17|| DREAM CATCHER & BLACK SHOES

737 102 1
                                    

SELAMAT MEMBACA....

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN, KARENA JUGA ENGGAK BAYAR.

INGAT 3 M YA GYUS...

JANGAN ABAIKAN YANG TIDAK SEHARUSNYA KALIAN ABAIKAN.

17. Pantai

Dengan langkah lebar Draco berlari menuju bibir pantai dengan Ova yang berada dalam gendonganya. Gadis itu tertawa senang. Begitu juga dengan Draco, kedua insan itu terlihat sangat bahagia. Mungkin ini adalah sebuah awal baru cerita tentang hubungan mereka.

"Gue capek," ucap Draco. Ia melepaskan pegangan pada punggung kedua kaki Ova. Tak lupa cowok itu sedikit membungkukkan badannya.

"Hah, akhirnya Ova bisa lihat pantai lagi setelah sekian lama," ucap gadis itu. Suasana pantai yang sepi bertambah kenikmatan di pantai itu.

Jangan lupakan bahwa mereka pergi ke sana dengan catatan bolos sekolah. Eh, lebih tepatnya hanya Draco yang bolos. Sedangkan Ova memang sudah di izinkan pihak sekolah dengan alasan sakit. Tapi tetap saja gadis itu menganggap dirinya bolos, karena Draco tidak memberi tahunya kalau dia sudah di izinkan.

"Seneng lo?" tanya Draco. Ova langsung mengangguk setuju.

Ova sudah berniat berlari menuju kearah bibir pantai lebih dekat. Ia ingin bermain air. Tapi sebelum menyelesaikan satu langkah Draco langsung manariknya hingga terjatuh di pelukan cowok itu.

"Inget yang gue bilang tadi, enggak main air. Lihat kondisi lo sendiri dong," ucap Draco dengan kesal. Ova kembali menyengir.

"Lupa!" jawab gadis itu. Draco mengacak rambutnya pelan.

"Tapi nggak seru kalau ke pantai nggak main air kak, terus kita ngapain?" tanya Ova. Draco pun muali berfikir, benar yang dikatakan gadis itu. Mereka harus melakukan sesuagu agar tidak bosan dan agar Draco mampu melupakan lukanya.

"Gimana kalau bakar ikan aja, dipinggir sana kita tinggal beli batu bara sama ikannya," ucap Draco. Ova pun langsung mengangguk antusias.

Draco pun berjalan meninggalkan Ova untuk membeli bahan-bahan. Sedangkan Ova hanya bisa membuat gambar abstrak di butiran pasir. Sampai akhirnya Draco kembali, tapi ternyata pria itu justru membawa panggangan batu bara yang akan mempermudah kegiatan mereka.

"Wah, dapat panggangan dari mana kak?" tanya Ova. Draco menurunkan beberapa bahan itu ke pasir.

"Ibu warung tadi minjemin," jawab Draco. Draco dengan telaten nembersihkan ikan laut itu. Ia lalu menusukan bambu pada ikannya.

"Biar Ova kak yang bakar sekalian ngasih menteganya," tawar Ova. Draco menganggukan kepalanya setuju. Ia hanya melihat kegiatan Ova yang mulai membolak-balikan ikan. Sampai sebuah gambaran dipasir menarik perhatiannya.

"Siapa itu?" tanya Draco pada gambar Ova. Ada dua laki-laki dan dua perempuan.

"Ini Ova, Paman, Bibi, terakhir ini Bang Ali." Ova menunjuk satu persatu gambar yang lebih mirip gambaran anak SD itu.

"Kakak nggak mau gambar keluarga kakak?" tanya Ova. Draco menggeleng dan tersenyum.

"Mereka nggak peduli sama gue, kenapa gue harus mau peduli sama mereka?"

"Terkadang orang tua kerap memberi luka pada anaknya, dalam keadaan sadar atau tidak. Semua mereka lakukan demi sebuah keuntungan, keuntungan untuk anak mereka sendiri atau keuntungan untuk mereka.

Tapi, gue di sini sebagai anak merasa mereka tak pernah mikir kebaikan untuk gue, malah sebaliknya. Mereka terlalu ambisius mengejar karir mereka."

Dream Catcher & Black Shoes ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang