27-broken

1.6K 234 22
                                    

"he always take control"
--------------------------------------

Haera benar-benar putus asa.

Ia sudah berada disana cukup lama dan rasanya sangat mustahil bisa melarikan diri dari pria bermarga Lee itu. Haera tak punya banyak permintaan sekarang, ia ingin berhenti; hanya itu yang mengisi pikirannya beberapa hari terakhir ini. Kehilangan harapan ditambah hidup bersama Taeyong rasanya hanya menjadi beban untuk Haera. Ia tak sanggup kalau tetap bertahan --Haera tidak mau berada disana dan menjadi peliharaan seorang Lee Taeyong lebih lama.

Perempuan itu mengerang kala lubang kunci pintu balkon didepannya tak juga berhasil dibuka, ia sudah berkutat disana cukup lama dan tidak menghasilkan apa-apa. Haera ingin keluar dari balkon, bagaimanapun hanya itu cara termudah untuk pergi -toh ia pikir tidak akan ada pengaruhnya pada Taeyong saat pria itu menemukannya tergeletak tak bernyawa di bawah sana nanti.

Karena itu, setelah Taeyong meninggalkannya sendiri dikamar pagi tadi tanpa menunda Haera segera menelusuri seisi kamar itu, dan sayangnya, kamar dengan interior mewah yang cukup luas itu justru tidak menyimpan apapun yang bisa membantunya melancarkan niat buruk itu. Haera hanya menemukan penjepit kertas yang ada di laci dan hanya benda kecil itu yang bisa ia harapkan sekarang.

"Kenapa tidak bisa?!" keluhnya pelan saat ia sudah cukup frustasi mengutak-atik lubang kunci itu dengan berbagai cara.

Haera menghela napas dalam-dalam, bahkan Tuhan tidak mendengarkan keinginannya. Haera hanya ingin mati dan kenapa dunia seakan tidak memberinya celah untuk pergi. Apa memang harus seperti ini jalan hidupnya? Menyerahkan diri untuk Lee Taeyong sepenuhnya.

"Sedang apa disana Lee Haera?"

Haera tertegun, ia sontak memutar tubuhnya menemukan Taeyong yang entah kenapa sudah muncul di ambang pintu. Langit diluar bahkan masih sangat cerah, tidak biasanya ia kembali secepat itu.

Haera menelan ludah, kakinya reflek terseret mundur ketika Taeyong mulai berjalan mendekatinya. "Kakimu sudah sembuh? Bisa berjalan?"

Bodoh, tentu saja belum. Bajingan itu tak pernah memberinya alat bantu dan selama ini Haera tak pernah pergi dari ranjangnya selain untuk ke kamar mandi. Dengan perawatan seadanya luka tembak dikakinya tidak akan pulih secepat itu, mau tidak mau Haera harus berpegangan pada benda di sekitar hanya untuk bisa beranjak dari ranjang.

"Kau mau apa Haera?"

"Mencoba kabur? Melalui balkon?" Taeyong kembali bertanya, kali ini dengan tatapan tidak yakin. Pasalnya bagaimana mungkin perempuan itu bisa kabur dengan cara itu disaat kamar mereka bahkan berada di lantai Sembilan, Taeyong tau Haera pasti punya tujuan lain. "Ah, kau mau loncat dari atas sini, iya?"

Haera mengeratkan kepalan tangannya kemudian menggeleng. Lagi-lagi Haera panik, ia takut.

"Kau tau alasanku mengunci pintu ini?" perlahan Taeyong meraih kepalan tangan yang disembunyikan perempuan itu dibelakang tubuhnya, membuka jemari gemetar itu, lalu mengambil penjepit kertas yang ada digenggamannya. "Aku tidak ingin kau mati Lee Haera."

Meski tatapannya datar, Haera bisa melihat kemarahan tersirat dari sorot mata itu dan kalau ia bisa jujur, Lee Taeyong yang seperti ini jauh lebih mengerikan daripada saat ia terang-terangan memperlihatkan bahwa dirinya marah.

"Maaf." lirihnya. "Aku -aku hanya ingin menghirup udara diluar, aku bosan di sini."

Taeyong mengangkat sebelah alisnya, mencoba mengikuti alur kebohongan yang tengah Haera lakukan. Jelas saja ia tidak percaya dengan alibi itu. Semakin lama berada disana Haera semakin terlihat kacau; perempuan itu lebih banyak diam ketimbang memberi perlawanan, bahkan terkadang Haera menjadi jauh lebih penurut dari biasanya -walau masih sering menangis Taeyong rasa ia cukup berhasil membuat perempuan itu tunduk.

ILLEGAL✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang