41-the truth

1.4K 197 58
                                    

"i have no patience, i'm gonna bother you till the day is over"
----------------------------------------------------------------

"Begitu masa hukumanku selesai, aku janji aku akan menjemputmu lagi."

"Aku merindukan itu, bahkan lebih."

"Bahkan saat hamil pun kau terlihat secantik ini."

"Haera--"

"Haera?"

Yuta berdiri dari kursi dengan fokusnya yang seketika terarah pada bagaimana gelisahnya Haera diatas ranjang. "Sayang. Hei, bangun."

"Lee Haera." Yuta bersuara lagi kali ini diikuti dengan gerakan pelannya pada puncak kepala si perempuan seakan menuntun Haera untuk membuka mata.

Pun detik berikutnya dengan napas terengah Haera terbangun dari tidurnya. Pandangan kosong itu sempat terarah sesaat pada langit-langit sampai akhirnya ia mulai menghela napas lega.

Syukurlah, hanya mimpi. Mencelos rasanya Haera saat mendapati dirinya ternyata masih berada di bangsal rumah sakit dengan Yuta yang selalu disampingnya.

"Yuta..."

"Aku disini." Yuta tersenyum. Pria itu kemudian menempatkan dirinya di sisi ranjang tepat menghadap Haera dan tanpa basa-basi langsung menarik tubuh itu ke dalam pelukannya. "Mimpi buruk, hm?"

Haera mengangguk di pundak Yuta sebelum memutuskan untuk semakin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang suami. Jujur saja Haera takut. Selain terus membayangkannya setiap hari, kejadian tiga hari lalu itu nyatanya kini ikut menghantuinya di mimpi.

"Hanya mimpi, Haera. Tidak apa-apa." Yuta berbisik, berusaha menenangkan seiring dengan tangannya yang terus bergerak di punggung Haera.

Pelan-pelan Yuta melepas pelukannya, memandang lekat wajah Haera dari jarak dekat. Jemari itu kemudian bergerak, merapikan uraian rambut istrinya yang sedikit berantakan sebelum kemudian memberi usapan lembut pada pipi hingga rahang.

"Aku disini, aku tidak pernah meninggalkanmu."

Mendengarnya, senyum itu sedikit demi sedikit merekah di wajah si perempuan. Yuta tidak pernah bohong dengan kalimat itu. Sejak tiga hari lalu Yuta tak sekalipun meninggalkannya sendirian dirumah sakit. Bahkan saat mendapat tawaran untuk datang ke kantor polisi guna menginvestigasi Taeyong secara langsung pun Yuta tidak mau. Yuta tau betul bahwa Haera saat ini paling membutuhkannya lebih dari apapun.

"Yuta-"

"Tuan Na!"

Suara Haera terhenti kala seruan itu lebih dulu menyela tanpa permisi. Suara yang pertama kali terdengar di ambang pintu itu berhasil menyita perhatian keduanya. Ten berdiri disana, dengan wajah gusar terus berucap terburu-buru seraya berjalan melewati pintu.

"Tuan Na gawat tuan--"

"Kau!" Yuta menyentak. Sangking kesalnya, pria yang sejak tadi duduk di sisi ranjang itu bahkan berhasil dibuat berdiri dengan tatapan tidak suka. Yuta benar-benar jengkel hanya karena Ten yang terus berseru macam tidak tau tempat. "Lupa ini dimana?!"

Mendapat tekanan seperti itu, Ten masih tidak begitu acuh. Ekspresinya panik, kentara sekali tengah berniat menyampaikan sesuatu. Ten sadar ia salah karena sudah mengganggu tuannya, tapi ia tidak bisa tenang sekarang, ada yang jauh lebih penting dari itu. "M-maaf, tapi--"

"--persidangannya dipercepat Tuan, hari ini."

Haera yang sejak tadi duduk diam diranjang itu otomatis menoleh. Tubuhnya kaku disana dengan arah pandang yang tertuju pada Ten sepenuhnya.

ILLEGAL✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang