18|| DREAM CATCHER & BLACK SHOES

675 96 0
                                    

SELAMAT MEMBACA...

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN

LAGI NGAPAIN KALIAN HEY?

ENJOY GYUS!!

18. Pertengkaran

Draco menampakkan kakinya pada sebuah rumah besar dengan aksen kemewahanya yang fantastis. Ia meneliti rumah tersebut, masih tidak berubah. Tetap sama, sunyi dan hampa. Ia bahkan lupa kapan terakhir dia menginjakkan kaki ke dalam rumah ini lagi.

Rumahnya, rumah dimana ia dibesarkan tanpa kasih sayang dan rumah dimana pembentukan sikapnya yang terlihat keras dan galak. Semua dibentuk di sini, tanpa kedua orang tuanya tau. Orang tua yang selalu mementingkan karir dan bisnisnya.

"Draco pulang mah, pah."

Draco meneliti setiap sudut ruangan. Berjejer fotonya semenjak ia kecil hingga SMP. Karena, semejak SMA Draco memutuskan untuk pergi dari rumah ini. Bukan kabur, Draco berpindah ke apartemen dengan alasan ingin mandiri.

"Eh, Den Draco pulang?" tanya Bi Munaroh, salah satu asisten rumah tangga keluarga Richard.

"Iya bi, papa sama mama belum pulang?" tanya Draco. Bi Munaroh pun menggeleng, majikanya memang belum pulang.

Draco menghela nafas, tujuannya kemari untuk membicarakan masalah penting menyangkut hidupnya. "Kira-kira pulang jam berapa ya bi?" tanya Draco lagi.

Bi Munaroh mencoba mengingat, usianya memang sudah tak muda. Jadi kalau tidak diperhatiakan betul, dia akan lupa. "Mungkin sekitar jam delapan den, semoga aja tuan sama nyonya nggak lembur."

Draco memgangguk, dia berjalan ke arah kamarnya begitu saja. Sampai di kamarnya Draco menelitinya. Masih sama, seperti sebelum Draco meninggalkan kamar ini.

"Kapan kalian bisa ada waktu untuk Draco ma, pa?"

"Draco kangen ngomong sama kalian."

Draco menghela nafas lelah, ia melemparkan dirinya ke atas ranjang. Menatap langit-langit dengan pandangan kosong. Tiba-tiba langit-langit itu perlahan berubah menjadi sebuah wajah gadis yang sedang tertawa.

"Ngapain gue mikirin dia?" kesal Draco. Pasalnya sekarang dirinya sedang melihat wajah Ova.

"Rusak nih otak gue, tapi kalau gue pikir-pikir manis juga itu cewek."

"Baik, walau polos setengah bego."

"Cewek Dream Catcher, hah. Kayaknya itu sebutan yang bagus buat dia."

"Bentar deh-"

"Keknya terkesan gue yang baper duluan."

"Argghhh... jangan baper duluan goblok, harga diri harga mati."

Tok! Tok! Tok!

Draco langsung terduduk di atas kasurnya. Ia langsung merapihkan rambutnya dan bajunya. Lalu berjalan membukakan pintu.

"Ada apa bi?" tanya Draco.

Di depan pintu sudah ada Bi Munawaroh sedang membawa segelas susu dan sepotong roti. Ia menyerahkan kedua makanan itu pada Draco.

"Dimakan den, biar nggak kelaparan. Teriak-teriak sama mikirin dia juga butuh tenaga exstra den." Draco langsung terdiam dengan wajah kaku.

"Emang kedengeran ya bi?" tanya Draco malu.

"Aden, aden, rumah sebesar ini kalau penghuninya cuma sedikit mah suara apa aja kedengaran." Bi Munawaroh tertawa kecil.

Setelah mendengar itu Draco langsung mengambil nampan berisi makanan tersebut. Ia langsung menutup pintu begitu saja. Ia malu, apalagi asisten rumah tangganya yang memergokinya sedang berteriak tidak jelas.

Dream Catcher & Black Shoes ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang