SELAMAT MEMBACA
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN
HIDUP TAK MENENTU, USAHA KADANG MENGECEWAKAN. YA NAMANYA JUGA HIDUP.
27. Tak bisa lari
Tubuh itu hampir saja oleng saat mengetahui fakta itu. Ova tak percaya kehidupannya akan serumit ini. Tapi berkat itu Ova bisa menemukan celah untuk kabur.
Ia langsung melompat dari jendela, berlari menuju luar. Untung saja tasnya tidak tertinggal, bahkan piala dan medali Draco masih lengkap ditanganya. Ova langsung memesan ojek online. Hal terpenting adalah menyelamatkan dirinya. Dengan begitu semua akan baik-baik saja.
"Kenapa hidup Ova serumit ini Tuhan?" lirih gadis itu. Ia kini sudah berada dijalan yang sedikit ramai. Menunggu ojek pesanannya.
Untung saja Erlangga belum terlihat mengejarnya. Kalau sampai itu terjadi Ova tidak akan tahu dirinya selamat atau tidak. Tujuan utamanya sekarang ada mencari tempat berlindung. Tapi kemana? Satu-satunya tempat yang ia ketahui selain apartemennya adalah apartemen Draco.
"Neng Sovanna?" tanya tukang ojek online itu. Ova langsung mengagguk, ia memastika bahwa tidak ada yang mengikutinya.
Sepanjang perjalanan HP-nya terus berdering. Entah siapa yang menelponya. Ova yang takut kalau sampai HP-nya terus hidup GPSnya akan bisa dilacak. Akhirnya dia memutuskan untuk mematikan saja.
"Kita mau kemana neng?" tanya Ojek itu. Ova pun menggeram bingung. Dia mau kemana?
"Perkampungan kumuh sebelah Apartemen Mutiara Jaya!"
Entah dari mana ide itu tercetus. Ia hanya mengingat wajah mengemaskan milik Ertino. Perkampungan itu sangat kecil dan minim koneksi. Bisa Ova pastikan Erlangga tidak akan mencarinya ke sana.
Ia mendekap piala dan medali milik Draco erat. Ia berdoa dalam hati semoga Draco tidak melakukan hal bodoh. Ova akan mengamankan dirinya sendiri.
Sebenarnya ada apa dengan hari ini? Sepertinya hari ini Ova ditakdirkan untuk dilimpahi masalah yang terus mengalir tanpa jeda. Apalagi dia bisa-bisanya masuk ke rumah papanya. Padahal dirinya sudah berjanji, tidak akan pernah masuk ke dalam kandang pria itu.
"Ini bang, kembaliannya abang ambil aja. Tapi jangan bilang siapa-siapa kalau Ova naik ojek abang ya," ujar Ova pada abang ojek online itu.
Tanpa basa-basi lagi Ova langsung masuk ke rumah Ertino. Di sana Ova disambut ceria oleh Ertino dan ke enam saudaranya yang lain. Ova sedikit terhibur akan hal itu, walau hatinya masih tidak tenang.
"Kakak Ova, tumben ke sini." Ertino mulai mengajak Ova untuk berbicara. Ova menunjukan medali dan piala milik Draco.
"Kakak diberi amanah untuk jaga ini, tapi tadi kakak dikejar penjahat," jawab Ova. Biarlah anak-anak itu menganggap ini sebuah permainan.
"Petak umpet ya?" tebak Lina, salah satu anak perempuan di sana. "Iya, tapi kali ini bawa barang, kalau sampai ketangkap kakak nggak bisa menang."
"Boleh kami ikut main kak?" tanya Raiya, si anak kecil bermata sipit.
Ova langsung menggeleng, bagaimana ini bisa disebut permainan. Tapi Ova tak akan menakuti anak-anak itu. "Nggak bisa soalnya udah full, tapi kalian bisa loh bantu kakak. Jangan kasih tahu kalau kakak ada di sini, kalian harus pinter buat mengalihkan pembicaraan seputar kakak. Jangan samapi rahasia dan persembunyian kakak terbongkar."
"SIYAP KAK!" ucap ke tujuh anak itu serentak. Ova pun mengambil beberapa lembar uang di dompetnya.
"Kalian beli makan gih, tapi jangan sampai orang lain curiga." Helmi mengangguk dia adalah anak tertua yang ada di sini. Ia pergi sambil mengajak adiknya yang nomer 2 bernama Sayna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Catcher & Black Shoes ✔
Teen FictionCERITA INI HASIL PEMIKIRAN AKU SENDIRI. Jadi, kalau nanti ada kesamaan tokoh, panggilan tokoh, karakter, atau alur. Itu tidak sengaja. Jangan Lupa Vote, Comment, and Follow. Menghargai penulis adalah apresiasi terbaik untuknya. Cerita ini aku ikutk...