Selamat membaca...
Jangan lupa pesan ibu, 3 M.
Jaga kesehatan, jaga jarak, jaga perasaan.
9. Rumah Sakit
Sepasang mata berair itu mengerjap pelan. Rentina mata itu masih memproses cahaya yang masuk ke dalam matanya. Tak beberapa lama kemudian mata Ova terjaga. Ia melihat ke sekeliling, di sana ada beberapa orang yang tertidur saling menyender dan ada juga yang tidur di kursi sampingnya.
Ova mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Tapi kepalanya justru mejadi pusing. Ditambah lagi ketika ingin bangun dari tidurnya seluruh tubuhnya merasa nyeri.
"Shss...," ringis Ova. Draco yang kebetulan ada di samping Ova langsung bangun membantu cewek polos itu untuk duduk.
"Lo jangan banyak gerak dulu!" pintah Draco.
"Ova di-dimana?" tanya Ova. Ia masih belum sadar sepenuhnya.
"Lo ada di rumah sakit, tadi lo kecelakaan," jelas Draco.
Draco pun keluar memanggil dokter. Ova hanya bisa dia mengamatinya. Sungguh tubuhnya nyeri semua, bahkan ini lebih sakit dari pada jatuh dari tangga sewaktu Ova kelas 5 SD. Penabrak seperti memang berniat mencelakainya.
"Lo kenapa tolol sih? Ada motor kenceng malah nyebrang," kesal Draco. Sebenarnya terbesit rasa khawatir dalam hatinya.
"Ova pusing," balas Ova. Draco menghela nafas pelan. Segalak-galaknya dia. Dia tidak bisa membiarkan orang kesakitan di depannya.
"Ini minum airnya dulu," suruh Draco sambio memberikan air dinakas meja.
"Kaki lo nggak boleh jalan sampai luka lo kering, itu bakal buat infeksi," ujar Draco.
Mata Ova langsung berkaca-kaca, pikiran-pikiran buruk menghantuinya. "Ova masih bisa jalankan nantinya, Ova bisa sembuhkan?" panik Ova.
Tak beberapa lama gadis itu menangis, hal itu membuat ketiga insan yang ada di dalam sana langsung tersentak. Alde dan Sia yang baru bangun langsung berdiri tegak menghampiri Ova. Sedangkan Draco hanya bisa terbengong saat Sia dan Alde menatapnya penuh tanya. Draco seperti dijadikan tersangka dalam khasus ini.
"Gue nggak ngapa-ngapain," ucap Deaco sebelum kedua orang itu menyalahkannya.
"Shutt... kenapa nangis Va?" tanya Sia pelan. Ia memeluk tubuh mungil teman barunya itu.
"Ova masih bisa jalankan Sia, kaki Ova nggak lumpuhkan?" tanya Ova ketakutan.
Sia menghela nafas lega, setidaknya Ova tidak menangis gara-gara trauma kecelakaan tadi. "Lo bakal sembuh kok, kaki lo nggak boleh jalan sampai lukanya kering," tenang Sia.
"Ma-makasih udah nolong Ova tadi," lirih Ova. Ia melihat wajah Draco yang menatapnya terus-menerus. Hal itu berhasil membuatnya gugup, ia takut Draco akan marah padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Catcher & Black Shoes ✔
Teen FictionCERITA INI HASIL PEMIKIRAN AKU SENDIRI. Jadi, kalau nanti ada kesamaan tokoh, panggilan tokoh, karakter, atau alur. Itu tidak sengaja. Jangan Lupa Vote, Comment, and Follow. Menghargai penulis adalah apresiasi terbaik untuknya. Cerita ini aku ikutk...