-44-

7K 564 345
                                    

Komen perparagraf ya, biar ak lbih semangat lagi😭

CLEK.

Suara pintu terbuka membuat Auris dan Yusuf menatap ke arah pintu. Di sana papa Auris masuk menggunakan pakaian formalnya.

Yusuf yang melihat kedatangan mertuanya jadi canggung sedetika. Bagaimana tidak, terkahir pertemuan mereka tidaklah mengenakan. Mau tidak mau Yusuf mendekat dan menyalami papa mertuanya. Dan papa mertuanya menyambut uluran tangannya dengan baik. Apa mertuanya sudah tidak marah lagi? Itulah yang ada dipikiran Yusuf.

Auris menatap Papanya dengan pandangan tidak suka, sudah dua bulan terlewati bukannya ke sini baru sekarang papanya datang. Tapi walaupun begitu Auris tidak menghempaskan tangan Papanya yang mengelus kepalanya.

"Bisa kamu ke luar sebentar," Yusuf jadi merasa jika papa mertuanya berucap untuknya, karena di kamar ini hanya ada Auris dan Yusuf. Tidak ingin membuat papa Auris kesal, Yusuf langsung ke luar dari kamar.

"Ngapain papa ke sini?"

"Kenapa, Auris marah sama papa?"

"Bukan gitu, tapi papa nggak pernah jengukin Auris pas di rumah sakit. Papa jahat, papa nggak sayang sama Auris lagi," Auris mengeluarkan air matanya. Mau bagimana pun papanya bersikap selama ini, tetap saja Auris kangen untuk bersama papanya lagi.

"Maafin papa, papa pikir kamu bakalan pulang ke papa setelah kejadian itu," Mawan menunduk lesu. Ia tidak menyangka hubungannya dengan anaknya semakin berjarak. Auris anak satu-satunya dan bagaimana bisa Mawan bersikap semena-mena.

"Ayo Ris, pulang ke rumah papa. Kita mulai semuanya dari awal," Auris menatap binggung ke arah wajah papanya.

"Nggak, Auris tinggal sama Yusuf aja."

"Setelah kejadian di Mall itu, papa sudah beranggapan jika Yusuf tidak mencintaimu. Dan dengan kamu terus begini, sama saja Ris kamu membuat Yusuf menderita. Papa sebagai lelaki sangat tau bagaimana rasanya tinggal bersama orang yang tidak kita cintai."

Auris menatap papanya dengan raut kesedihan. Tiba-tiba rasa bersalah sudah memenuhinya. Papanya benar Yusuf sudah cukup menderita untuk tetap tinggal dengan orang yang tidak dicintainya.

"Jadi Auris harus gimana? Hiks," Auris mengusap matanya sambil menatap papanya dengan pandangan nanar.

"Lepaskan Yusuf dan ayo tinggal dengan papa. Papa juga akan menjaga cucu papa." Mawan mengusap tangan kecil Auris, sudah saatnya ia harus menjaga putrinya. "Yusuf tidak berhak atas cucu papa, karena anak kalian itu dibuat saat kalian belum menikah."

Auris mengeleng tidak setuju. "Bukan di luar nikah, anak Auris ada sesudah penikahan, Auris yang ngejebak Yusuf," dapat Auris lihat wajah papanya yang terkejut. "Maaf pa, Auris telat ngasih tau," Mawan mengangguk, dia malah senang mendengar kabar itu.

"Jadi, Anak papa nggak mau ya pisah dari Yusuf?" Mawan mengelus lagi rambut Auris. "Ya sudah papa tidak akan memaksa kamu buat pisah sama Yusuf, tapi Auris harus janji ya buat selalu ke rumah papa."

"Papa Auris mau ikut papa."

Auris termenung mengingat pertemuan dirinya dengan papanya tiga hari yang lalu, dan Auris sudah berjanji akan ikut dengan papanya setelah Auris ke luar dari rumah sakit. Dan tepatnya besok pagi Auris akan meninggalkan rumah sakit.

Saat ini Yusuf ke luar untuk membeli makanan siang.

Tidak lama kemudian Yusuf masuk dengan dua kantong plastik berada di tangganya.

"Suf, habis makan kita ke taman ya." ucap Auris dengan senyuman kecilnya.

"Ayo Suf." Yusuf mengangguk mendengar ajakan Auris setelah mereka berdua selesai makan siang. Yusuf membantu Auris untuk beranjak dari kasur. Mereka berjalan dengan Yusuf memegang pinggang Auris.

Aurista || S E L E S A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang