8. Hukuman
Suara gesekan sapu dengan lantai lapangan bola basket saling bersautan. Sapu itu bertugas membersihkan dedaunan kotor yang menghalangi lapangan tersebut. Namun, sapu itu tak kan berjalan jika tidak ada pihak manusia yang terlibat. Ova, sekarang adalah pihak manusia yang terlibat.
Akibat kejadian tadi, dirinya harus menerima hukuman dari Draco sang tatib. Ova di hukum menyapu lapangan basket, mengepel lab. Biologi, dan terakhir mencabuti rumput di depan gerbang pintu masuk. Keterlaluan? Siapa dulu yang menghukum Kafael Draco Richard. Si ketua geng galak yang mempunyai dendam kusumat terhadap Ova.
"Cepetan heh, kapan selesainya kalau lo nyapu aja kayak gitu?" cibir Draco. Laki-laki itu sedang bersandar pada pohon mengamati adik kelasnya itu.
"Emangnya kakak nggak ada pekerjaan lain sampai harus lihatin Ova di hukum?" balas Ova dengan nada sinisnya.
Draco menaikan sebalah alisnya. "Gue kan emang berniat ngasih hukuman buat lo hari ini. Sekedar mengingatkan sih, lo nolak tawaran gue. Jadi, gue lakuin yang emang gue mau," ujar Draco.
Dengan kesal Ova membanting sapunya, ia menghampiri Draco yang berteduh. Wajah masamnya bertambah kusut ketika dirinya sudah mendudukan diri di samping Draco. Padahal para anak ajaran baru sudah sibuk ke kantin. Draco memang sengaja memberikan hukuman setelah Ova PBB (Pelatihan Baris Berbaris). Agar sensasi hukumannya lebih terkenang.
"Ngapain lo malah duduk di sini?" tanya Draco bingung.
"Capek tau kak, kakak nyiksa Ova sedari tadi," balas Ova. Draco langsung menonyor kepala gadis polos itu.
"Gue nggak nyuruh lo istirahat loh ya, sana kerjain lagi!" pintah Draco. Ova menggelang tegas.
"Kan tadi Ova udah cabutin rumput, terus ngepel lab. Biologi. Kalau gini sih namanya nyiksa Ova," kesal Ova. Draco tertawa remeh.
"Emang gue peduli? Nggak lah ya kali," balas Draco.
Ova lagi-lagi menendang tulang kaki milik Draco. Tapi kali ini tidak sekencang hari kemarin. Mungkin hanya akan menghasilkan rasa nyut-nyutan untuk beberapa saat.
"Kurangin ya hukumannya?" mohon Ova dengan puppy eyes andalannya.
"Okey-" balas Draco setuju.
"Yes," pekik Ova kegirangan.
"Tapi lo bertanggung jawab buat masakin gue tiap pagi, siang, dan malam," lanjut Draco. Bahu Ova langsung melemas ke bawah. Ia tak menyangka seniornya itu bisa nglunjak ke arahnya.
"Loh, kak. Ya kali Ova jadi juru masak. Mana nggak dibayar lagi," balas Ova.
"Emang gue nggak niat buat cari ubab, gue cari tetangga yang bisa di manfaatin bukan yang suka gibahin," ujar Draco.
"Dasar nggak modal," cibir Ova.
"Cepet sana kerjain hukuman lo!" pintah Draco.
"Ova masakin deh nanti," balas Ova. Draco langsung menunjukan senyum miringnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Catcher & Black Shoes ✔
Teen FictionCERITA INI HASIL PEMIKIRAN AKU SENDIRI. Jadi, kalau nanti ada kesamaan tokoh, panggilan tokoh, karakter, atau alur. Itu tidak sengaja. Jangan Lupa Vote, Comment, and Follow. Menghargai penulis adalah apresiasi terbaik untuknya. Cerita ini aku ikutk...