SELAMAT MEMBACA
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN
SELALU BERSYUKUR YA...
38. Putus!
Ruangan hampa menjadi pandangan pertama kali yang Draco lihat. Ia menatap sekeliling, dirinya sekarang sedang berada di rumahnya. Rumah kedua orang tuanya. Ia yakin pasti para sahabatnya yang membawanya ke sini.
Kamar dan rumah ini menjadi hidup kembali. Memang semenjak Draco berdamai dengan kedua orang tuanya ia lebih sering ke sini. Tatapi dia masih belum bisa meninggalkan apartemennya. Mungkin sebentar lagi, ia tidak akan kuat berlama-lama di sana.
Apalagi dengan Ova yang selalu hadir dalam bayangannya. Jika sampai mereka sering bertemu apalagi setiap hari. Draco takut, nantinya ia akan kesulitan untuk melepas Ova. Ia yakut akan melalukan hal-hal gila yang justru membuat Ovanya semakin jauh untuk dikejar.
"Sudah bangun?" tanya Edzard, pria parubaya itu sedang bersedekap dada di daun pintu menunggu putranya bangun.
"Pa!" panggil Draco.
Edzard pun berjalan mendekati putranya. Hari ini ia sengaja meliburkan dirinya di rumah. Hitung-hitung menebus kesalahannya dengan menghibur sang putra yang sedang memiliki suasana hati buruk.
"Gimana masih pusing?" tanya Edzard.
"Udah nggak terlalu," jawab Draco. Tak lama kemudian Revanna datang membawa segelas susu.
"Mama boleh nibrung nggak nih?" ujar Revanna mengoda. Hal itu membuat sedikit kekehan pada wajah Draco dan Edzard.
"Setahu mama susu bisa meredakan mabuk sih, jadi karena anak mama mabuk. Ini buat Draco," ujar Revanna. Suasana terlihat lebih hangat. Draco sedikit terhibur dengan kehadirana mereka.
"Makasih ma."
Draco langsung meminum susunya sampai habis. Lalu mengembalikanya pada Revanna dan diterima dengan senang hati. Wanita parubaya yang masih cantik itu kini tersenyum senang. Perlahan Draco kembali hangat pada mereka. Tak sedingin dulu.
"Kalau gitu tugas mama selesai, mama mau masak dulu. Kalian lanjut ngobrol ya. Bye," pamit Revanna.
Revanna pun berjalan meninggalkan kamar Draco. Wanita itu sepertinya akan menggunakan keahlian memasaknya pagi ini. Masakan yang paling Draco suka, sebelum masakan Ova.
"Masih sedih boy?" tanya Edzard mengawali pembicaraan. Sedangkan Draco yang ditanyai papanya seperti itu hanya mengangguk.
"Boleh sedih tapi ingat kalau udah takdir seperti itu kamu harus terima lapang dada, saling mengikhlaskan."
"Berat pa. Draco suka Ova begitupun sebaliknya, tapi masalah yang bukan diakibatkan oleh kita justru jadi penghambatnya," jawab Draco terlihat sekali nada tak terima di dalamnya.
Edzard justru terkekeh. "Kamu percayakan rencana Tuhan pasti indah, kamu percaya saja. Maka Tuhan yang memberikan keindahan itu bagi kamu."
"Yang terpenting kamu harus menyelesaikan masalahmu dengan baik-baik. Bicarakan dengan Ova baik-baik dan berpisahkan denganya secara baik-baik," ujar Edzard.
Setelah itu Edzard beranjak dari tempat dia duduk. Ia menepuk bahu sang anak beberapa kali. Berharap sang anak mengerti maksudnya.
"Menyelesaikan semua baik-baik, itukan maksud papa?" gumam Draco.
Draco langsung bangun dari tempat tidurnya. Ia harus menyelesaikan semua ini baik-baik. Tidak ada keberatan atau dendam nantinya. Ia yakin akan takdir Tuhan yang akan indah pada waktunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Catcher & Black Shoes ✔
Teen FictionCERITA INI HASIL PEMIKIRAN AKU SENDIRI. Jadi, kalau nanti ada kesamaan tokoh, panggilan tokoh, karakter, atau alur. Itu tidak sengaja. Jangan Lupa Vote, Comment, and Follow. Menghargai penulis adalah apresiasi terbaik untuknya. Cerita ini aku ikutk...