32|| DREAM CATCHER & BLACK SHOES

639 94 7
                                    

SELAMAT MEMBACA

JANGAN LUPA VOTE & KOMEN

HAYU LAH LANGSUNG AJA!

32. Bimbang

Ponsel Ova tak berhenti berdering sedari tadi. Banyak panggilan masuk dan pesan dari para sahabatnya dan tentunya pacarnya. Hari ini Ova memutuskan untuk membolos sekolah, ia masih takut isu itu masih menghampiri terlinganya. Apalagi sekarang ada masalah lain yang membuatnya bimbang.

Masalah Jovanna dan Erlangga adalah kakaknya membuat dirinya terusik. Kalau Jovanna adalah kakaknya berarti Ova bersaing dengan kakak seayahnya sendiri. Sedangkan jika Erlangga, berarti Ova pernah menyukai kakaknya sendiri semacam brother complex begitu.

"Kenapa masalah jadi makin rumit sih?" kesal Ova. Gadis itu duduk di ranjang kamarnya sambil memperhatikan dream catcher pemberian Draco padanya.

"Ova pengen menghindar justru makin terlibat lebih jauh," gumam gadis itu.

"Apa Ova menghindar aja, pergi dari sini. Tapi Ova nggak bisa ninggalin sahabat-sahabat Ova. Apalagi Kak Draco, Ova terlanjur nyaman sama dia."

Dringgg!

Ova hanya menengok HP nya yang sedari tadi tak pernah berhenti berdering. Puluhan panggilan dari Draco memenuhi branda HP nya. Bahkan sosmed milik Ova tak pernah lepas dari nama Draco.

"OVA BUKA PINTU LO!" teriak Draco. Ova tersentak, secepat kilat kaki jenjangnya itu keluar dari kamar.

"KAK DRACO?" teriak Ova memastikan bahwa sedari tadi yang berteriak bukan hayalannya tapi nyata.

"BUKA PINTUNYA OVA!" teriak Draco. Terdengar dari suaranya tampak sangat kesal.

"NGGAK MAU!" balas Ova. Draco tak tinggal diam. Bahkan ada bel, Draco memilih untuk mengetuk pintu. Bahkan seperti sedang mendobraknya.

"BUKA ATAU GUE DOBRAK NIH?" Draco berteriak kesal. Sedari tadi gadis itu sudah mengji kesabarannya dengan tidak mengangkat telponenya.

Lalu ternyata gadis itu bolos sekolah dan membohonginya kalau dia berangkat duluan untuk mencegah Draco menjemputnya. Sekarang karena khawatir Draco rela ikut bolos untuk menghampiri gadis itu. Tapi gadis itu justru tidak mau membukakan dirinya pintu.

"KAKAK PULANG AJA, OVA LAGI MAU SENDIRI!" balas Ova.

"BENERAN GUE DOBRAK YA?" ancam Draco. Ova langsung panik, kalau benar-benar Draco mendobraknya mau tidur dimana Ova. Secara bisa-bisa ada orang asing masuk ke apartemennya yang copot pintunya.

Klek!

Wajah Ova langsung mendatar melihat laki-laki di hadapannya. Hancur sudah keinginan menyemdirinya. Apalagi laki-laki itu datang dengan wajah galaknya. Ova malas kalau sudah seperti itu.

"HP lo perlu gue banting, biar bisa angkat telpon dari gue?" ujar Draco.

"Lagian ngapain kakak nelpon Ova?" tanya Ova tak kalah nyolot.

"Bagus! Udah bohong, telpon nggak diangkat, minta diapain kalau kayak gitu?"

Keduanya seperti sedang perang rumah tangga. Mata keduanya seperti mengirim tatapan tajam. Bagai tatapan itu bisa melaser keduanya.

"Mending kakak pulang aja deh," usir Ova. Ia mendorong tubub Draco untuk keluar dari apartemennya.

Tapi dengan cekatan Draco membalikkan keadaan. Memojokan Ova di dinding. Draco menghela nafas, ia terlalu emosi sampai lupa kalau seorang perempuan akan lehih emosi jika dipancing dengan emosi.

Dream Catcher & Black Shoes ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang