-14-

6.5K 476 23
                                    


***

Auris sudah terbangun dari tidurnya. Padahal jam masih menunjukkan pukul setenggah lima. Auris juga heran dengan dirinya yang sudah terbangun. Biasanya Auris akan sangat susah di bangunkan.

Auris masih tidak bisa menyangka apa yang tadi malam terjadi. Teman-teman Yusuf memarahinya bahkan mereka melempar cemilan ke arahnya. Kalau saja Yusuf tidak menghentikan asik mereka, sudah pasti sebentar lagi Auris akan menangis.

Ia rasa itu lah yang pantas ia terima atas semua perlakuannya terhadap Yusuf. Auris tidak menyesali semua yang sudah terjadi. Ia akan lebih menyesal jika sampai menikah dengan Ghali. Bisa di bayangkan baru saja menikah sebulan Ghali akan membawa wanita lain.

Auris turun dari kasur atasnya dan turun ke bawah, tempat di mana Yusuf berbaring tertidur. Auris menyederkan punggungnya di senderan kasur. Ia memperhatikan wajah Yusuf yang tertidur pulas, saat tertidur wajahnya sangat damai dan terlihat sangat bersahabat. Berbeda ketika bangun, akan terlihat sangat membencinya.

Yusuf yang bergerak kecil sambil mengaruk perutnya membuat bajunya tersingkap hingga ke atas dada. Roti sobek terpampang nyata di mata Auris. Ia melototkan matanya kagum melihat perut Yusuf yang terbentuk sangat bagus. Baru saja Auris mengulurkan tangannya hendak memegang perut Yusuf. Sebuah tangan menepis tangannya, siapa lagi yang menepis tangannya jika bukan Yusuf.

"Apaan sih lo." Yusuf mendesis jengkel. Lalu Yusuf bangun dari tidurnya menuju kamar mandi untuk siap-siap ke sekolah.

***

"Ris. Ini uang buat lo, gue ada urusan jadi kita nggak bisa berangkat bareng. Lo naik gojek, atau apa kek." Ucap Yusuf sambil mengeluarkan uang tujuh puluh lima ribu dan memberikan uang itu pada Auris.

"Nggak mau. Maunya sama lo." Auris menberengut tidak terima.

"Sekali-sekali aja pun." Balas Yusuf santai.

"Tapi lo pulang sama gue ya."

"Em." Setelah mengucapkan itu. Yusuf mengendarai motornya dan menghilang dari pandangan mata Auris.

Auris menatap uang baru yang baru saja di berikan oleh Yusuf, tidak bisanya Yusuf memberinya uang sebanyak ini.

Auris membuka ponselnya mengirim pesan pada Bella, sahabatnya. Untuk meminta tumpangan menuju sekolah.

***

Yusuf memberhentikan motornya di depan rumah putih dengan pagar yang berjulang tinggi. Yusuf membuka ponselnya dan memberi kabar bahwa ia sudah berada di depan rumah. Tidak lama setelah selesai mengirim pesan, orang yang ia tunggu keluar dari balik pagar.

"Udah lama Suf?"

"Belum put." Jawab Yusuf sambil terseyum tipis. "Ayo." Ajak Yusuf.

Putri mengangguk pelan dan naik ke atas motor Yusuf.

***
Kringggggg. Kringgggg. Kringgggg

Bel pertanda sudah waktunya pulang sekolah pun terdengar. Semua kelas bersorak saking bahagianya. Bagaimana mana tidak bahagia, hari ini ada rapat guru hingga membuat murid bisa pulang lebih awal dari biasanya.

Auris, Adel, Bella, Anara dan Mia berjalan beriringan sambil berpegang tangan. Seperti anak SD.

"Lo pulang ma gue aja Ris. Nanti di tinggalin lagi lo sama si Yusuf." Ajak Anara.

"Nggak papa Beb. Kalau gue di tinggalin sama si Yusuf gue tinggal telepon lo lagi." Anara menatap sinis pada Auris. Enak saja, Anara bukan supir.

"Eh jalan-jalan yok. Kan udah lama ni kita nggak jalan." Ajak Mia pada teman-temannya.

"Ayo. Kemana? Jangan ke Club ya." Ucap Adel.

"Nggak ko cuman ke kebun binatang. Gimana setuju kan." Auris, Bella, Anara dan Adel mengangguk tanda setuju dengan perkataan Mia. "Nanti kapannya bakalan gue kabarin lagi."

"Oke. Gue duluan ya." Auris melepaskan gandengan tangannya dan berlari menyusul Yusuf.

***

"Ehhh. Suf berhenti dulu. Gue mau beli tu rujak." Auris menepuk-nepuk bahu Yusuf yang sedang mengemudikan motor.

"Udah lewat. Besok aja." Jawab Yusuf santai.

"HUA MAU SEKARANG SUF. HIKS, MAU SEKARANG." Yusuf menekan helm bagian samping kanan bagian telingannya. Walaupun sudah memakai helm, suara Auris masih saja membuat telingannya terasa tidak nyaman.

"Iya. Nggak usah teriak juga." Yusuf memutar mencari spot putar balik untuk menuju penjual rujak.

"Udah turun lo." Auris turun dari motor. Mengulurkan tangannya kehadapan Yusuf.

"Apa?" Tanya Yusuf.

"Uang. Mau beli rujak." Pinta Auris sambil masih mengulurkan tangannya kehadapan Yusuf.

"Apa nggak dengar." Alibi Yusuf berpura-pura tidak mendengar.

"Uang, bagi uang sepuluh ribu."

"Apaan sih! Ngomong yang jelas." Yusuf mengusap-usap telingannya menggunakan tangan, seolah-olah sedang memperbaiki telinganya.

"UANG. GUE MAU UANG. UANG LO TAU UANG NGGAK?" Teriak Auris membahana. Sangking besarnya Yusuf bahkan sampai tersentak terkejut. Orang-orang di sekeliling mereka pun menatap ke arah mereka dengan pandangan yang berbeda-beda.

Yusuf mengambil uang asal di dalam kantong dan memberi uang itu tanpa melihat dominal yang ia berikan. Rasanya sangat malu bahkan hanya untuk mengangkat kepalanya. Auris benar-benar sudah tidak ada malu.

Auris yang sudah terlampau senang melompat-lompat melihat Yusuf yang memberi uang untuknya sebesar seratus ribu. Lalu Auris langsung pergi menuju penjual rujak dan membeli rujak sepuasnya.

****

Aurista || S E L E S A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang