit mereka. "Ini pakai," Yusuf menyampirkan jaketnya ke atas bahu Auris.

"Yaudah gue pergi dulu ya," ucap Yusuf setelah mengelus berulang kali perut Auris. "Jangan lupa makan, dan jaga kesehatan," sebelum turun, Yusuf mengecup bibir Auris sekilas.

"Suf," panggil Auris dengan tangan yang memegang lengan Yusuf. "Nggak usah aja deh, nggak papa kena marah sama papa. Gue takut lihat lo Suf turun kayak gitu, soalnya ini tinggi banget. Apa lagi udah malam."

Yusuf menatap ke bawah balkon, benar sekali pada malam hari tangga besi ini semakin menakutkan. Jujur Yusuf ada sedikit rasa engan untuk turun, karena sangat banyak tanjakan yang harus ia lalui dan parahnya tidak ada orang lain yang bisa membantu Yusuf dengan memegang tangga. Tapi demi Auris, Yusuf akan menghilangkan rasa gelisahnya.

"Nggak papa Ris. Gimana ceritanya bisa naik tapi nggak bisa turun," gurau Yusuf sambil tersenyum dengan lembut, menenangkan. "Nggak papa, gue bisa kok, gue janji besok bakalan balik lagi." Yusuf menurunkan tangan Auris yang berada di lengannya.

Yusuf memegang besi balkon. Dengan pelan Yusuf memanjat besi pelindung itu dan meletakkan kakinya di tangga paling atas.

Auris berdiri di dekat besi pelindung sambil menunggu Yusuf bisa turun dengan selamat.

Jantung Auris hampir lepas saat melihat Yusuf dengan tangga yang goyang, dan benar yang di takutkan oleh Auris benar-benar terjadi, tangga itu oleng dan terjatuh.

Sial, Yusuf tidak sadar jika tangga itu tidak berdiri dengan benar, hingga akhirnya tangga itu jatuh. Yusuf buru-buru memegang besi balkon itu dengan kakinya bergantung.

Jantung Yusuf berdetak lima kali lebih cepat. Bahkan untuk menghela napas saja rasanya sangat sulit. Wajahnya memerah sangking syoknya, sekarang ia berada diantara pilihan hidup dan mati.

"Yusuf, lo nggak papa kan? Pegang tangan gue Suf, pegang," Auris menuduk dengan mengulurkan tangannya ke arah Yusuf. Tanpa sadar air mata Auris tumpah.

Aurista || S E L E S A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang