36 : Kenyataan Pahit

5.1K 146 12
                                    

Setelah kepergian Alfino, Kanaya memilih untuk pulang kerumahnya saja, Diana dan Alvin juga sudah mengizinkan.

Dia membawa 1 koper besar, kemungkinan dia akan tinggal bersama Dian dan Farhan dengan waktu yang cukup lama.

"Assalamualaikum mah, pah."

"Waalaikumsalam, eh Kanaya anak mama, mama kangen sama kamu. Eh, dimana Alfino? Dia nggak ikut?" tanya Dian yang dibalas dengan senyuman tipis dari Kanaya.

Kanaya tak menjawab pertanyaan Dian, dia lebih memilih untuk masuk kekamarnya yang masih berantakan akibat ulahnya 2 minggu yang lalu.

Ya! Dia memang tak mengizinkan siapa pun masuk kedalam kamarnya, sehingga Dian dan Farhan tidak tahu menahu akan hancurnya kamar Kanaya.

"Kanaya, mama masuk ya nak." teriak Dian sambil membuka pintu kamar Kanaya. Dan dia sangat terkejut pastinya, melihat kamar Kanaya yang sudah seperti kapal pecah.

"Innalillahi!" ujarnya kaget, terakhir kali dia mengunjungi kamar Kanaya, saat itu masih bersih, rapi, wangi, dan tidak kotor, namun ini malah sebaliknya.

"Kamu habis perang ya Nay?" tanya Dian dengan bodohnya. Dia duduk disamping Kanaya. Dia memeluk tubuh Kanaya, Dian tau, pasti anaknya itu sedang dirunding masalah. Entah soal sekolah atau pun tentang rumah tangga.

"Kanaya kurang apa sih mah?" tanya Kanaya. Dia menubruk tubuh Dian, dan menangis tersedu-sedu dipelukan Dian, dia sangat merindukan akan kasih dan pelukan Dian.

"Kenapa anak mama ngomong kaya gitu? Ada masalah apa sayang? Coba sini curhat sama mama, kali aja mama bisa bantuin masalah yang sedang kamu hadapi sekarang" ucap Dian sambil memegang pipi chuby Kanaya.

"Kanaya dimadu sama Alfino mah." Terang Kanaya.

Dian terdiam, dia berusaha mencerna apa yang barusan Kanaya katakan. Kanaya tidak boleh bermain-main dengan kata-kata itu.

Kanaya yang melihat ekspresi Dian pun menjadi gugup, dia takut Dian akan memarahi Alfino dan menyuruhnya untuk meninggalkan Alfino. Tidak! Dia tidak mau hal itu sampai terjadi!

"Me-maksud kamu gimana Nay? Alfino beliin kamu madu?" tanya Dian memastikan.

"Alfino, dia nikah lagi sama sahabatnya, satu alasan yaitu, karna sahabatnya itu hamil anak Alfino," jelas Kanaya yang membuat Dian menutup mulutnya.

"Hamil bohongan maksudnya," batin Kanaya. Biarlah hal ini hanya dia, Aska, dan pelakor itu yang tahu, Alfino, Diana, Alvin, Dian, dan Farhan sebaiknya jangan mengetahui terlebih dahulu.

Dian berdiri, Kanaya pun sepontan juga ikut berdiri. Dian menatap Kanaya begitu tajam, bisa-bisanya Kanaya tidai memberi tahunya akan hal sepenting ini.

"Maafin Kanaya mah," isak Kanaya yang membuat hati Dian luluh, dia tidak bisa membiarkan anak tunggalnya, anak kesayangannya menangis seperti ini.

"Kanaya kenapa nggak bilang sama papa dan mama? Kanaya kenapa nggak ngelarang Alfino aja? Maafin mama ya Nay, mama pikir dulu dengan menikahkan kamu dan Alfino itu bisa membuat kamu bahagia," ujar Dian sambil memeluk tubuh Kanaya.

Dia juga bisa merasakan betapa sakit yang Kanaya rasakan sekarang, dia turut merasakan sakit hati yang sedang Kanaya rasakan. Memang, seorang ibu akan merasakan apa yang anaknya rasakan.

Jika anaknya bahagia, seorang ibu akan merasakan bahagia. Dan jika anaknya merasa sedih dan sakit, maka seirang ibu juga akan merasakan sedih dan sakit.

"Kanaya bahagia kok, lebih dari kata bahagia malah, ini... Cuma awal dari konflik aja mah, Kanaya harus kuat, nggak boleh nangis kan?" ujar Kanaya sambil tertawa kecil.

Dear Alfino (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang