-42-

7.7K 550 245
                                    

Sebelum baca vote dulu🤗
Kalau votenya bisa
***

"Dan apa perlu gue mati dulu, biar lo cinta sama gue?"

Yusuf terdiam dan mengenggam besi ranjang tempat Auris berbaring dengan kuat. Perasaannya jadi tidak karuan saat Auris berkata seperti itu.

"Yaudah kasih ke orang aja," ucap Yusuf pelan. "Gue keluar dulu, nanti jam makan siang bakalan balik lagi." Yusuf memegang tangan Auris sebentar, lalu langsung ke luar dari ruangan Auris, ia hanya takut jika tidak bisa menahan amarah dan malah memarahi Auris lagi. Rasanya Yusuf sudah sangat banyak menimbun masalah kepada Auris.

"Mau ke mana? Di sini aja." Langkah Yusuf langsung berhenti, ada perasaan senang saat Auris menyuruhnya tetap berada di sampingnya.

"Tadi Ibu bilang, kalau lo udah pulang jangan di suruh pergi dulu." Yusuf mengangguk dengan malas, rupanya karena Ibunya. Yusuf kira karena emang Auris yang emang ingin ditemani olehnya. Yusuf duduk di kursi yang tersedia di samping ranjang Auris.

"Lo nggak mau pakai cincinnya?" tanya Yusuf lagi.

"Nggak, lo kasih aja buat Putri. Sekalian semua barang ini lo kasih buat Putri," tepat sekali jika Auris masih belum memaafkan Yusuf. Sekarang Yusuf binggung sendiri untuk mencari cara agar Auris memaafkannya.

"Gue belinya buat lo, bukan buat Putri. Lo maunya apa? Gue janji nggak bakalan ajak Putri belanja lagi,"

Kalau di suruh memilih, Yusuf lebih memilih agar Putri saja yang marah padanya, jangan Auris. Yusuf merasa tidak nyaman saat Auris seperti memberi jarak di antara mereka, dan sekarang sifat Auris yang berubah tidak seperti dulu yang selalu menja padanya.

"Terserah, kan uang lo bukan uang gue," balas Auris cuek. Auris tidak percaya jika Yusuf akan menepati apa yang dikatakannya barusan.

"Tapi kan lo istri gue Ris," Ucao Yusuf.

"GUE TAMPOL LO YA! Sejak kapan uang lo jadi uang gue, rasa-rasanya yang jadi istri lo itu Putri bukan gue." sungguh Auris ingin menutup mulut Yusuf sekarang, semakin Yusuf berbicara semakin rasa kesal Auris memuncak.

Yusuf terdiam, matanya saja sudah berkaca-kaca. Ia merasa seperti sedang di marahi Ibunya saat kecil. Baru pertama kali Yusuf melihat Auris semarah ini.

Sedangkan Auris menatap heran pada Yusuf yang tetap diam dan mata yang berkaca-kaca, apa Yusuf hendak menangis?

"Iya udah, gue nggak maksa lo lagi," lanjut Yusuf mengalah.

Beberapa menit, ruangan mereka sepi tidak ada yang berbicara, hingga suara terbukanya pintu terdengar.

Laki-laki tampan dengan wajah kebarat-baratan masuk tanpa mengucapkan salam. Yusuf menatap wajah itu dengan terheran-heran, Yusuf tidak pernah melihat wajah itu sebelumnya. Apa dia teman Auris?

"Apa yang terjadi sayang? Maaf aku baru bisa datang sekarang. Kamu sakit apa?" Tanya pria itu dengan bahasa inggrisnya yang pasih, lalu tanpa permisi langsung memeluk dengan erat badan Auris.

Yusuf mendorong pelan badan pria itu hingga terdorong ke belakang dan pelukan mereka pun terlepas. Pria itu menatap Yusuf heran.

Walaupun pelukan itu sudah terlepas tetap saja masih ada rasa kesal yang hinggap ke dalam hati Yusuf. Tadi saat pria itu memeluk Auris, bukannya menolak, Auris malah membalas pelukan pria itu sambil tersenyum.

Senyum di wajah Auris masih saja terpancar. Yusuf yang sudah terlanjut kesal, meraup wajah Auris menggunakan tangannya hingga senyuman Auris hilang seketika. Auris menatap kesal pada Yusuf dan menghempaskan tangan Yusuf dari wajahnya.

Aurista || S E L E S A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang