33 : Kehancuran Kanaya

3.2K 124 4
                                    

Tok.. Tok.. Tok..

Kanaya segera berlari kecil menuju pintu utama, dia segera membuka pintu dah alangkah terkejutnya dia ketika dia melihat sosok yang ia nanti-nanti dari kemarin.

"Alfino?" lirih Kanaya. Dia seketika menggebrak pintu, dan langsung berlari menuju kamar, dia sangat kecewa dengan Alfino.

Alfino sudah bohong, bukankah dalam rumah tangga, seharusnya tidak ada yang saling tertutup? Seharusnya dalah rumah tangga tidaka da kebohongan?

"Nay, maafin aku Nay," ujar Alfino dari ambang pintu kamar. Kanaya tak memperdulikan ucapan Alfino, dia masih setia memeluk bantal sambil menatap balkon.

"Aku harus apa biar kamu maafin aku?" tanya Alfino. Dia duduk tepat disamping Kanaya, dan Kanaya pun menjadi semakin menghindar, kini Kanaya sudah berada di Balkon.

"Kemaren kemana?" tanya Kanaya yang seketika membuat Alfino terdiam.

"Kenapa diem? Nggak bisa jawab ya?" tebak Kanaya sambil menatap Alfino, senyuman kecutnya sedari tadi belum luntur dari wajah cantiknya.

"Aku kemaren kerumahnya Sella-"

"Owh, ternyata bener tebakan aku, kamu kerumah Sella. Gimana? Udah urus surat cerai buat aku? Kali aja kamu mau nikah sama dia," potong Kanaya sambil menunjukkan senyumannya.

"Nggak Nay! Kamu kenapa ngomong kayak gitu?" tanya Alfino, dia sudah tidak kuat dengan perkataan menyakitkan yang Kanaya lontarkan. Dia mencintai Kanaya, dan tidak akan menceraikan Kanaya sampai kapanpun.

"Mau kamu jalan sama Sella kek, atau kamu mau nikahin dia, atau bahkan kalo kamu mau ceraiin aku, tetep aja, aku nggak peduli!" ketus Kanaya.

"Udah lah, aku mau mandi, habis itu berangkat sekolah, nggak usah ganggu aku pas disekolah nanti, aku nggak mau ngomong sama kamu pas disekolah," ketus Kanaya lagi. Dia berjalan menuju kamar mandi, dan meninggalkan Alfino yang masih terdiam kaku di balkon.

****

Kini Kanaya tengah berkutat dengan buku dan pensilnya, kepalanya selalu memperhatikan samping kiri. Ternyata mereka semua juga sangat serius.

Kanaya mengarahkan kepalanya kearah Alfino, laki-laki itu terlihat sangat serius, dia tidak munafik, Alfino memang sangat tampan jika sudah serius seperti ini.

"Astaga, gimana sih ini? Kurang 2 soal lagi cuy, kapan selesainya," gumam Kanaya, siapa pun tolong Kanaya segera, dia sudah sangat lelah dengan lembaran soal tersebut.

"Hufttt! Akhirnya selesai juga," desis Kanaya, kini soal-soalnya sudah terjawab semua, ya walaupun dia tadi sedikit mencontek jawaban dilembaran kertas jawaban Alfino.

Tet.. Tet.. Tet..

"Yuk, ke kantin La, gue pengen beli browniesnya mbak Wati nih, ayok!" ajak Kanaya, dia menarik paksa tangan Lala dan membawanya menuju kekantin.

Alfino hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku Kanaya, jika saja ia tak melakukan kesalahan, mungkin yang tadi Kanaya tarik bukanlah tangan Lala, melainkan tangannya.

******

"Mbak Wati, browniesnya sepuluh ya," ucap Kanaya yang dibalas pelototan mata dari Lala. Bisa-bisanya Kanaya memesan begitu banyak. Sangat membagongkan sekali.

"Gilak ya lo? Lo mau makan segitu banyak? Nggak enek apa? Nggak sakit gigi lo? Wah, gw yang makan tiga aja langsung gendut," ujar Lala sambil mengembungkan pipinya.

Dear Alfino (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang