Pagi-pagi Kanaya harus segera menuju sekolah, dia segera beranjak dari tempat tidur dan segera mandi air hangat seperti biasa.
Selang beberapa menit, Kanaya keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah. Hufftt.. Jam masih menunjukkan pukul lima, masih terlalu pagi untuk bersiap-siap kesekolah.
"Gilak, gue kenapa bangun jam segini? Alfino, kamu kapan pulang? Aku kangen sama kamu, aku kangen pengen peluk kamu, aku kangen pengen dicium sama kamu, aku kangen jahilin kamu pas kamu lagi ngurusin berkas kantor. Aku kangen sama Alfino yang manja," ujar Kanaya sambil memeluk baju seragam Alfino.
Kanaya turun kebawah, ternyata sudah ada Bibi yang sedang memasak.
"Eh, non Kanaya. Tumben non Kanaya udah siap? Mau ada urusan?" tanya Bibi sembari menghampiri Kanaya yang duduk dimeja makan sambil mengoleskan selai kacang kerotinya.
"Nggak kok bi, nggak tau kenapa tadi Kanaya bangunnya terlalu pagi, mungkin Kanaya nanti bakal jalan kaki aja kesekolah, sambil nguras waktu," jelas Kanaya. Dia telah lupa jika Aska nanti akan menjemputnya.
"Oh iya Aska!"
Kanaya segera merogoh sakunya dan mengambil benda gepeng yang terselip disana. Dia segera menghubungi nomor Aska dan menyuruh cowok itu agar segera bersiap-siap.
"Ada apa? Pagi-pagi udah telefon aja lo," tanya Aska dengan nada kantuknya.
"Gue udah selesai dandan, cepet siap-siap, dan kita bakal berangkat sekolah bareng," ujar Kanaya.
Aska hanya bisa menuruti perintah Kanaya, dia memang harus menuruti semua permintaan Kanaya kali ini, jika tidak maka dia akan merasa bersalah seumur hidup.
Selang setengah jam kemudian, mobil Aska sudah terparkir rapi dihalaman rumah Kanaya. Terlihat Kanaya yang bersedekap dada dengan muka yang ditekuk dan masam.
"Kenapa sih?" tanya Aska heran.
"GUE JAMURAN DISINI, BEGO'!" teriak Kanaya. Sontak Aska menutup telinga, dia masih sayang dengan gendang telinganya.
"Masih pagi, yuk masuk kemobil!" titah Aska namun malah ditolak oleh Kanaya.
"Kenapa lagi?" tanya Aska jengah. Percayalah, dia sudah seperti kakak yang sudah jengah dengan tingkah laku adiknya. Ingin sekali Aska membuang Kanaya kesungai.
Kanaya tersenyum kaku melihat ekspresi Aska yang terlihat sangat sebal. Apakah dirinya sangat keterlaluan? Apakah dirinya sangat berlebihan? Ah, sepertinya tidak.
"Mau jalan kaki," lirih Kanaya sambil memainkan jari telunjuknya. Aska yang mendengar itu hanya bisa mendengus kesal. Mau gimana pun dia harus mau menuruti Kanaya.
"Yaudah yuk," putusnya.
Mata Kanaya berbinar, akhirnya ada laki-laki yang mau menuruti semua permintaannya selain Alfino dan Farhan. Ahh, dia sudah menganggap Aska sebagai kakaknya sendiri.
Mereka pun menelusuri jelanan setapak, tak banyak kendaraan yang berlalu lalang, karna ya ini masih pagi dan belum waktunya untuk para pengusaha berangkat kekantor. Dan para siswa untuk berangkat sekolah.
"Aska, gue capek," keluh Kanaya. Dia memegang lututnya yang terasa nyeri. Aska pun menoleh kearah Kanaya. Ternyata gadis itu tengah duduk dibangku kecil yang berada disamping jalan.
Aska pun menghampiri Kanaya, dia duduk disamping Kanaya sambil menatap Kanaya yang sedang mengurut betis.
"Lo ngingetin gue sama adik gue Nay," ucap Aska tiba-tiba. Kanaya pun kaget, dia menatap Aska balik.
"Gue kira, gue itu ngingetin lo sama salah satu mantan lo yang pernah lo putusin tanpa ngasih oe jelasan yang lebih lanjut," gurau Kanaya. Dia berharap, Aska mengingat kejadian itu dan akan terus merasa bersalah dengannya. Haha, sangatlah licik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Alfino (END)
Teen FictionStart : September 2020 Finish : Desember 2020 Tidak perlu banyak basa-basi untuk mengatakan kata cerai dan putus, karena berbasa-basi itulah yg membuat seseorang bertambah sakit dan terluka. Jangan berkata kata manis dan menjalin se...