16-choices

2.2K 355 178
                                    

"this reality is a beautiful illusion"
-------------------------------------------------

Disana Lee Taeyong, berdiri berhadapan dengan seorang pria lainnya, Ten Lee. Keduanya bersitatap terlalu serius, enggan diganggu oleh siapapun, sejak tadi mereka hanya sibuk meributkan sesuatu satu sama lain.

Ten dengan tampilan urakan seperti biasa itu kemudian mengacak rambutnya asal. Ia gegabah, berbanding terbalik dengan Taeyong yang selalu menuntut dalam ketenangan. "Lalu mau kau apakan benda itu?" tekannya pelan.

Mendengus kesal, Taeyong mengangkat kepala. "Hancurkan. Benda itu pantas hilang."

"Bagaimana kalau Tuan Na tau?"

Persetan dengan itu. Taeyong sudah cukup muak. Siapa lagi yang harus terluka setelah ini hanya karena benda kecil sialan yang terus menjadi bahan rebutan banyak orang itu. Apa tidak cukup luka tembak yang diterima Haera? Lalu siapa selanjutnya? Bagaimana kalau Yuta yang celaka? Taeyong tidak rela melihat teman kecilnya itu terus menerus berhadapan dengan yang namanya bahaya.

"Berikan saja micro sd itu padaku Ten. Aku tau kau masih menyimpannya."

"Jangan gila Lee Taeyong. Benda itu bisa membongkar kebusukan yang luar biasa kalau sampai bisa terbuka-"

"Tapi kau tidak bisa membukanya sampai sekarang!" sela Taeyong kasar. Raut tegang serta kilatan mata tidak suka itu sontak tergambar di wajahnya.

Oh ayolah, Ten sudah menahan untuk tidak mengumpat sejak tadi. Bahkan dari awal saja cara bicaranya secara tidak langsung berubah menjadi lebih formal hanya karena ia menganggap perbincangan mereka kali ini bukan candaan. Walau mulutnya memang terbilang berantakan, jangan kira Ten tak punya wibawa sama sekali. Ia tau tempat dimana harus bersikap serius dan dimana harus bersikap bodo amat. Dan saat ini, sentakan dari Taeyong baru saja berhasil menyulut segala sumpah serapah yang sejak tadi tersimpan rapih di dalam pikirannya.

"Aku masih mencobanya, sialan!" Ten berdecih, memandang Taeyong sengit.

"Lagipula kalau kau hancurkan, bagaimana kau akan menghadapi Tuanmu yang keras kepala itu nanti huh?" tanya Ten. Matanya memicing, nada bicaranya seolah menantang, masih menganggap bahwa Taeyong salah langkah. "Kau lupa ada Lee Haera? Aku bahkan tau pada akhirnya Tuan Na akan lebih memilih perempuan itu daripada dirimu meski kau sudah bersamanya puluhan tahun sedangkan Haera hanya dalam hitungan bulan."

Sungguh sial perkataan itu memang ada benarnya. Ini kali pertama Yuta jatuh cinta kalau Taeyong tidak salah dan ia yakin pria itu pasti akan memberikan segalanya untuk perempuan yang ia cintai saat ini.

Menghela napas berat, Taeyong memilih tidak berargumen. Ia berjalan menghampiri salah satu kursi diruangan. "Tapi kalau benda itu hilang, para bajingan itu tidak akan bertindak lagi Ten, baik Haera maupun Yuta tidak lagi berada dalam bahaya, ku harap kau paham tujuanku."

Ten melengos malas. Jelas saja ia tau, Ten tidak bodoh, bahkan sejak pertama bertemu dengan Taeyong diruangan itu pun Ten paham maksud baik pria itu. Hanya saja, rasanya terlalu pengecut kalau memilih untuk mundur dan membiarkan si pembuat onar mendapatkan kemenangan. Caranya tidak seperti itu. Lagipula, disisi lain Ten sangat menyukai pekerjaannya kali ini -terjun ke lapangan untuk menembaki lawan-. Sungguh, itu luar biasa. Selama ini Ten hanya melakukannya di dalam permainan yang ada di ponselnya. Bukankah menyenangkan kalau hal yang kau sukai bisa menjadi nyata?

"Atas dasar apa kau memintaku untuk memberikan micro sd itu padamu?" terdapat jarak beberapa detik sebelum Ten kembali melanjutkan kalimatnya. "Kau ingin melindungi Tuan Na? Karena apa? Rasa persaudaraan?"

Taeyong tersenyum samar, kemudian menatap datar pria pemilik mata kucing didepannya. "Mungkin iya. Asal kau tau, aku tidak punya saudara sejak lahir, hanya ada Yuta. Menurutmu bagaimana? Aku akan membiarkan pria yang sudah kuanggap sebagai saudaraku itu terancam setiap harinya?"

ILLEGAL✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang