-21-

6.9K 501 100
                                    

Auris yang baru saja pulang langsung cemberut. Ia duduk di karpet yang berada di depan televisi. Auris sangat kesal karena saat pulang sekolah tadi Yusuf meneleponnya dan bilang tidak bisa pulang bersama karena ada urusan.

Hufftt, Auris menghela nafasnya kesal dengan tangan yang mengambil remot dan menghidupkan televisinya. Baru saja sekitar dua puluh menit menonton marsya and the bear suara mobil dari luar rumah kontrakannya, membuat Auris mengalihkan fokusnya dari televisi ke pintu depan. Apa itu temannya? Bukannya sahabatnya bilang akan datang nanti sore, karena penasaran langsung saja Auris mengintip orang di luar melalui jendela kecil yang berada di samping pintu depan.

Auris melototkan matanya terkejut, Papanya yang datang. Dan ada dua orang berpakaian hitam yang Auris ketahui itu adalah pengawal Papanya yang berdiri di belakang Papanya.

Auris langsung berlari menuju kamarnya dan menguci pintu, lalu langsung menelepon Yusuf.

Tok. Tok. Tok. Sungguh suara ketukan itu membuat Auris jadi gelisah, semakin lama semakin besar suara ketukan pintu itu.

"Hallo." Suara Yusuf disembrang sana.

"Yusuf cepat pulang ada Papa gue di depan rumah." Setelah mengucapkan itu Auris  hendak mematikan sambungan telepon mereka tapi, "Gue lewat pintu belakang aja ya." Ucap Yusuf.

"iya, cepat lo pulang."

Auris melihat ponselnya saat sambungan telepon mereka sudah dimatikan oleh Yusuf. Lalu Auris kembali memasukkan ponselnya ke dalam kantong baju rumahannya.

Auris tau jika Papanya pasti sudah tau jika ia sedang hamil. Auris sudah sangat mengenal Papanya. Tadi pagi saat sedang di motor untuk menuju sekolah, ia melihat sebuah mobil hitam yang Auris sangat yakin mobil yang selalu ada di rumahnya, mobil pengawal Papanya.

Sebenarnya Auris hanya tidak sanggup jika duguaannya semua benar. Auris tidak akan tau respon apa yang akan diberikan oleh Papanya nanti.

"Buka pintunya. Auris!" Teriak orang di depan pintunya. Jantung Auris sudah berdetak dengan cepat, dengan menunduk agar tidak kelihatan orang luar. Auris langsung berjalan menuju pintu belakang. Tiba di sana langsung saja Auris membuka pintu.

"Lama banget sih lo." Yusuf langsung masuk ke dalam rumah setelah Auris membuka pintu.

"Gue kira lo belum sampai."

Tadi saat mendengar kabar jika Papa Auris datang, Yusuf cepat-cepat berangkat pulang, dan membatalkan rencananya dengan Putri. Yusuf hanya tidak ingin pandangan Papa Auris padanya semakin buruk.

"Suf gimana tu, Papa gue di luar. Apa kita lari aja." Auris berjalan hendak keluar dari rumah lewat pintu belakang dengan menarik lengan Yusuf. Tapi langkahnya langsung dihentikan dengan tangan Yusuf.

"Kenapa harus menghindar? Kan kita nggak ngelakuin kesalahan." Yusuf merasa seperti ada hal yang disembunyikan oleh Auris, ia rasa jika hanya bertemu tidak akan menjadi masalah.

"Kayaknya bokap gue tau kalau gue tu hamil. Anak ini nyusahin gue aja." Yusuf menatap tidak percaya pada Auris. "Ayo kita pergi." Lanjut Auris dan kembali menarik tangan Yusuf.

"Emang dari mana lo tau?" Tanya Yusuf sambil menahan tangan Auris.

"Gue lihat anak buah bokap gue di jalan dekat sekolah ta-."

"Woi buka pintunya." Teriak pria yang Auris yakin itu adalah suara salah satu anak buah Papanya.

"Ouh jadi itu yang buat lo marah-marah sama gue." Ucapan Yusuf tidak seperti bertanyaan tapi seperti pernyataan. "Lo tenang aja, gue yang bakalan urusin masalah bokap lo." Setelah mengucapkan itu, Yusuf langsung melepaskan gengaman tangannya pada Auris dan berjalan mendekati pintu, lalu membukanya.

Di sana Yusuf sudah melihat Papa Auris bersama dua pria dengan bertubuh besar di belakangnya. Tanpa berucap sepatah kata pun Papa Auris langsung memasuki rumah dengan para pengawalnya.

Tiba di depan Yusuf, Mawan langsung menarik kerah seragam Yusuf dan langsung melayangkan pukulan ke rahang Yusuf dengan kuat.

Yusuf memalingkan wajahnya sambil memegang mulutnya yang sudah berdarah. Yusuf mengepalkan tangannya dengan kuat, menahan dirinya agar tidak membalas pukulan dari pria tua di depannya.

"BERANI KAU HAMILI ANAKKU." Mawan menyepak perut Yusuf hingga tersungkur jatuh ke keramik rumahnya. Yusuh tidak menyangka walaupun sudah tua, pria itu memiliki kekuatan yang sangat kuat.

"PAPA UDAH." Auris berjalan menuju Yusuf, membantu Yusuf untuk bangun.

"BAGUS UDAH BERANI NGELAWAN. AYO IKUT PAPA. KITA GUGURKAN ANAK ITU, DIA ITU ANAK HARAM." Ucap mawan dengan tangab kanan yang sudah memegang lengan Auris dan tangan kiri yang menunjuk perut Auris.

Mawan terus menarik tangan Auris untuk mengikutinya. Sedangkan Auris mencoba melepaskan tangan Papa. " NGGAK ANAK INI BUKAN ANAK HARAM. PAPA TU YANG ANAK HARAM." Entahlan Auris emang belum bisa menerima anak ini, hanya saja mendengar anaknya di sebut anak haram, membuat Auris tidak bisa menahan amarahnya.

Mawan terus menarik tangan Auris hingga Auris terseret beberapa langkah. Auris menatap Yusuf meminta di kasihani.

"Itu kan yang lo mau, lo ikut aja Papa lo biar bisa lo gugurin tu anak." Mendengar ucapan Yusuf, Auris menumpahkan air matanya sampai terisak-isak sangking tidak bisa bernafas dengan benar. Auris mengeleng. Auris jadi takut kehilangan anaknya. Auris memegang perutnya dengan tangan kiri, tangan yang tidak di pegang oleh Papanya. Dan sambil mengeleng pada Yusuf.

Auris juga binggung dengan dirinya, bukannya ini yang ia inginkan? Seharusnya saat seperti inilah Auris bisa menghilangkan anak ini dari perutnya. Tapi kenapa rasanya sangat sakit.

Dadanya sesak saat membayangkan anaknya akan kesakitan saat proses penguguran itu dan dadanya sesak saat membayangkan tidak ada lagi nyawa yang ada di perutnya.

"Hiks jangan gitu Suf. YUSUF TOLONG GUE SUF. " Auris terus menangis dengan keras, saat tubuhnya sudah di depan kontrakan, menuju mobil yang tidak jauh lagi dari hadapan Auris.

***

300 Komen ( boleh spam) aku bakalan cepat update.
300 vote

Aurista || S E L E S A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang